Anggota DPR RI Muhammad Sarmuji menilai kemandirian santri sangat cocok menjadi wirausahawan atau santripreneur sehingga harus didorong agar lebih bersemangat dalam berkarya.

"Pontensi SDM santri sebagian besar lulusannya itu sebenarnya tidak bekerja di sektor formal, tidak menjadi karyawan, pegawai, dan sebagian besar punya usaha sendiri. Entah apa saja, toko kelontong, bangunan, roti, jadi perajin konveksi. Ini secara natural sudah dimiliki kalangan santri," kata Sarmuji dalam webinar Santripreneur yang digelar oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri, Jawa Timur, Kamis.

Sarmuji mengatakan sejak di pesantren para santri sudah mempunyai jiwa kemandirian yang tinggi. Mereka tidak tergantung dengan orang lain sehingga mereka berusaha bekerja dengan tangannya sendiri.

Kemandirian para santri itu sangat cocok dan berjiwa entrepreneur. Misalnya, di pesantren memiliki keahlian apa yang akan ditekuni, sehingga dapat jadi bekal ketika lulus.

Pemerintah saat ini sedang menggalakkan industri halal. Kawasan industri halal tersebut tentunya juga akan memacu pertumbuhan ekonomi. Masyarakat akan lebih bisa menerima sebuah produk jika ada sertifikasi halal di label tersebut.

Pria yang kini duduk di Komisi XI DPR RI tersebut juga mengatakan pesantren mempunyai keuntungan yang sangat khusus dan berpotensi bisa mengembangkan industri halal. Para santri bisa menjadi santripreneur dengan beragam keterampilan yang dimiliki.

"Masyarakat yang memiliki usaha tapi belum layak akses perbankan bisa ke bank wakaf mikro. Masyarakat menjadi tahu, paham membuat laporan keuangan serta bagaimana terhubung dengan bank konvensional syariah. Pesantren ini penting bagi perekonomian masyarakat sekitar pesantren," kata dia.

Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren Al Mahrusiah Lirboyo, Kediri K.H. Reza Ahmad Zahid mengatakan di pesatren Lirboyo Kediri, para santri juga diajarkan untuk menjadi seorang santripreneur.

Di pesantren terdapat beberapa usaha yang melibatkan para santri untuk mengurusnya misalnya usaha pembuatan roti, menjahit. Hal itu juga sekaligus pembelajaran bagi para santri.

"Semua yang ada di pesantren itu adalah media pembelajaran untuk para santri, sehingga kiai adalah seorang mediator, seorang motivator dan juga dinamisator," kata dia.

Ia mencontohkan, ketika santri diarahkan oleh para kiai untuk mengelola toko, warung di dalam pondok itu secara otomatis kiai mengajarkan kepada santri bagaimana cara berbisnis, cara berdagang. Selain itu, ada juga santri yang diperintahkan untuk menjaga ternak, jaga pertanian, perkebunan dan otomatis juga mengajarkan santri cara beternak, bercocok tanam.

"Ada juga program yang didesain khusus untuk mengantarkan santri jadi seorang wirausahawan ahli dalam berbisnis seperti pengadaan pelatihan, workshop. Di pesantren ada tempat praktiknya dan ini otomatis tanpa disadari oleh santri, dia sebenarnya digerakkan, diarahkan untuk menjadi bisnisman yang berakhlakul karimah," kata dia.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Kediri juga mendukung agar santri juga mampu secara ekonomi dengan memberikan pelatihan demi mendorong menjadi santripreneur.

"Kami juga telah melakukan upaya pengembangan ekonomi syariah melalui program kemandirian pesantren, pelatihan fasilitasi produk halal, serta mencetak santripreneur melalui sinergi dan kolaborasi program antara pesantren dengan UMKM unggulan," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kediri Sofwan Kurnia.

Jumlah pondok pesantren di wilayah kerja KPwBI Kediri berdasarkan data Kementerian Agama tercatat sebanyak 969 pesantren dengan jumlah santri mencapai 198.108 orang.

Menurut dia, jumlah tersebut merupakan potensi yang sangat besar dalam mendorong pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, khususnya para santri.

"Santri juga dapat menjadi influencer bagi para agen ekonomi yang dapat memajukan ekonomi dan keuangan syariah di lingkungan sekitarnya," ujar dia.

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021