Tidak ada yang menyangka awan panas guguran (APG) yang terbentuk dari letusan Gunung Semeru, yang berada di dua wilayah administratif di Jawa Timur, yakni Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang, begitu cepat terbentuk dan longsor, dikarenakan curah hujan tinggi di puncak gunung itu.

Erupsi Gunung Semeru sedikitnya dilaporkan menewaskan 13 orang, menurut keterangan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Minggu (5/12) pagi.

Gunung Semeru hingga kini masih berstatus level II atau waspada, usai material vulkanik menerjang perkampungan warga sekitarnya pada Sabtu (4/12) sore.

Terbentuknya APG atau "wedhus gembel" itu diakibatkan oleh faktor eksternal, curah hujan tinggi di puncak gunung yang menyebabkan ketidakstabilan endapan lidah lava.

Sejumlah korban luka bakar letusan Gunung Semeru dirawat di RSUD Pasirian, Lumajang, Jawa Timur, Minggu (5/12/2021). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis data per 5 Desember 2021 tercatat 13 korban meninggal dunia dan 98 orang terluka dalam bencana letusan Gunung Semeru. ANTARA FOTO/Seno/foc.

Akibat guguran awan tersebut, setidaknya mengakibatkan 102 orang warga mengalami luka-luka, terutama luka bakar.

Warga yang tinggal di perkampungan di sekitar gunung setinggi 3.676 meter di atas permukaan laut itu harus terpaksa mengungsi.

Kerusakan yang diakibatkan dampak erupsi Gunung Semeru juga tampak pada Jembatan Gladak Perak, yang merupakan penghubung jalan nasional antara Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang.

Warga melihat lahar dingin Gunung Semeru, di Jembatan Piket Nol, Candipuro, Lumajang, Jawa Timur, Sabtu (12/12/2020). Banjir lahar dingin di Daerah Aliran Sungai (DAS) Gunung Semeru membawa lava panas, mengeluarkan asap dan berbau belerang. ANTARA FOTO/Seno/hp (ANTARA FOTO/SENO

Jembatan Gladak Perak yang ada di wilayah Kabupaten Lumajang tersebut putus total akibat terjangan banjir lahar dingin usai erupsi.

Hingga kini, warga juga diminta mewaspadai kemungkinan munculnya awan panas guguran, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Gunung Semeru, terutama di sepanjang aliran Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sarat.

Sejumlah warga melihat jembatan Besuk Koboan atau biasa disebut Gladak Perak yang putus di Candipuro, Lumajang, Jawa Timur, Minggu (5/12/2021). Jembatan penghubung jalur Lumajang-Malang tersebut putus akibat diterjang lahar dingin usai gunung Semeru meletus. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/pras

Peringatan dini

Mengutip cuitan dari akun Twitter resmi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM @PVMBG_, Gunung Semeru berada pada level II sejak Mei 2012, sebab hampir setiap hari terjadi erupsi dengan rata-rata 25 kali kejadian.

Aktivitas Gunung Semeru tersebut selalu dilaporkan melalui Whatsapp Group yang terdiri dari unsur masyarakat hingga pemerintah setempat, termasuk kejadian guguran lava pada 1 Desember 2021


Kemudian pada 2 Desember 2021, Pemantauan Gunung Aktif (PGA) Semeru sudah mengeluarkan peringatan agar masyarakat tidak beraktivitas di sekitar Besuk Kobokan, Besuk Kembar, Besuk Bang, dan Besuk sarat, untuk mengantisipasi kejadian guguran/awan panas guguran.
 

Sesungguhnya, peringatan dini akan bahaya guguran dari Gunung Semeru telah disampaikan jauh-jauh hari dan berulang kali.

Gunung Semeru yang mengeluarkan awan panas terlihat dari Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur, Minggu (5/12/2021). Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) meminta masyarakat mewaspadai potensi awan panas dan lahar dingin di sepanjang aliran sungai yang berhulu di puncak Gunung Semeru terutama di aliran Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/pras.

Menurut ahli vulkanologi Surono, gugurnya material vulkanik Gunung Semeru memang dapat dipastikan terjadi dan dapat diprediksi akan gugur ke arah mana.

Namun hal yang tidak dapat dipastikan adalah kapan dan seberapa besar awan panas tersebut dihasilkan. Terlebih dengan pengaruh curah hujan tinggi.

