Ketua Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat Aisyiyah Dra Chaerunissa, M.Kes, mengusulkan pengubahan istilah produk susu kental manis menjadi produk penambah rasa dan batasan penggunaan di atas 5 tahun.
"Karena pada usia ini merupakan usia emas sehingga usul ada pengubahan istilah," ujarnya dalam keterangan pers yang diterima di Surabaya, Sabtu.
Ia menyayangkan sikap Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang belum pernah melibatkan organisasi seperti Aisyiyah dalam hal sosialisasi.
Padahal, kata dia, pihaknya adalah salah satu organisasi perempuan yang juga gencar mengedukasi masyarakat tentang gizi anak.
Baca juga: Bahaya SKM dikonsumsi anak, Puskesmas diminta terus sosialisasi
Baca juga: Gubernur Khofifah: Jangan sertakan susu kental manis untuk bayi di produk bansos
"Aisyiyah bahkan pernah melakukan survei mengenai persepsi masyarakat tentang kental manis," ucap dia.
Pendapat sama disampaikan Peneliti dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Natalya Kurniawati yang menilai persoalan kental manis disebabkan karena mindset bahwa produk ini adalah susu sehingga telah mengakar bertahun-tahun.
Selain itu, lanjut dia, ditambah literasi gizi masyarakat menengah ke bawah masih rendah.
"Riset tentang literasi pangan di tahun 2018, masyarakat sebenarnya masih tahunya empat sehat lima sempurna, belum ke pedoman gizi seimbang. 65 persen dari responden yang YLKI survei dari 400 rumah tangga di Depok dan Solo, menyatakan tidak tahu tentang pedoman gizi seimbang, bahkan selepas ASI menggunakan kental manis untuk balita-nya," katanya.
Menurutnya, nama besar yang sudah melekat harus dipecahkan bersama dan konsumen harus benar-benar dibangkitkan fungsi sebagai informan atau penentu.
Sementara itu, terkait hal tersebut Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) juga meminta BPOM melakukan berbagai langkah.
Pertama, revisi ketentuan tentang susu kental manis pada PerBPOM Nomor 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, peningkatan batasan usia pada label menjadi lima tahun, penambahan ketentuan yang melarang susu kental manis disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai minuman (sesuai ketentuan no 1 point C pada SE )
Baca juga: Riset menemukan peningkatan gizi buruk pada anak akibat konsumsi krimer
Baca juga: YAICI bersama PP Aisyiyah jalin kerja sama
Berikutnya, diharapkan pemerintah ikut serta melakukan sosialisasi berkesinambungan kepada masyarakat melalui iklan layanan masyarakat, sosial media dan penyampaian materi sosialisasi melalui kegiatan posyandu, serta produsen ikut bertanggung jawab dengan cara mengedukasi masyarakat melalui iklan yang benar-benar menjelaskan bagaimana penggunaan SKM secara benar, atau mana yang boleh dan tidak boleh. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Karena pada usia ini merupakan usia emas sehingga usul ada pengubahan istilah," ujarnya dalam keterangan pers yang diterima di Surabaya, Sabtu.
Ia menyayangkan sikap Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang belum pernah melibatkan organisasi seperti Aisyiyah dalam hal sosialisasi.
Padahal, kata dia, pihaknya adalah salah satu organisasi perempuan yang juga gencar mengedukasi masyarakat tentang gizi anak.
Baca juga: Bahaya SKM dikonsumsi anak, Puskesmas diminta terus sosialisasi
Baca juga: Gubernur Khofifah: Jangan sertakan susu kental manis untuk bayi di produk bansos
"Aisyiyah bahkan pernah melakukan survei mengenai persepsi masyarakat tentang kental manis," ucap dia.
Pendapat sama disampaikan Peneliti dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Natalya Kurniawati yang menilai persoalan kental manis disebabkan karena mindset bahwa produk ini adalah susu sehingga telah mengakar bertahun-tahun.
Selain itu, lanjut dia, ditambah literasi gizi masyarakat menengah ke bawah masih rendah.
"Riset tentang literasi pangan di tahun 2018, masyarakat sebenarnya masih tahunya empat sehat lima sempurna, belum ke pedoman gizi seimbang. 65 persen dari responden yang YLKI survei dari 400 rumah tangga di Depok dan Solo, menyatakan tidak tahu tentang pedoman gizi seimbang, bahkan selepas ASI menggunakan kental manis untuk balita-nya," katanya.
Menurutnya, nama besar yang sudah melekat harus dipecahkan bersama dan konsumen harus benar-benar dibangkitkan fungsi sebagai informan atau penentu.
Sementara itu, terkait hal tersebut Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) juga meminta BPOM melakukan berbagai langkah.
Pertama, revisi ketentuan tentang susu kental manis pada PerBPOM Nomor 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, peningkatan batasan usia pada label menjadi lima tahun, penambahan ketentuan yang melarang susu kental manis disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai minuman (sesuai ketentuan no 1 point C pada SE )
Baca juga: Riset menemukan peningkatan gizi buruk pada anak akibat konsumsi krimer
Baca juga: YAICI bersama PP Aisyiyah jalin kerja sama
Berikutnya, diharapkan pemerintah ikut serta melakukan sosialisasi berkesinambungan kepada masyarakat melalui iklan layanan masyarakat, sosial media dan penyampaian materi sosialisasi melalui kegiatan posyandu, serta produsen ikut bertanggung jawab dengan cara mengedukasi masyarakat melalui iklan yang benar-benar menjelaskan bagaimana penggunaan SKM secara benar, atau mana yang boleh dan tidak boleh. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020