Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengungkapkan kesedihannya atas lonjakan kasus COVID-19 disertai dengan banyaknya warga yang meninggal akibat virus tersebut di Kota Pahlawan, Jawa Timur, akhir-akhir ini.
Eri Cahyadi di Surabaya, Kamis, mengungkapkan kesedihan itu dalam program "Mata Najwa" yang disiarkan di salah satu stasiun televisi nasional pada Rabu (30/6) malam.
"Saya sedih sampai tidak bisa tidur saat ada warga Surabaya yang meninggal karena COVID-19 untuk bisa dimakamkan harus antre sampai 10 jam," katanya.
Menurut Eri, untuk mengeluarkan jenazah dari rumah sakit hingga siap dimakamkan perlu waktu sangat lama, karena antreannya panjang, mengingat setiap hari selalu ada warga yang meninggal. Total sudah ada 2.700 warga Surabaya yang meninggal dengan pemakaman berbasis protokol kesehatan.
"Saya harus sampaikan kabar tidak enak ini. Sekarang bukan hanya rumah sakit yang penuh sesak, tapi juga layanan pemulasaran jenazah. Saya turun ke lapangan. Mengetahui ada salah satu rumah sakit yang proses pemulasaran jenazahnya harus antre berjam-jam," ujarnya.
Mendapati hal itu, mantan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya itu langsung membikin fasilitas pemulasaran jenazah untuk membantu rumah sakit. Jadi jenazah dari rumah sakit langsung dibawa ke fasilitas pemulasaran jenazah milik Pemkot Surabaya untuk diproses, mulai dari dimandikan, dikafani, disalatkan, dan dimakamkan.
Sehingga diputuskan khusus warga Surabaya, pemulasaran jenazahnya bisa dilakukan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Keputih Surabaya. Pemkot Surabaya juga menyiapkan berbagai kebutuhan untuk pemulasaran jenazah, mulai dari modin dan pemandian beserta kebutuhan lainnya.
"Jadi mulai memandikan, menyalati, hingga dimakamkan bisa dilakukan di TPU Keputih langsung khusus untuk pasien COVID-19 warga Surabaya, sehingga tidak perlu jauh-jauh. Jadi yang terpenting tidak harus menunggu berjam-jam proses pemulasaran di rumah sakit," katanya.
Selain itu, dalam program Mata Najwa, Wali Kota Eri mengaku juga ikut melakukan inspeksi di sejumlah warung makan dan restoran di Surabaya. Eri mengaku bersyukur warga Surabaya mulai mematuhi aturan PPKM Mikro maupun protokol kesehatan.
Eri memakai pendekatan persuasif yang menyentuh hati warga. Ia tidak ingin sekadar semena-mena menegakkan aturan tanpa menyentuh hati warga.
"Bukan saya tidak cinta kepada warga Surabaya. Tapi yang bisa memutus mata rantai ini warga, jadi saya cuma bilang tolong selamatkan orang-orang terdekat, selamatkan orang yang kita cintai dengan menaati protokol kesehatan," katanya.
Selain itu, kata Eri membuat program "Surabaya Memanggil" yang terdiri dari relawan anak muda yang sekarang juga ikut bergerak dalam penanganan COVID-19 di Surabaya. "Ada yang membantu dengan donasi, beras, tapi ada juga yang membantu dengan tenaganya," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
Eri Cahyadi di Surabaya, Kamis, mengungkapkan kesedihan itu dalam program "Mata Najwa" yang disiarkan di salah satu stasiun televisi nasional pada Rabu (30/6) malam.
"Saya sedih sampai tidak bisa tidur saat ada warga Surabaya yang meninggal karena COVID-19 untuk bisa dimakamkan harus antre sampai 10 jam," katanya.
Menurut Eri, untuk mengeluarkan jenazah dari rumah sakit hingga siap dimakamkan perlu waktu sangat lama, karena antreannya panjang, mengingat setiap hari selalu ada warga yang meninggal. Total sudah ada 2.700 warga Surabaya yang meninggal dengan pemakaman berbasis protokol kesehatan.
"Saya harus sampaikan kabar tidak enak ini. Sekarang bukan hanya rumah sakit yang penuh sesak, tapi juga layanan pemulasaran jenazah. Saya turun ke lapangan. Mengetahui ada salah satu rumah sakit yang proses pemulasaran jenazahnya harus antre berjam-jam," ujarnya.
Mendapati hal itu, mantan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya itu langsung membikin fasilitas pemulasaran jenazah untuk membantu rumah sakit. Jadi jenazah dari rumah sakit langsung dibawa ke fasilitas pemulasaran jenazah milik Pemkot Surabaya untuk diproses, mulai dari dimandikan, dikafani, disalatkan, dan dimakamkan.
Sehingga diputuskan khusus warga Surabaya, pemulasaran jenazahnya bisa dilakukan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Keputih Surabaya. Pemkot Surabaya juga menyiapkan berbagai kebutuhan untuk pemulasaran jenazah, mulai dari modin dan pemandian beserta kebutuhan lainnya.
"Jadi mulai memandikan, menyalati, hingga dimakamkan bisa dilakukan di TPU Keputih langsung khusus untuk pasien COVID-19 warga Surabaya, sehingga tidak perlu jauh-jauh. Jadi yang terpenting tidak harus menunggu berjam-jam proses pemulasaran di rumah sakit," katanya.
Selain itu, dalam program Mata Najwa, Wali Kota Eri mengaku juga ikut melakukan inspeksi di sejumlah warung makan dan restoran di Surabaya. Eri mengaku bersyukur warga Surabaya mulai mematuhi aturan PPKM Mikro maupun protokol kesehatan.
Eri memakai pendekatan persuasif yang menyentuh hati warga. Ia tidak ingin sekadar semena-mena menegakkan aturan tanpa menyentuh hati warga.
"Bukan saya tidak cinta kepada warga Surabaya. Tapi yang bisa memutus mata rantai ini warga, jadi saya cuma bilang tolong selamatkan orang-orang terdekat, selamatkan orang yang kita cintai dengan menaati protokol kesehatan," katanya.
Selain itu, kata Eri membuat program "Surabaya Memanggil" yang terdiri dari relawan anak muda yang sekarang juga ikut bergerak dalam penanganan COVID-19 di Surabaya. "Ada yang membantu dengan donasi, beras, tapi ada juga yang membantu dengan tenaganya," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021