Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Golkar, Dave Laksono, berharap ada komunikasi yang baik di PBB dan Pemerintahan Amerika Serikat mengenai pencairan dana Pemerintahan Afganistan yang dibekukan sebesar 7 miliar dolar AS, tidak digunakan untuk kepentingan masyarakat Amerika Serikat, tapi kepentingan para pengungsi Afganistan dan masyarakat Afganistan secara luas.
Hal ini dikatakan berkaitan dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden yang ingin merampas dana pemerintah Afganistan yang selama ini dibekukan separuh dari 7 miliar atau 3,5 miliar dolar AS aset bank sentral Afghanistan yang dibekukan dalam sistem perbankan AS.
"Bukannya kita ada pengakuan adanya pemerintahan Taliban, tapi kita mendorong adanya bantuan kemanusiaan pada jutaan masyarakat Afganistan yang sekarang hidup dalam kesulitan karena di blokade," ujar Dave Laksono dalam keterangan pers diterima di Surabaya, Senin.
Di Indonesia, ada lebih dari 7 ribu orang pengungsi asal Afganistan atau sebesar lebih dari 50 persen dari total pengungsi warga asing di Indonesia.
Dave meminta pemerintah tak tergesa-gesa untuk mengakui Taliban, sebab pemerintahan Afghanistan sebelumnya masih ada.
"Sebaiknya menunggu dulu, jangan tergesa-gesa mengakui, dikarenakan pemerintah sebelumnya masih ada. Walaupun de facto sudah tidak berkuasa," ucap Dave.
Seperti diketahui, dilansir Associated Press, separuh dari 7 miliar (lebih dari Rp100 triliun) atau 3,5 miliar dolar AS akan digunakan untuk kompensasi atau santunan bagi para korban tragedi bom 11 September 2001 di New York, bukan untuk membantu jutaan pengungsi Afganistan.
Sebuah sumber menyebutkan, hal ini dikarenakan Taliban dianggap bertanggung jawab terhadap serangan bom tersebut.
Afghanistan memiliki lebih dari 9 miliar dolar AS cadangan, termasuk lebih dari 7 miliar dolar AS cadangan yang disimpan di Amerika Serikat. Sisanya sebagian besar di Jerman, Uni Emirat Arab dan Swis.
Jika Joe Bidan Benar-benar melakukan pengambilan dana tersebut, maka akan terjadi krisis ekonomi bagi rakyat di Afganistan. Belum lagi persoalan 2,6 juta pengungsi Afganistan yang tersebar di berbagai negara. Mereka terkatung-katung di negara yang ditumpanginya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Hal ini dikatakan berkaitan dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden yang ingin merampas dana pemerintah Afganistan yang selama ini dibekukan separuh dari 7 miliar atau 3,5 miliar dolar AS aset bank sentral Afghanistan yang dibekukan dalam sistem perbankan AS.
"Bukannya kita ada pengakuan adanya pemerintahan Taliban, tapi kita mendorong adanya bantuan kemanusiaan pada jutaan masyarakat Afganistan yang sekarang hidup dalam kesulitan karena di blokade," ujar Dave Laksono dalam keterangan pers diterima di Surabaya, Senin.
Di Indonesia, ada lebih dari 7 ribu orang pengungsi asal Afganistan atau sebesar lebih dari 50 persen dari total pengungsi warga asing di Indonesia.
Dave meminta pemerintah tak tergesa-gesa untuk mengakui Taliban, sebab pemerintahan Afghanistan sebelumnya masih ada.
"Sebaiknya menunggu dulu, jangan tergesa-gesa mengakui, dikarenakan pemerintah sebelumnya masih ada. Walaupun de facto sudah tidak berkuasa," ucap Dave.
Seperti diketahui, dilansir Associated Press, separuh dari 7 miliar (lebih dari Rp100 triliun) atau 3,5 miliar dolar AS akan digunakan untuk kompensasi atau santunan bagi para korban tragedi bom 11 September 2001 di New York, bukan untuk membantu jutaan pengungsi Afganistan.
Sebuah sumber menyebutkan, hal ini dikarenakan Taliban dianggap bertanggung jawab terhadap serangan bom tersebut.
Afghanistan memiliki lebih dari 9 miliar dolar AS cadangan, termasuk lebih dari 7 miliar dolar AS cadangan yang disimpan di Amerika Serikat. Sisanya sebagian besar di Jerman, Uni Emirat Arab dan Swis.
Jika Joe Bidan Benar-benar melakukan pengambilan dana tersebut, maka akan terjadi krisis ekonomi bagi rakyat di Afganistan. Belum lagi persoalan 2,6 juta pengungsi Afganistan yang tersebar di berbagai negara. Mereka terkatung-katung di negara yang ditumpanginya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022