Pengamat politik Universitas Jember Rachmat Hidayat Ph.D mengatakan mosi tidak percaya yang dilakukan aparatur sipil negara Pemkab Jember kepada Bupati Faida jangan sampai memengaruhi pelayanan publik di lingkungan birokrasi pemerintah daerah setempat.

"Jangan sampai kegaduhan politik di Pemkab Jember berdampak pada buruknya pelayanan kepada masyarakat karena ASN harus bekerja secara profesional dan melayani rakyat," katanya di Jember, Jawa Timur, Kamis.

Ratusan ASN Pemkab Jember menyatakan mosi tidak percaya kepada Bupati Jember Faida dengan menggelar apel dan menandatangani surat pernyataan mosi tidak percaya di aula PB Sudirman kantor pemkab setempat, Rabu (30/12).

Mosi tidak percaya ratusan ASN Jember tersebut dipicu kebijakan Bupati Faida yang melakukan mutasi dan penonaktifan sejumlah pejabat yang dinilai kebijakan tersebut melanggar surat edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

"Dalam kasus Jember, ada dua faktor yang mempengaruhi para ASN menyatakan mosi tidak percaya kepada bupatinya yakni krisis kepemimpinan dan politik birokrasi," tuturnya.

Kendati demikian, lanjut dia, krisis kepemimpinan yang terjadi di Jember tidak boleh menimbulkan dampak negatif pada pelayanan publik, sehingga ASN harus hadir di masyarakat siapa pun bupati dan sekretaris daerahnya.

"ASN itu harus profesional dan tetap bekerja melayani masyarakat, meskipun dalam kondisi kegamangan di birokrasi Pemkab Jember akibat krisis kepemimpinan dan kemungkinan juga imbas pilkada," ucap pengamat kebijakan publik FISIP Unej itu.

Ia menjelaskan adanya mosi tidak percaya ASN kepada Bupati Jember di akhir kepemimpinannya menunjukkan bahwa kepemimpinan Bupati Faida buruk, namun ia juga mengingatkan kepada para ASN untuk tidak mempolitisasi birokrasi dalam situasi seperti itu.

"Masyarakat tentu akan melihat bagaimana para ASN di Pemkab Jember, sehingga jangan sampai para ASN ikut berpolitik dan sudah seharusnya ASN bekerja secara profesional melayani masyarakat," ujarnya.

Rachmat juga menyayangkan kebijakan Bupati Faida yang melakukan penggantian para pejabat menjelang dua bulan masa jabatannya habis, dan kebijakan itu tidak sesuai dengan surat edaran Mendagri.

"Surat edaran Mendagri merupakan perintah secara formal dari pemerintah pusat untuk dipatuhi di daerah, sehingga kalau Bupati Faida mengabaikan itu, maka bupati dinilai tidak punya etika birokrasi," katanya menegaskan.
 

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020