Pemerintah Kota Kediri, Jawa Timur, berhasil mendaftarkan dua warisan budaya dari kota ini, yakni tahu takwa dan tenun ikat dalam Surat Pencatatan Inventarisasi Kekayaan Intelektual Komunal Ekspresi Budaya Tradisional (HAKI – KIK).
Tenun Ikat Kediri diakui dalam jenis ekspresi budaya tradisional "Seni rupa – dua dimensi, seni rupa – tiga dimensi" sementara tahu takwa diakui dalam jenis pengetahuan tradisional "Kemahiran membuat kerajinan tradisional, makanan/minuman tradisional, moda transportasi tradisional".
"Ini adalah pencapaian luar biasa yang patut kita syukuri bersama. Dengan paten HAKI – KIK ini, tentunya bentuk apresiasi pada para leluhur atau pendahulu yang telah mewariskan pada kita tinggalan budaya tahu takwa dan tenun ikat Kediri," kata Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar di Kediri, Selasa.
Ia mengatakan, warisan budaya ini harus dirawat karena peninggalan leluhur yang dinilai jenius.
"Para pendahulu kita merupakan investor, para penemu yang jenius. Kita yang diwarisi warisan ini harus merawatnya, salah satunya dengan mematenkannya biar bisa terus dinikmati anak cucu," kata Mas Abu, sapaan akrabnya.
Menurut ia, paten HAKI – KIK ini sudah cukup untuk mengonter daerah lain saat hendak melakukan klaim pada tahu takwa dan tenun ikat Kediri.
"Agar tidak terjadi saling klaim dan rebutan, toh masing-masing daerah punya keunikan budaya masing-masing. Jadi kita hormati dengan bentuk paten yang resmi, biar negara yang mengakui melalui surat resmi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia," kata Mas Abu.
Berbagai upaya menuju paten HAKI – KIK ini telah sejak lama digagas oleh Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar. Salah satunya dengan terus mendukung event tahunan Dhoho Street Fashion yang dipelopori oleh Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Ferry Silviana Abu Bakar.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Tenun Ikat Kediri diakui dalam jenis ekspresi budaya tradisional "Seni rupa – dua dimensi, seni rupa – tiga dimensi" sementara tahu takwa diakui dalam jenis pengetahuan tradisional "Kemahiran membuat kerajinan tradisional, makanan/minuman tradisional, moda transportasi tradisional".
"Ini adalah pencapaian luar biasa yang patut kita syukuri bersama. Dengan paten HAKI – KIK ini, tentunya bentuk apresiasi pada para leluhur atau pendahulu yang telah mewariskan pada kita tinggalan budaya tahu takwa dan tenun ikat Kediri," kata Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar di Kediri, Selasa.
Ia mengatakan, warisan budaya ini harus dirawat karena peninggalan leluhur yang dinilai jenius.
"Para pendahulu kita merupakan investor, para penemu yang jenius. Kita yang diwarisi warisan ini harus merawatnya, salah satunya dengan mematenkannya biar bisa terus dinikmati anak cucu," kata Mas Abu, sapaan akrabnya.
Menurut ia, paten HAKI – KIK ini sudah cukup untuk mengonter daerah lain saat hendak melakukan klaim pada tahu takwa dan tenun ikat Kediri.
"Agar tidak terjadi saling klaim dan rebutan, toh masing-masing daerah punya keunikan budaya masing-masing. Jadi kita hormati dengan bentuk paten yang resmi, biar negara yang mengakui melalui surat resmi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia," kata Mas Abu.
Berbagai upaya menuju paten HAKI – KIK ini telah sejak lama digagas oleh Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar. Salah satunya dengan terus mendukung event tahunan Dhoho Street Fashion yang dipelopori oleh Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Ferry Silviana Abu Bakar.
Ajang ini banyak mengundang desainer nasional seperti Didiet Maulana, Lenny Agustin, Priyo Oktaviano, Hanni Hananto dan Era Soekamto untuk membuat rancangan busana berbahan Tenun Ikat Kediri.
Dekranasda Kota Kediri tahun 2020 juga meluncurkan buku "Tenun Ikat Kediri: Menjalin Harmoni, Menjaga Tradisi" yang ternyata masuk sebagai salah satu bukti pendukung terbitnya HAKI – KIK ini.
Sementara itu, tahu sebagai kuliner tertua yang diperkenalkan oleh etnies Tionghoa di Nusantara ternyata juga masuk melalui Kota Kediri saat armada Kubilai Khan merapat di Dermaga Sungai Brantas pada tahun 1292.
Suryatini N. Ganie dalam buku Dapur Naga di Indonesia yang dikutip ulang oleh Historia menyebutkan bahwa "Saat mengunjungi Kediri, kami mendapati tempat berlabuhnya jung-jung Mongol di kota itu (yang) sampai hari ini masih disebut Jung Biru. Armada ini mempunyai jung-jung khusus untuk mengurus makanan tentara, termasuk satu yang khusus untuk menyimpan kacang kedelai dan membuat tahu," tulis Suryatini N. Ganie.
Dekranasda Kota Kediri tahun 2020 juga meluncurkan buku "Tenun Ikat Kediri: Menjalin Harmoni, Menjaga Tradisi" yang ternyata masuk sebagai salah satu bukti pendukung terbitnya HAKI – KIK ini.
Sementara itu, tahu sebagai kuliner tertua yang diperkenalkan oleh etnies Tionghoa di Nusantara ternyata juga masuk melalui Kota Kediri saat armada Kubilai Khan merapat di Dermaga Sungai Brantas pada tahun 1292.
Suryatini N. Ganie dalam buku Dapur Naga di Indonesia yang dikutip ulang oleh Historia menyebutkan bahwa "Saat mengunjungi Kediri, kami mendapati tempat berlabuhnya jung-jung Mongol di kota itu (yang) sampai hari ini masih disebut Jung Biru. Armada ini mempunyai jung-jung khusus untuk mengurus makanan tentara, termasuk satu yang khusus untuk menyimpan kacang kedelai dan membuat tahu," tulis Suryatini N. Ganie.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021