Banyak penghuni apartemen di Kota Surabaya, Jawa Timur, keberatan jika pembayaran pajak bumi bangunan (PPB) yang sampai saat ini masih diatas namakan pengembang.

"Persoalan itu akan diakomodir dalam Raperda Pengelolaan Rusun yang saat ini sedang kami bahas," kata Ketua Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) DPRD Kota Surabaya Josiah Michael saat pembahasan Raperda Pengelolaan Rusun di Surabaya, Senin.

Menurut dia, pihaknya ingin dengan adanya raperda tersebut, maka para penghuni apartemen bisa membayar PBB setelah Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun atau SHMSRS diterima. 

"Sebelum ada SHMSRS, maka akan menjadi kewajiban pengembang," katanya.

Anggota Komisi A DPRD Surabaya ini mengatakan raparda itu juga akan mengatur hal-hal lain terkait pengelolaan rusun salah satunya pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) yang selama ini dikuasai pengembang.

"Kami ingin memastikan P3SRS benar-benar terbentuk dan mewakili pemilik/penghuni, bukan mewakili developer.

Menurut dia, apa yang terjadi saat ini, kebanyakan adalah masyarakat/penghuni apartemen yang dirugikan. Ia mencontoh pengenaan tarif listrik dan air serta service charge atau biaya pelayanan yang tinggi dan tidak transparan.
 
Selain itu, developer atau pengembang seringkali menguasai P3SRS dengan dalih mereka masih menguasai unit-unit yang belum terjual. 

Perwakilan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Pemkot Surabaya Anang mengatakan, pertelaan atau keterangan mengenai perincian dan sebagainya terkait apartemen,  bukan syarat utama untuk pemecahan PBB. 

"Pertelaan dibutuhkan untuk balik nama dari pengembang ke pembeli unit," katanya. (*)
 

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021