Guru Besar Fakultas Teknik UGM yang juga Ketua Tim Teknis Penyusun Kajian Indonesia Menuju "Zero ODOL", Sigit Priyanto, menyampaikan penerapan pada 2023 akan menyebabkan terjadinya penurunan PDB sebesar 0,057 persen.

"Hal itu terjadi karena setiap 1 persen penurunan efisiensi aktivitas jasa transportasi darat, ternyata menyebabkan penurunan PDB riil 0,057 persen," ujarnya dalam keterangan pers yang diterima di Surabaya, Rabu malam.

Pada kesempatan FGD bertajuk "Kebijakan Zero ODOL, Kesiapan Industri dan Tantangan Menjaga Pertumbuhan Ekonomi di Tengah Pandemi COVID-19" baru-baru ini, Sigit Priyanto juga telah menyampaikannya.

"Zero ODOL" merupakan kebijakan Kementerian Perhubungan yang bertujuan untuk penegakan kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang berkaitan dengan lalu lintas dan angkutan jalan.

Menurut Sigit, penurunan efisiensi itu terjadi karena adanya kenaikan biaya transportasi yang akan menaikkan harga barang.

Karena itu, ia mengusulkan perlunya studi lebih detail terkait berbagai unefisiensi dalam pengangkutan barang di Indonesia sebelum Zero ODOL benar-benar diterapkan.

"Kalau semua industri dipaksa harus Zero ODOL pada 2023 maka akan sulit mengubah truk-truk menjadi ukuran yang tidak zero ODOL karena butuh banyak biaya. Padahal, kondisi industri masih mengalami kemerosotan akibat terdampak pandemi yang masih terjadi hingga kini," katanya.

Sementara itu, para pelaku industri mengakui tetap mendukung pemerintah untuk mewujudkan Zero ODOL.

Hal itu dibuktikan dari persiapan-persiapan yang telah, namun karena pandemi yang berlangsung selama hampir dua tahun ini telah membuat kondisi industri menjadi porak poranda.

Pelaku industri meminta pemerintah agar diberikan kesempatan dulu untuk memulihkan kondisi mereka, dan menunda lagi penerapan ZERO ODOL hingga 2025.

Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Rachmat Hidayat, mengungkapkan pandemi telah menurunkan utilitas industri makanan dan minuman menjadi 60-an persen dari sebelumnya 80-an persen.

"Bayangkan, 20-an persen itu menganggur. Akibatnya, barang yang mau diangkut transporter, logistik itu tidak ada. Jadi truknya juga menganggur. Kemudian terjadi krisis komoditas karena kelangkaan barang. Kondisi ini mengakibatkan penjualan menurun, cost naik, profit anjlok. Jadi ini adalah situasi suram," tuturnya.

Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP), Yustinus Gunawan juga mengatakan penerapan Zero ODOL akan menaikkan biaya logistik di industri kaca sebesar 23 persen.

Ia mengaku butuh waktu setahun untuk memulihkan operasional industri akibat pandemi COVID-19. (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021