Kepala Cabang BPJS Kesehatan Gresik, Tutus Novita Dewi mengapresiasi program direksi baru, yakni "BPJS Kesehatan Mendengar" sebab bisa menciptakan inovasi-inovasi yang meningkatkan mutu layanan serta meningkatkan kepuasan peserta.
"Ini merupakan program direksi periode baru, dan sangat mendukung karena dengan adanya program ini BPJS Kesehatan bisa melakukan evaluasi sekaligus mendengar aspirasi atau masukan dari beberapa pemangku kepentingan demi keberlangsungan program JKN-KIS yang sustain. Selain itu, dari aspirasi tersebut dapat menjadi peluang untuk terus menciptakan inovasi," kata Tutus, di Gresik, Senin.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti secara virtual telah meluncurkan Program “BPJS Kesehatan Mendengar” dalam rangka membangun ekosistem Program JKN-KIS yang ideal.
Program ini, berupaya untuk mengoptimalisasi sinergi lintas sektoral dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, manajemen fasilitas kesehatan, tenaga medis, pemberi kerja, asosiasi fasilitas kesehatan, organisasi profesi, akademisi, pakar dan stakeholders JKN-KIS lainnya.
"Program ini juga untuk menjaring berbagai masukan dan saran yang konstruktif dari para stakeholders JKN-KIS tersebut," kata Ali, dalam keterangan virtualnya yang dilaksanakan di Gedung BPJS Kesehatan, Jakarta Pusat.
Sementara, dalam kegiatan itu Ali juga mendapatkan laporan bahwa persoalan antrean dan diskriminasi layanan masih mendominasi keluhan peserta BPJS Kesehatan dalam kurun tujuh tahun terakhir.
"Keluhan terbanyak itu merasa dianaktirikan, kemudian antrean itu lama bisa lima jam sampai enam jam itu masuk (laporan)," katanya.
Menanggapi hal itu, Tutus mengakui, bahwa di Kabupaten Gresik telah berupaya mengurai antrean peserta di fasilitas kesehatan (faskes), dengan membangun sistem antrean daring yang terintegrasi dengan mobile JKN, sehingga peserta bisa mengambil nomor antrean dari rumah dan bisa memperkirakan datang ke faskes mendekati jam layanan.
"Sistem antrean ini juga terintegrasi dengan antrean di faskes bagi faskes yang sudah memiliki sistem antrian untuk pelayanan kesehatannya dengan melakukan bridging antrean daring," katanya.
Saat ini, kata Tutus, terdapat 135 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), dan 11 Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan (FKTR) yang menerapkan antrean daring, namun dalam tahun ini ditarget seluruhnya dapat mengimplementasikan antrean daring.
"Dalam pemberian pelayanan pada awal Januari 2021, seluruh faskes telah menandatangani komitmen tersebut, yakni tidak membedakan antara pasien JKN dengan yang lain. Dan jika didapati ada faskes yg masih diskriminasi, kami mempunyai saluran untuk penyampaian keluhan, bisa melalui Mobile JKN, care centre 1500400 atau dengan aplikasi Lapor," kata Tutus, menjelaskan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
"Ini merupakan program direksi periode baru, dan sangat mendukung karena dengan adanya program ini BPJS Kesehatan bisa melakukan evaluasi sekaligus mendengar aspirasi atau masukan dari beberapa pemangku kepentingan demi keberlangsungan program JKN-KIS yang sustain. Selain itu, dari aspirasi tersebut dapat menjadi peluang untuk terus menciptakan inovasi," kata Tutus, di Gresik, Senin.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti secara virtual telah meluncurkan Program “BPJS Kesehatan Mendengar” dalam rangka membangun ekosistem Program JKN-KIS yang ideal.
Program ini, berupaya untuk mengoptimalisasi sinergi lintas sektoral dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, manajemen fasilitas kesehatan, tenaga medis, pemberi kerja, asosiasi fasilitas kesehatan, organisasi profesi, akademisi, pakar dan stakeholders JKN-KIS lainnya.
"Program ini juga untuk menjaring berbagai masukan dan saran yang konstruktif dari para stakeholders JKN-KIS tersebut," kata Ali, dalam keterangan virtualnya yang dilaksanakan di Gedung BPJS Kesehatan, Jakarta Pusat.
Sementara, dalam kegiatan itu Ali juga mendapatkan laporan bahwa persoalan antrean dan diskriminasi layanan masih mendominasi keluhan peserta BPJS Kesehatan dalam kurun tujuh tahun terakhir.
"Keluhan terbanyak itu merasa dianaktirikan, kemudian antrean itu lama bisa lima jam sampai enam jam itu masuk (laporan)," katanya.
Menanggapi hal itu, Tutus mengakui, bahwa di Kabupaten Gresik telah berupaya mengurai antrean peserta di fasilitas kesehatan (faskes), dengan membangun sistem antrean daring yang terintegrasi dengan mobile JKN, sehingga peserta bisa mengambil nomor antrean dari rumah dan bisa memperkirakan datang ke faskes mendekati jam layanan.
"Sistem antrean ini juga terintegrasi dengan antrean di faskes bagi faskes yang sudah memiliki sistem antrian untuk pelayanan kesehatannya dengan melakukan bridging antrean daring," katanya.
Saat ini, kata Tutus, terdapat 135 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), dan 11 Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan (FKTR) yang menerapkan antrean daring, namun dalam tahun ini ditarget seluruhnya dapat mengimplementasikan antrean daring.
"Dalam pemberian pelayanan pada awal Januari 2021, seluruh faskes telah menandatangani komitmen tersebut, yakni tidak membedakan antara pasien JKN dengan yang lain. Dan jika didapati ada faskes yg masih diskriminasi, kami mempunyai saluran untuk penyampaian keluhan, bisa melalui Mobile JKN, care centre 1500400 atau dengan aplikasi Lapor," kata Tutus, menjelaskan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021