Pakar hukum dari Universitas Airlangga (Unair) Sapta Aprilianto, S.H. M.H., LL.M bersaksi dalam sidang lanjutan perkara penipuan pembangunan infrastruktur pertambangan nikel di Pengadilan Negeri Surabaya yang mendudukkan Christiam Halim sebagai terdakwa.

Ahli hukum pidana Unair itu berpendapat delik penipuan dalam pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) memenuhi unsur apabila korban dalam perkara ini telah menyerahkan sesuatu kepada pelaku.

"Sedangkan unsur dalam pasal 372 KUHP merupakan delik kejahatan terhadap harta. Fokus perbuatan dalam  pasal 372 KUHPidana yaitu pada penggunaan harta yang bukan milik pelaku," katanya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Tumpal Sagala, SH, di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa.

Pembangunan infrastruktur pertambangan nikel yang diperkarakan berlokasi di Desa Ganda Ganda, Kecamatan Petasia, Kabupaten Marowali Utara, Sulawesi Tengah.

Christian Halim duduk sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Surabaya setelah dilaporkan oleh Christeven Megonoto, yang tak lain adalah salah satu teman kongsinya dalam proyek pembangunan infrastruktur pertambangan nikel tersebut, dengan mendirikan PT Cakra Inti Mineral, sebuah perusahaan penerima hak eksklusif dari PT Trinusa Dharma Utama sebagai pemegang izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP OP).

Baca juga: Sidang penipuan tambang nikel berlanjut setelah terdakwa dua kali absen

Awal tahun 2019, Christian meyakinkan temannya itu untuk berinvestasi senilai Rp20,5 miliar untuk membangun infrastruktur penunjang kegiatan pertambangan nikel di Marowali Utara, dengan iming-iming bisa menghasilkan tambang nikel sebanyak 100.000 matrik/ton setiap bulan-nya, yang artinya modal investasi-nya bisa langsung tertutupi dalam sebulan. 

Kenyatanya, keuntungan dari hasil tambang nikel yang dijanjikan terdakwa Christian sampai hari ini tidak pernah terealisasi. Dari semula menyatakan mampu menghasilkan 100 ribu matrik/ton per-bulan hanya terealisasi 17 ribu matrik. 

Menurut Sapta, dalam perkara ini, perjanjian bisa saja dikemas guna memperlancar niat jahat pelaku.

"Ada unsur melawan hukum jika terjadi penipuan dalam kesepakatan tersebut," ucap-nya. 

Jaksa Penuntut Umum Novan B Arianto dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menilai kesaksian ahli hukum Unair tersebut mendukung dakwaannya. 

"Terdakwa menjanjikan membangun infrastruktur pertambangan nikel dengan dana Rp20 miliar. Namun saat dilakukan appraisal nilainya jauh dari dana yang dikucurkan korban. Di situlah unsur penipuan dan penggelapannya," katanya.

Pewarta: Hanif Nashrullah

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021