Menjadi pekerja migran di negeri orang, tentu bukan keinginan sebagian besar kaum perempuan. Namun, kenyataan itu harus dihadapi ketika persoalan ekonomi menjadi satu-satunya alasan untuk pergi mencari sesuap nasi. Harapannya, mendapat penghasilan dan masa depan yang lebih baik.
Salah satu perempuan itu adalah Jumiatun, warga Desa Dukuh Dempok, Kecamatan Wuluhan. Ia bekerja sebagai asisten rumah tangga di Hong Kong untuk mengais rezeki dan rela meninggalkan keluarga tercinta di kampung halaman selama enam tahun.
Setelah pulang dari Hong Kong beberapa tahun lalu, ia merasa prihatin setiap kali melihat banyak rekan seperjuangannya yang bermasalah. Bahkan, di antara mereka mengalami kekerasan, hingga berujung kematian.
Ketidaktahuan calon pekerja migran tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi saat hendak bekerja ke luar negeri dan iming-iming para calo yang menyesatkan, terkadang membuat pekerja migran berangkat sebagai pekerja migran ilegal.
Saat muncul persoalan, mereka tidak bisa mendapat perlindungan, bahkan termasuk pemenuhan hak-haknya secara layak, seperti gaji dan lainnya. Karena itu, tidak jarang pekerja migran juga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang.
Jumiatun merasa terpanggil untuk memberikan pendampingan dan penanganan kasus yang menimpa para pahlawan devisa tersebut, terutama warga di desanya dan sekitarnya yang membutuhkan bantuan.
Wanita yang berhasil menamatkan pendidikan sarjana dengan uang hasil bekerja sebagai pekerja migran itu akhirnya menginisiasi pihak desa bersama Migrant Care untuk mendirikan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi) di Desa Dukuh Dempok.
"Selain berbagi pengalamannya sebagai pekerja migran, ada beragam kegiatan dalam program Desbumi, mulai dari sosialisasi tentang migrasi aman, pemberdayaan ekonomi purnamigran, hingga pendampingan pekerja migran dan keluarga yang ditinggalkan," tuturnya.
Ia mengatakan untuk bisa membantu orang lain tidak perlu menunggu kaya. Jika tidak mampu membantu orang lain dengan materi, kita bisa membantu dengan tenaga dan pikiran, terutama memberdayakan para purnapekerja migran.
Berbagai program pelatihan hingga menghasilkan produk yang laku di pasaran, bisa dilakukan. Dengan memberdayakan para mantan pekerja migran, maka para perempuan tersebut tidak lagi kembali menjadi pekerja migran.
Ketua PPT Desbumi Desa Dukuh Dempok itu terus mengedukasi para perempuan yang akan bekerja sebagai pekerja migran untuk mengetahui hak-haknya dan berani menyampaikan kebenaran ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, sehingga memiliki keberanian untuk menuntut haknya sebagai pekerja migran.
Ia berharap pekerja migran, terutama perempuan, bisa lebih memiliki keterampilan dan pengetahuan yang cukup untuk bekerja di luar negeri. Dengan demikian, tidak ada lagi berita kekerasan yang dialami pekerja migran, dan dikejar aparat kepolisian setempat karena tidak memiliki dokumen.
Kiprah perempuan asal Desa Dukuh Dempok terhadap upaya perlindungan pekerja migran di desanya mendapat perhatian dari pemerintah pusat, sehingga Jumiatun diundang khusus oleh Presiden Joko Widodo karena menjadi salah satu pioner penguat bangsa pada 6 Maret 2019.
Bahkan Jumiatun juga masuk dalam daftar 16 perempuan akar rumput berpengaruh pada peringatan Hari Perempuan Sedunia di tahun yang sama. Ia tak henti-hentinya memberikan edukasi pada perempuan di desa dan lingkungan sekitarnya.
Berdayakan Kartini buruh
Project Officer Migrant Care Jember Bambang Teguh Karyanto mengatakan Jumiatun sangat aktif melakukan pembelaan dan penanganan kasus warga desa terkait dengan persoalan buruh migran.
Mantan pekerja migran tersebut aktif bersama Migrant Care sejak tujuh tahun lalu untuk melakukan advokasi terhadap pekerja migran Indonesia di kalangan arus bawah dan memberikan informasi yang benar kepada warga yang ingin bekerja ke luar negeri. Ia memberikan masukan kepada calon pekerja migran asal Jember.
Berkat dedikasi Jumiatun, banyak warga yang lebih senang bekerja di desa dan tidak menjadi pekerja migran ke negeri orang. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh warga untuk mendapatkan penghasilan dan memajukan desanya.