Arahnya jelas ke Besuk Kobokan dan sekitarnya, karena ini besar, kecepatannya sampai 200 km/jam yang isinya abu, kerikil, ujar pria yang akrab disapa Mbah Rono itu.

Mantan Kepala PVMBG tersebut menegaskan bahwa gugurnya awan panas Semeru bukan berasal dari erupsi atau letusan, seperti layaknya kejadian erupsi Gunung Merapi maupun erupsi Gunung Kelud.

APG tersebut berawal dari keluarnya lava, gas dan abu terus-menerus yang menumpuk dan volumenya makin besar sehingga membentuk kubah lava.

(foto udara) Guguran awan panas Gunung Semeru terlihat dari Desa Sumber Wuluh, Lumajang, Jawa Timur, Minggu (5/12/2021). Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat bahwa pada hari ini sedikitnya terjadi dua kali guguran awan panas sehingga warga yang berada di sekitar Gunung Semeru khususnya di daerah yang terdampak diharapkan tetap waspada. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/hp.

Kubah lava yang semakin besar menjadi labil tersebut mengakibatkan isi dari kubah semakin keluar dari kawahnya. Isi dari kubah lava tersebut tentu tidak hanya batuan, namun ada juga berupa cairan sehingga saat kubah longsor dan pecah, ditambah pengaruh curah hujan, terjadi guguran atau longsoran yang terbentuk APG atau menjadi erupsi sekunder.

Mbah Rono menjelaskan adanya korban yang terdampak lantaran aktivitas warga menambang pasir. Di samping itu, warga juga ada yang beternak.

Dia menekankan mitigasi bencana pada warga sekitar Gunung Semeru seharusnya diperhatikan lebih serius oleh Pemerintah Daerah setempat.

Sementara warga yang tinggal di area tersebut pun tak boleh menghiraukan peringatan waspada yang dikeluarkan terhadap aktivitas gunung tersebut.

Pertanyaannya kapan masyarakat yang harus mengikuti, kapan Semeru memberikan rezeki, kata Mbah Rono.

Warga terdampak erupsi Gunung Semeru dievakuasi di Sumberwuluh, Lumajang, Jawa Timur, Sabtu (4/12/2021). ANTARA FOTO/HO/Muhammad Sidkin Ali/Radar Semeru/abs/rwa.

Kewaspadaan

Mbah Rono menyebutkan hingga saat ini tidak ada sistem peringatan dini tercanggih yang dapat meramalkan kapan erupsi gunung terjadi.

Bahkan tidak ada perhitungan secara pasti, kapan saat seseorang bisa menyelamatkan diri dari terjangan awan panas yang bergerak sangat cepat, yang diperkirakan mencapai 600 derajat Celsius itu.

Jalan menyelamatkan diri satu-satunya adalah tidak berada di kawasan Gunung Semeru, sekitar 5-7 kilometer dari kawasan kubah lava saat dikeluarkannya peringatan status waspada.

Sementara itu, hujan yang diprediksi akan mencapai puncaknya pada Februari 2022 sepatutnya juga menjadi kewaspadaan bagi warga yang tinggal di sekitar gunung berapi aktif, sebab terjangan lahar akan membayangi warga sekitar gunung berapi aktif selama musim ini.

Warga mengamati sapinya yang mati akibat tertimbun abu vulkanik dari guguran awan panas Gunung Semeru di Desa Sumber Wuluh, Lumajang, Jawa Timur, Minggu (5/12/2021). Dampak guguran awan panas Gunung Semeru mengakibatkan sedikitnya puluhan rumah warga rusak dan diperkirakan belasan warga dinyatakan hilang. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/rwa.

Selain itu, longsornya APG semestinya telah menjadi pertanda bahwa masyarakat harus segera menghindar dari kawasan gunung.

Karena yang mematikan itu lahar akibat curah hujan tinggi. Berhati-hati bagi warga di sekitar aliran sungai, apalagi kubahnya besar bisa menjadi longsor, guguran dan awan panas, katanya.

Jadi, dalam konteks bencana itu, semestinya tidak sekedar memikirkan bagaimana menanggulangi korban bencana erupsi Gunung Semeru saat ini, namun pemerintah diharapkan juga memikirkan langkah tegas mitigasi yang mengutamakan keselamatan masyarakat. (*)

 

 

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan

Editor : Abdullah Rifai


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021