Pembelajaran tatap muka (PTM) di Kota Surabaya, Jawa Timur, diperbolehkan secara terbatas dengan kapasitas maksimal 50 persen sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 35/2021 tentang PPKM.
Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya Supomo di Surabaya, Jumat, mengatakan, selain Inmendagri, penerapannya, juga harus mengikuti aturan yang tercantum dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri.
"Sesuai SKB 4 Menteri, kewenangan penyelenggara PTM adalah pemerintah daerah," katanya.
Artinya, lanjut dia, pembukaan PTM di Surabaya ditentukan oleh Pemkot Surabaya dengan melihat kondisi kasus COVID-19 dan kesiapan protokol kesehatan (prokes) dari pihak sekolah.
"Jadi tidak serta merta ketika kita (Surabaya) turun ke Level 3, kemudian langsung bisa membuka PTM dan langsung jalan. Karena di SKB 4 menteri, diatur juga kesiapan-kesiapan sekolah, kemudian apa yang harus dilengkapi dan segala macam itu harus dipenuhi," kata Supomo.
Ia menjelaskan, dalam SKB 4 Menteri tersebut, ada beberapa syarat kewajiban yang harus dipenuhi sekolah atau lembaga pendidikan sebelum menerapkan PTM, di antaranya, menyediakan wastafel atau tempat mencuci tangan, hand sanitizer, hingga thermogun untuk mengecek suhu tubuh siswa dan guru.
"Setelah kesiapan sekolah itu dipenuhi, kemudian sekolah harus mengisi data di Dapodik (Data Pokok Pendidikan). Selanjutnya dilakukan asesmen oleh Satgas COVID-19 Surabaya untuk melihat benar tidaknya yang pihak sekolah sampaikan," ujarnya.
Supomo mencontohkan, pihak sekolah menyampaikan dalam Dapodik jika memiliki 10 unit wastafel. Namun, saat dilakukan asesmen, kenyataanya di lapangan hanya tersedia satu unit wastafel.
"Sehingga kita perlu melakukan cek ke lapangan (sekolah) juga. Satgas COVID-19 turun melakukan asesmen," ujarnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kabid Sekolah Menengah (Sekmen) Dispendik Kota Surabaya, Tri Aji Nugroho menyatakan, setelah melalui proses asesmen, maka langkah selanjutnya yakni dilakukan simulasi PTM. Ini dilakukan untuk memastikan bahwa selama pelaksanaan PTM, penerapan prokes tetap terkontrol.
"Setelah asesmen kita lakukan simulasi dulu. Karena jangan sampai kemudian ketika langsung dijalankan PTM, ternyata prokes di sana (sekolah) tidak terkontrol. Karenanya dilakukan simulasi terlebih dahulu untuk melihat bagaimana mereka (pihak sekolah) menerapkan protokol itu," kata Tri Aji Nugroho.
Oleh sebab itu, Aji menegaskan, bahwa tidak serta merta ketika PPKM di Surabaya turun ke Level 3, pembelajaran tatap muka langsung dibuka. Sebab, apabila mengacu pada SKB 4 Menteri, pihak sekolah juga harus memastikan kesiapannya.
"Memang secara Inmendagri diizinkan PTM. Tapi, mengacu pada SKB 4 Menteri, pihak sekolah juga harus siap dulu. Dan siswanya yang boleh masuk pun yang telah diizinkan orang tua. Kalau orang tua tidak mengizinkan PTM tidak masalah, anak itu bisa mengikuti daring," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya Supomo di Surabaya, Jumat, mengatakan, selain Inmendagri, penerapannya, juga harus mengikuti aturan yang tercantum dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri.
"Sesuai SKB 4 Menteri, kewenangan penyelenggara PTM adalah pemerintah daerah," katanya.
Artinya, lanjut dia, pembukaan PTM di Surabaya ditentukan oleh Pemkot Surabaya dengan melihat kondisi kasus COVID-19 dan kesiapan protokol kesehatan (prokes) dari pihak sekolah.
"Jadi tidak serta merta ketika kita (Surabaya) turun ke Level 3, kemudian langsung bisa membuka PTM dan langsung jalan. Karena di SKB 4 menteri, diatur juga kesiapan-kesiapan sekolah, kemudian apa yang harus dilengkapi dan segala macam itu harus dipenuhi," kata Supomo.
Ia menjelaskan, dalam SKB 4 Menteri tersebut, ada beberapa syarat kewajiban yang harus dipenuhi sekolah atau lembaga pendidikan sebelum menerapkan PTM, di antaranya, menyediakan wastafel atau tempat mencuci tangan, hand sanitizer, hingga thermogun untuk mengecek suhu tubuh siswa dan guru.
"Setelah kesiapan sekolah itu dipenuhi, kemudian sekolah harus mengisi data di Dapodik (Data Pokok Pendidikan). Selanjutnya dilakukan asesmen oleh Satgas COVID-19 Surabaya untuk melihat benar tidaknya yang pihak sekolah sampaikan," ujarnya.
Supomo mencontohkan, pihak sekolah menyampaikan dalam Dapodik jika memiliki 10 unit wastafel. Namun, saat dilakukan asesmen, kenyataanya di lapangan hanya tersedia satu unit wastafel.
"Sehingga kita perlu melakukan cek ke lapangan (sekolah) juga. Satgas COVID-19 turun melakukan asesmen," ujarnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kabid Sekolah Menengah (Sekmen) Dispendik Kota Surabaya, Tri Aji Nugroho menyatakan, setelah melalui proses asesmen, maka langkah selanjutnya yakni dilakukan simulasi PTM. Ini dilakukan untuk memastikan bahwa selama pelaksanaan PTM, penerapan prokes tetap terkontrol.
"Setelah asesmen kita lakukan simulasi dulu. Karena jangan sampai kemudian ketika langsung dijalankan PTM, ternyata prokes di sana (sekolah) tidak terkontrol. Karenanya dilakukan simulasi terlebih dahulu untuk melihat bagaimana mereka (pihak sekolah) menerapkan protokol itu," kata Tri Aji Nugroho.
Oleh sebab itu, Aji menegaskan, bahwa tidak serta merta ketika PPKM di Surabaya turun ke Level 3, pembelajaran tatap muka langsung dibuka. Sebab, apabila mengacu pada SKB 4 Menteri, pihak sekolah juga harus memastikan kesiapannya.
"Memang secara Inmendagri diizinkan PTM. Tapi, mengacu pada SKB 4 Menteri, pihak sekolah juga harus siap dulu. Dan siswanya yang boleh masuk pun yang telah diizinkan orang tua. Kalau orang tua tidak mengizinkan PTM tidak masalah, anak itu bisa mengikuti daring," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021