Anggota Bidang Kebijakan Publik Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Agung Utomo menyampaikan penerapan Zero ODOL (Over Dimension Over Load) pada awal 2023 akan berpengaruh pada sektor industri kelapa sawit.

Dalam keterangan tertulis yang diterima di Surabaya, Kamis, penerapannya akan mengganggu pemasukan negara dari cadangan devisa dari sektor industri kelapa sawit.

Ia menjelaskan, kebutuhan ekspor dari industri kelapa sawit tercatat sebanyak 35 juta ton per tahun, yang setara dengan devisa negara sebesar 22,6 miliar dolar AS.

Baca juga: "Zero ODOL" 2023, ini dampak pertumbuhan ekonomi Indonesia

Baca juga: Kebijakan "Zero ODOL" diminta mempertimbangkan dampak ekonomi

Secara umum, dia mengatakan total kepentingan minyak sawit dan turunannya yang terdiri dari CPO, oleo Chemical, Biodiesel, Lauric, Refine, sebanyak 52 juta ton per tahun  atau sekitar 71 ribu truk.

Sementara, untuk kebutuhan ekspor jumlahnya mencapai 68 persen atau 35 juta ton per tahun atau sekitar 48 ribu truk, sedangkan kebutuhan domestik sebesar 32 persen atau 17 juta ton per tahun atau sekitar 23 ribu truk.

Agung memberi gambaran bahwa 50 persen truk beroperasi di jalan raya sehingga jika normalisasi ODOL tetap dilaksanakan awal 2023, sementara sektor industri kelapa sawit masih perlu waktu untuk mempersiapkannya hingga 2025 akibat pandemi maka bisa menghambat operasional truk angkutan minyak sawit dan turunannya.

"Hambatan itu minimum berimbas pada total 48 ribu truk untuk kepentingan ekspor. Akibatnya, ekspor minyak sawit dan turunannya dipastikan akan terganggu, dan itu otomatis juga akan mengganggu pemasukan devisa negara dari sektor sawit ini," katanya.

Sebelumnya, Fredy Agung Prabowo dari Asosiasi Semen Indonesia (ASI) juga mengatakan pelaksanaan zero ODOL pada awal 2023 di tengah ketidaksiapan industri semen akibat pandemi, bisa dipastikan akan menghambat proyek-proyek strategis nasional seperti pembangunan infrastruktur yang menjadi salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional.

Pasalnya, kebijakan itu akan menghambat industri semen yang menjadi salah satu komponen utama dalam pembangunan infrastruktur ini untuk bisa dengan cepat mendistribusikan semennya ke lokasi proyek. (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021