Ada yang menarik dari pelantikan 17 dari 19 kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2020 di Jawa Timur pada akhir pekan lalu, yakni munculnya beberapa anak muda sebagai bupati dan wakil bupati atau wali kota dan wakil wali kota.

Dari deretan kepala daerah berusia muda itu, di antaranya ada nama Mochammad Nur Arifin yang dilantik sebagai Bupati Trenggalek pada usia 31 tahun. Mas Ipin, panggilan akrabnya, bisa dibilang bupati dari kalangan milenial, juga pendampingnya Wabup Syah Muhammad Natanegara usianya sama.

Kepala daerah muda lainnya adalah Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali yang berusia 30 tahun, Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani (36 tahun), Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana (29 tahun), Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky (29 tahun/dilantik Mei 2021), Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji (42 tahun/dilantik April 2021), dan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi (44 Tahun).

Kemunculan pemimpin-pemimpin muda itu memberikan "angin segar" bagi masyarakat. Selain gesit, lincah, dan bugar, anak-anak muda biasanya lebih visioner dan memiliki banyak gagasan inovatif untuk memajukan daerah. Bukan berarti kepala daerah atau pemimpin yang sudah "berumur" tidak visioner dan inovatif.

Kita bisa berkaca pada pengalaman Abdullah Azwar Anas yang memimpin Kabupaten Banyuwangi pada usia 37 tahun dan cukup sukses menjadi bupati selama dua periode. Banyuwangi yang sebelumnya tidak banyak dikenal, kini pamornya sudah menasional dan menginternasional berkat sentuhan seorang Azwar Anas dengan berbagai visi, misi, dan inovasinya. Banyak daerah dan instansi pemerintah pusat yang menjadikan daerah berjuluk Sunrise of Java ini sebagai rujukan dalam pembangunan, mulai layanan publik hingga pariwisata.

Memang keberhasilan itu tidak mudah dicapai. Perlu kerja keras dan dukungan dari seluruh jajaran di bawahnya, terutama mengubah kebiasaan dan pola kerja aparatur sipil negara. Awalnya memang berat, tetapi seiring berjalannya waktu, kebiasaan baru dalam bekerja akan terbentuk.

Mengutip pendapat pakar ekonomi Profesor Rhenald Kasali, Ph.D, bahwa dalam situasi dunia yang terus berubah dengan cepat saat ini, dibutuhkan manusia-manusia berkarakter driver (pengemudi) yang berkompetensi, cekatan, gesit, berinisiatif, dan kreatif. Seorang driver jangankan tertidur, mengantuk saja tidak boleh. Mereka dipaksa untuk berenang, mengayuh, dan berlari cepat. Mereka harus inisiatif dan kreatif dalam menentukan jalan mana yang akan mereka lalui untuk menuju tujuan.

Pemimpin setidaknya harus memiliki karakter seperti itu, bukan lagi sebagai passenger (penumpang) yang cenderung menjalani rutinitas, menghindari risiko dan tantangan. Mentalitas passenger yang masih tertanam di sebagian besar kalangan ASN, termasuk para pejabat OPD, harus dihilangkan agar kepala daerah selaku driver bisa menjalankan roda pemerintahan dengan baik dan mendapat dukungan bawahannya.

Namun demikian, jangan sampai pemimpin atau kepala daerah salah jalan atau kebablasan ketika "mengemudikan" roda pemerintahan hingga berurusan dengan masalah hukum. Ingat, sudah puluhan kepala daerah se-Indonesia, baik gubernur maupun bupati/wabup atau wali kota/wawali yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terlibat kasus korupsi.

Di antara kepala daerah itu, ada beberapa dari Jawa Timur. Mereka umumnya terlibat kasus suap dan gratifikasi karena meloloskan proyek-proyek kepada mitra pemerintah daerah. Bisa jadi sang kepala daerah ini balas budi karena sudah banyak dibantu saat pilkada yang membutuhkan ongkos politik cukup besar. Sehingga, berbagai cara ditempuh untuk menutup biaya yang sudah dikeluarkan hingga harus menabrak aturan hukum. Semoga tidak ada lagi kepala daerah di Jatim yang terjerat kasus KKN, tetapi sebaliknya mereka mampu merealisasikan janji-janji kampanyenya untuk menyejahterakan rakyat. (*)

Pewarta: Didik Kusbiantoro

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021