Pemerintah Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, merekrut sebanyak 866 tenaga pendamping keluarga sebagai upaya menekan kasus balita kekerdilan di wilayah itu.
Menurut Bupati Sumenep Achmad Fauzi, langkah itu dilakukan karena persentase kasus balita kekerdilan di Sumenep tergolong tinggi, yakni mencapai 20 persen.
"Melalui rekrutmen tenaga pendamping keluarga ini kami ingin pada 2024 nanti prevalensi kasus balita kerdil bisa ditekan hingga 14 persen," katanya saat menghadiri acara peringatan Hari Keluarga Nasional ke-29 2022 di Balai Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi, Sumenep, Kamis.
Selain itu, sambung dia, dukungan dari semua pihak dibutuhkan untuk menyukseskan program tersebut.
Karena itu, ia meminta institusi pemerintahan di berbagai tingkatan, mulai kabupaten, kecamatan, hingga desa/kelurahan proaktif berupaya menekan kasus balita kekerdilan di kabupaten paling timur di Pulau Madura itu.
Bupati Achmad Fauzi juga mengajak peran aktif aparat keamanan, seperti polisi dan TNI, untuk membantu program pemkab menekan kasus kekerdilan di Sumenep.
"Pencegahan dan penurunan kasus kekerdilan ini tidak bisa dilakukan oleh satu instansi saja, namun membutuhkan komitmen dan kerja keras seluruh pihak, mengingat kondisi geografis dan faktor sosial masyarakat yang kompleks di Kabupaten Sumenep," kata dia.
Ia optimistis dengan cara seperti itu target prevalensi kasus balita kekerdilan menjadi 14 persen pada 2024 terwujud.
"OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait bisa menyinergikan langkah nyata yang dilakukan secara masif, terintegrasi dan terarah, supaya setiap kegiatan penurunan dan pencegahan balita kerdil bisa dilaksanakan tepat sasaran,” ujar dia.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Pemkab Sumenep Agus Mulyono menyatakan langkah nyata mencegah dan menurunkan angka kasus balita kekerdilan memang perlu dilakukan secara terencana.
Apalagi, sambung dia, kasus balita kekerdilan di Sumenep bukan semata karena kemiskinan, akan tetapi juga karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya asupan gizi seimbang bagi balita dan ibu hamil.
"Tidak sedikit di antara balita yang mengalami kasus kekerdilan di Sumenep, dari kalangan keluarga mampu," katanya.
Oleh karena itu, pendidikan dalam bentuk pendampingan langsung bagi keluarga yang memiliki balita atau ibu hamil perlu dilakukan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Menurut Bupati Sumenep Achmad Fauzi, langkah itu dilakukan karena persentase kasus balita kekerdilan di Sumenep tergolong tinggi, yakni mencapai 20 persen.
"Melalui rekrutmen tenaga pendamping keluarga ini kami ingin pada 2024 nanti prevalensi kasus balita kerdil bisa ditekan hingga 14 persen," katanya saat menghadiri acara peringatan Hari Keluarga Nasional ke-29 2022 di Balai Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi, Sumenep, Kamis.
Selain itu, sambung dia, dukungan dari semua pihak dibutuhkan untuk menyukseskan program tersebut.
Karena itu, ia meminta institusi pemerintahan di berbagai tingkatan, mulai kabupaten, kecamatan, hingga desa/kelurahan proaktif berupaya menekan kasus balita kekerdilan di kabupaten paling timur di Pulau Madura itu.
Bupati Achmad Fauzi juga mengajak peran aktif aparat keamanan, seperti polisi dan TNI, untuk membantu program pemkab menekan kasus kekerdilan di Sumenep.
"Pencegahan dan penurunan kasus kekerdilan ini tidak bisa dilakukan oleh satu instansi saja, namun membutuhkan komitmen dan kerja keras seluruh pihak, mengingat kondisi geografis dan faktor sosial masyarakat yang kompleks di Kabupaten Sumenep," kata dia.
Ia optimistis dengan cara seperti itu target prevalensi kasus balita kekerdilan menjadi 14 persen pada 2024 terwujud.
"OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait bisa menyinergikan langkah nyata yang dilakukan secara masif, terintegrasi dan terarah, supaya setiap kegiatan penurunan dan pencegahan balita kerdil bisa dilaksanakan tepat sasaran,” ujar dia.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Pemkab Sumenep Agus Mulyono menyatakan langkah nyata mencegah dan menurunkan angka kasus balita kekerdilan memang perlu dilakukan secara terencana.
Apalagi, sambung dia, kasus balita kekerdilan di Sumenep bukan semata karena kemiskinan, akan tetapi juga karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya asupan gizi seimbang bagi balita dan ibu hamil.
"Tidak sedikit di antara balita yang mengalami kasus kekerdilan di Sumenep, dari kalangan keluarga mampu," katanya.
Oleh karena itu, pendidikan dalam bentuk pendampingan langsung bagi keluarga yang memiliki balita atau ibu hamil perlu dilakukan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022