Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) periode 2009 hingga 2014 Prof Mohammad Nuh mengkhawatirkan ancaman "learning loss" atau penurunan kemampuan belajar siswa akibat pandemi COVID-19 dapat memperparah kemiskinan pendidikan di Tanah Air.
"Ini kekhawatiran paling mendasar saya dampak dari 'learning loss'," kata dia saat memberikan pelatihan kepada wartawan secara virtual yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Sebab, kata dia, selama beberapa bulan pembelajaran jarak jauh diterapkan belum semua sekolah atau anak didik bisa mengakses ke sumber utama pembelajaran yakni dalam jaringan (daring).
Hal tersebut bisa saja diakibatkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana, biaya untuk membeli kuota internet, ketersediaan gawai, akses internet yang terbatas serta faktor lainnya.
Bagi masyarakat kelompok menengah ke atas dan tinggal di daerah perkotaan, katanya, mungkin keadaan pembelajaran di masa pandemi atau pembelajaran jarak jauh tidak terlalu menjadi masalah yang signifikan.
"Mereka yang punya alat, sarana dan prasarana mungkin aman-aman saja. Tapi bagaimana yang tidak? Akibatnya terjadi disparitas yang semakin melebar," kata Rektor ITS Surabaya periode 2003-2007 itu.
Oleh sebab itu, Mohammad Nuh yang juga sebagai Ketua Dewan Pers tersebut mendorong pemerintah, terutama pemangku kebijakan segera mengatasi masalah pendidikan agar tidak terjadi disparitas.
Sebab, penurunan pembelajaran siswa di masa pandemi tidak hanya berdampak pada masa sekarang tetapi juga menyangkut masa depannya.
"Anak-anak ini akan mengalami proses kemiskinan dalam pembelajaran," katanya.
Ia menilai setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemangku kepentingan hendaknya diterjemahkan dengan implementasi di lapangan.
"Tidak cukup hanya membuat sebuah kebijakan tapi tidak diturunkan," kata dia.
Terakhir, pengayaan pengetahuan anak didik di masa pandemi bisa dilakukan melalui modul-modul pembelajaran. Tetapi jika itu menyangkut skil atau keterampilan maka tidak cukup belajar dari rumah butuh pertemuan tatap muka secara langsung, demikian Muhammad Nuh. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021
"Ini kekhawatiran paling mendasar saya dampak dari 'learning loss'," kata dia saat memberikan pelatihan kepada wartawan secara virtual yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Sebab, kata dia, selama beberapa bulan pembelajaran jarak jauh diterapkan belum semua sekolah atau anak didik bisa mengakses ke sumber utama pembelajaran yakni dalam jaringan (daring).
Hal tersebut bisa saja diakibatkan oleh keterbatasan sarana dan prasarana, biaya untuk membeli kuota internet, ketersediaan gawai, akses internet yang terbatas serta faktor lainnya.
Bagi masyarakat kelompok menengah ke atas dan tinggal di daerah perkotaan, katanya, mungkin keadaan pembelajaran di masa pandemi atau pembelajaran jarak jauh tidak terlalu menjadi masalah yang signifikan.
"Mereka yang punya alat, sarana dan prasarana mungkin aman-aman saja. Tapi bagaimana yang tidak? Akibatnya terjadi disparitas yang semakin melebar," kata Rektor ITS Surabaya periode 2003-2007 itu.
Oleh sebab itu, Mohammad Nuh yang juga sebagai Ketua Dewan Pers tersebut mendorong pemerintah, terutama pemangku kebijakan segera mengatasi masalah pendidikan agar tidak terjadi disparitas.
Sebab, penurunan pembelajaran siswa di masa pandemi tidak hanya berdampak pada masa sekarang tetapi juga menyangkut masa depannya.
"Anak-anak ini akan mengalami proses kemiskinan dalam pembelajaran," katanya.
Ia menilai setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemangku kepentingan hendaknya diterjemahkan dengan implementasi di lapangan.
"Tidak cukup hanya membuat sebuah kebijakan tapi tidak diturunkan," kata dia.
Terakhir, pengayaan pengetahuan anak didik di masa pandemi bisa dilakukan melalui modul-modul pembelajaran. Tetapi jika itu menyangkut skil atau keterampilan maka tidak cukup belajar dari rumah butuh pertemuan tatap muka secara langsung, demikian Muhammad Nuh. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2021