Komisi C  Bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya mempertanyakan kepada pemerintah kota terkait pergantian nama dari Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) menjadi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) Benowo.

Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya Aning Rahmawati di Surabaya, Kamis, mengatakan, dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 44 tahun 2015, nama yang dipakai untuk pengelolaan sampah menjadi energi listrik adalah PLTSa, sehingga perlu penjelasan tersendiri mengapa Pemerintah Kota Surabaya menggunakan PSEL menggantikan PLTSa. 

"Harusnya hal tersebut dapat disesuaikan dengan aturan yang ada," ujarnya.

Selain itu, Aning juga memberikan catatan terkait tipping fee atau biaya yang dikeluarkan anggaran pemerintah daerah kepada pengelola sampah selama 20 tahun mencapai Rp1,4 triliun jika sampah yang masuk 1.000 ton perhari.

Menurut dia, dengan adanya biaya pengelolaan sampah yang sangat tinggi itu, diharapkan yang didapatkan dari Pemkot Surabaya harus betul-betul bisa mengembalikan kemanfaatannya pada masyarakat. 

"Tidak hanya dalam pengelolaan sampah, namun juga listrik yang dihasilkan. Selama 20 tahun kontrak, listrik yang dihasilkan harus terus dijaga kestabilan maupun produktivitasnya," ujarnya.

Aning juga mengatakan, Pemkot harus memastikan bahwa SDM dan juga alat yang diinvestasikan masih dalam kondisi 85 persen bagus untuk alat, dan SDM nya betul-betul terampil saat nanti serah terima dan pelunasan tipping fee. 

"Sehingga tidak menimbulkan celah kerusakan alat karena penyusutan, ataupun SDM yang masih belum terampil. Mengingat waktu perjanjian kontraknya sangat lama yaitu 20 tahun," kata perempuan lulusan Teknik Lingkungan ITS ini.

Selain beberapa catatan tersebut, di tengah-tengah kegembiraan warga Surabaya karena PSEL Benowo bisa mengolah 1.000 ton sampah perhari, dan menghasilkan 11 megawatt listrik, Aning memandang perlu agar pemkot  mempersiapkan roadmap menuju Surabaya Nol Sampah.

Hal tersebut seiring dengan akan dibahasnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Surabaya 2021-2026.

"Sistem sanitary landfill dan gasifikasi yang menghasilkan gas, untuk selanjutnya dikonversi menjadi listrik akan sangat efektif untuk sampah anorganik. Ini pernah diteliti oleh Teknik Lingkungan ITS. Karena sampah anorganik punya nilai kalor bakar yang tinggi. Sehingga pemilahan sampah menjadi faktor yang sangat menentukan  efisiensi dan efektifitas  pengolahan sampah di TPA Benowo," katanya.

Aning menuturkan, selama ini pemilahan sampah diluar Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) masih sangat minimal sekali. Meskipun di rumah atau persil sudah dipisah, namun saat pengambilan sampah dalam hal ini pengangkutan, masih tercampur antara organik dan anorganik. 

"Ini yang kedepan perlu mendapat perhatian khusus oleh pemkot. Karena menguatkan budaya pemilahan sampah, baik pada masyarakat maupun SDM pengangkutan oleh DKRTH, perlu kerja keras. Disamping juga perlu penguatan regulasinya," kata Aning.

Alumnus Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITS ini kemudian menyampaikan, Surabaya Nol Sampah bisa dimulai dengan memanfaatkan  pemenang lomba Surabaya Smart City (SSC) sebagai pilot project pengentasan sampah. 

Diketahui PSEL yang berlokasi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo, Surabaya itu akan diresmikan Presiden RI Joko Widodo pada Kamis ini.

Pada kesempatan itu, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi akan memamerkan ruang kontrol PSEL kepada Jokowi.  DI ruang kontrol tersebut, Jokowi akan menyaksikan proses mesin bekerja mengolah sampah menjadi listrik secara mendetail mulai dari melihat bentuk mesin, jumlah tonase serta jumlah listrik yang dihasilkan.
 
"Di lantai itu ada ruang engineer, ruang panel 380V, ruang turbin, ruang sampling dan ruang elektrik. Beliau kami ajak untuk meninjau lantai 3," ujar Eri. (*)

 

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021