Menurutnya Jumiatun merupakan figur mantan pekerja migran yang luar biasa, karena hingga kini masih aktif untuk mengedukasi para pekerja migran, mantan pekerja migran, dan keluarganya.
"Saya menaruh hormat atas kartini buruh migran Jumaitun yang berperan aktif dalam berbagai hal, terutama isu perlindungan pekerja migran yang selalu disuarakan di berbagai pertemuan, dan selalu mengajarkan pengetahuan tentang gender kepada para pekerja migran," katanya.
Jumiatun adalah sosok yang punya semangat tinggi karena terbukti sepulang dari Hong Kong sebagai pekerja migran, ia mampu menyelesaikan pendidikan S-1 nya dan dedikasinya terhadap persoalan pekerja migran juga luar biasa.
Sejak bergabung bersama Migrant Care di tahun 2016, secara aktif Jumiatun memberikan advokasi dan informasi yang benar kepada warga yang ingin bekerja di luar negeri.
Bambang mengatakan, ada empat Desbumi di bawah binaan Migrant Care di Jember, yakni Desa Wonoasri, Kecamatan Tempurejo, Desa Sabrang dan Desa Ambulu di Kecamatan Ambulu sera Desa Dukuh Dempok di Kecamatan Wuluhan.
Pemerintahan desa telah menjalankan amanah UU Desa untuk melindungi warganya yang diwujudkan dalam Perdes Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Desbumi sebagai payung hukum. Dengan begitu, pemerintahan desa punya legitimasi untuk mengatur atau menganggarkan kegiatan yang berkaitan dengan buruh migran.
Kepala Desa Dukuh Dempok Miftahul Munir juga mengapresiasi peran Jumiatun yang memberikan edukasi dan mengadvokasi calon pekerja migran untuk bermigrasi dengan benar dan memberdayakan mantan pekerja migran dengan berbagai kegiatan positif.
Dengan berdirinya PPT Desbumi diharapkan tidak ada lagi warganya yang bekerja menjadi pekerja migran ilegal, karena di desanya merupakan salah satu kantong pekerja migran di Kabupaten Jember.
Kartini-kartini mantan pekerja migran tersebut diharapkan bisa membangun desanya dalam segala bidang, dan tidak lagi kembali mengais rezeki di negeri orang, serta harus meninggalkan keluarga tercinta. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Salah satu perempuan itu adalah Jumiatun, warga Desa Dukuh Dempok, Kecamatan Wuluhan. Ia bekerja sebagai asisten rumah tangga di Hong Kong untuk mengais rezeki dan rela meninggalkan keluarga tercinta di kampung halaman selama enam tahun.
Setelah pulang dari Hong Kong beberapa tahun lalu, ia merasa prihatin setiap kali melihat banyak rekan seperjuangannya yang bermasalah. Bahkan, di antara mereka mengalami kekerasan, hingga berujung kematian.
Ketidaktahuan calon pekerja migran tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi saat hendak bekerja ke luar negeri dan iming-iming para calo yang menyesatkan, terkadang membuat pekerja migran berangkat sebagai pekerja migran ilegal.
Saat muncul persoalan, mereka tidak bisa mendapat perlindungan, bahkan termasuk pemenuhan hak-haknya secara layak, seperti gaji dan lainnya. Karena itu, tidak jarang pekerja migran juga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang.
Jumiatun merasa terpanggil untuk memberikan pendampingan dan penanganan kasus yang menimpa para pahlawan devisa tersebut, terutama warga di desanya dan sekitarnya yang membutuhkan bantuan.
Wanita yang berhasil menamatkan pendidikan sarjana dengan uang hasil bekerja sebagai pekerja migran itu akhirnya menginisiasi pihak desa bersama Migrant Care untuk mendirikan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi) di Desa Dukuh Dempok.
"Selain berbagi pengalamannya sebagai pekerja migran, ada beragam kegiatan dalam program Desbumi, mulai dari sosialisasi tentang migrasi aman, pemberdayaan ekonomi purnamigran, hingga pendampingan pekerja migran dan keluarga yang ditinggalkan," tuturnya.
Ia mengatakan untuk bisa membantu orang lain tidak perlu menunggu kaya. Jika tidak mampu membantu orang lain dengan materi, kita bisa membantu dengan tenaga dan pikiran, terutama memberdayakan para purnapekerja migran.
Berbagai program pelatihan hingga menghasilkan produk yang laku di pasaran, bisa dilakukan. Dengan memberdayakan para mantan pekerja migran, maka para perempuan tersebut tidak lagi kembali menjadi pekerja migran.
Ketua PPT Desbumi Desa Dukuh Dempok itu terus mengedukasi para perempuan yang akan bekerja sebagai pekerja migran untuk mengetahui hak-haknya dan berani menyampaikan kebenaran ketika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, sehingga memiliki keberanian untuk menuntut haknya sebagai pekerja migran.
Ia berharap pekerja migran, terutama perempuan, bisa lebih memiliki keterampilan dan pengetahuan yang cukup untuk bekerja di luar negeri. Dengan demikian, tidak ada lagi berita kekerasan yang dialami pekerja migran, dan dikejar aparat kepolisian setempat karena tidak memiliki dokumen.
Kiprah perempuan asal Desa Dukuh Dempok terhadap upaya perlindungan pekerja migran di desanya mendapat perhatian dari pemerintah pusat, sehingga Jumiatun diundang khusus oleh Presiden Joko Widodo karena menjadi salah satu pioner penguat bangsa pada 6 Maret 2019.
Bahkan Jumiatun juga masuk dalam daftar 16 perempuan akar rumput berpengaruh pada peringatan Hari Perempuan Sedunia di tahun yang sama. Ia tak henti-hentinya memberikan edukasi pada perempuan di desa dan lingkungan sekitarnya.
Berdayakan Kartini buruh
Project Officer Migrant Care Jember Bambang Teguh Karyanto mengatakan Jumiatun sangat aktif melakukan pembelaan dan penanganan kasus warga desa terkait dengan persoalan buruh migran.
Mantan pekerja migran tersebut aktif bersama Migrant Care sejak tujuh tahun lalu untuk melakukan advokasi terhadap pekerja migran Indonesia di kalangan arus bawah dan memberikan informasi yang benar kepada warga yang ingin bekerja ke luar negeri. Ia memberikan masukan kepada calon pekerja migran asal Jember.
Berkat dedikasi Jumiatun, banyak warga yang lebih senang bekerja di desa dan tidak menjadi pekerja migran ke negeri orang. Banyak hal yang bisa dilakukan oleh warga untuk mendapatkan penghasilan dan memajukan desanya.
Menurutnya Jumiatun merupakan figur mantan pekerja migran yang luar biasa, karena hingga kini masih aktif untuk mengedukasi para pekerja migran, mantan pekerja migran, dan keluarganya.
"Saya menaruh hormat atas kartini buruh migran Jumaitun yang berperan aktif dalam berbagai hal, terutama isu perlindungan pekerja migran yang selalu disuarakan di berbagai pertemuan, dan selalu mengajarkan pengetahuan tentang gender kepada para pekerja migran," katanya.
Jumiatun adalah sosok yang punya semangat tinggi karena terbukti sepulang dari Hong Kong sebagai pekerja migran, ia mampu menyelesaikan pendidikan S-1 nya dan dedikasinya terhadap persoalan pekerja migran juga luar biasa.
Sejak bergabung bersama Migrant Care di tahun 2016, secara aktif Jumiatun memberikan advokasi dan informasi yang benar kepada warga yang ingin bekerja di luar negeri.
Bambang mengatakan, ada empat Desbumi di bawah binaan Migrant Care di Jember, yakni Desa Wonoasri, Kecamatan Tempurejo, Desa Sabrang dan Desa Ambulu di Kecamatan Ambulu sera Desa Dukuh Dempok di Kecamatan Wuluhan.
Pemerintahan desa telah menjalankan amanah UU Desa untuk melindungi warganya yang diwujudkan dalam Perdes Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Desbumi sebagai payung hukum. Dengan begitu, pemerintahan desa punya legitimasi untuk mengatur atau menganggarkan kegiatan yang berkaitan dengan buruh migran.
Kepala Desa Dukuh Dempok Miftahul Munir juga mengapresiasi peran Jumiatun yang memberikan edukasi dan mengadvokasi calon pekerja migran untuk bermigrasi dengan benar dan memberdayakan mantan pekerja migran dengan berbagai kegiatan positif.
Dengan berdirinya PPT Desbumi diharapkan tidak ada lagi warganya yang bekerja menjadi pekerja migran ilegal, karena di desanya merupakan salah satu kantong pekerja migran di Kabupaten Jember.
Kartini-kartini mantan pekerja migran tersebut diharapkan bisa membangun desanya dalam segala bidang, dan tidak lagi kembali mengais rezeki di negeri orang, serta harus meninggalkan keluarga tercinta. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022