Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) meminta Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk meninjau kembali Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Surabaya, Senin siang, peninjauan terkait pasal yang mewajibkan produsen kental manis mencantumkan pada labelnya kata-kata yang terkesan bahwa hanya dilarang untuk bayi hingga usia 12 bulan.
"Bunyi dari peraturan itu harus dikaji kembali. Itukan sama artinya bahwa kental manis itu bisa dikonsumsi bayi yang usianya masih 13 bulan. Padahal kental manis tidak boleh dianggap sebagai asupan gizi untuk pertumbuhan karena bisa merusak," ujar Koordinator Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal E Halim.
Menurut dia, kental manis merusak pertumbuhan atau gizi bayi dan anak-anak jika dikonsumsi sehingga harus ditinjau ulang dan dalam waktu dekat pihaknya berkomunikasi dengan BPOM.
Baca juga: YAICI, Aisyiyah dan Muslimat lanjutkan penelitian persepesi kental manis
Baca juga: YAICI masih dapati anak-anak konsumsi kental manis
Dia menuturkan bahwa hal serupa pernah dilakukan BPKN pada tahun 2017, saat meminta agar kata susu dalam kata-kata Susu Kental Manis (SKM) dicabut.
Menurut Rizal, alasannya saat itu adalah karena ada fakta dari ahli gizi dan dokter anak yang menyampaikan bahwa kandungan yang ada di dalam SKM itu lebih didominasi gula dan bukan susu.
"Kami waktu itu menyatakan cukup keras agar kata susu itu tidak digunakan lagi pada label SKM dan akhirnya disepakati kata susunya dicopot," katanya.
Karena itu, ia meminta agar pelaku usaha atau produsen kental manis ikut mensosialisasikan dan mengedukasi masyarakat bahwa produk tidak boleh digunakan untuk anak-anak.
"Pelaku usaha harus punya tanggung jawab untuk menyampaikan bahwa kental manis itu bukan susu, tapi bahan tambahan atau untuk 'topping' makanan. Dijual tidak apa-apa, tapi 'positioning' produknya harus tahu bahwa kental manis itu bukan susu, seperti susu-susu lain yang dipakai untuk asupan gizi," tutur dia.
Hal senada disampaikan Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia Dr dr. H.M. Nasser, Sp.KK , D.Law, yang menyatakan Perka BPOM meminta produsen kental manis mencantumkan di label kata-kata tidak boleh digunakan untuk bayi berusia 0-12 bulan.
"Jadi harus segera diubah itu Perka BPOM. Perka harus segera direvisi dan dicabut. Tidak boleh itu. Karena kalau dibiarkan, itu sama dengan kita membiarkan adanya upaya-upaya konkret, sistematis, dan untuk terencana membuat pemburukan gizi masyarakat," ujarnya.
Baca juga: Spesialis anak ingatkan balita tak konsumsi kental manis
Baca juga: Bahaya SKM dikonsumsi anak, Puskesmas diminta terus sosialisasi
Sementara itu, Dokter Spesialis Gizi RS Pelni, dr. Jovita Amelia, MSc, Sp.GK menegaskan kandungan SKM yang sebagian besar gula dan proteinnya hanya sekitar 1 gram per saji itu memang tidak bisa menggantikan susu untuk anak maupun dewasa.
"Kandungannya sebagian besar gula saja. Kalau itu diberikan ke anak yang makanan utamanya susu, tentu akan membuat anak kurang gizi," tukas dia. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
Dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Surabaya, Senin siang, peninjauan terkait pasal yang mewajibkan produsen kental manis mencantumkan pada labelnya kata-kata yang terkesan bahwa hanya dilarang untuk bayi hingga usia 12 bulan.
"Bunyi dari peraturan itu harus dikaji kembali. Itukan sama artinya bahwa kental manis itu bisa dikonsumsi bayi yang usianya masih 13 bulan. Padahal kental manis tidak boleh dianggap sebagai asupan gizi untuk pertumbuhan karena bisa merusak," ujar Koordinator Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal E Halim.
Menurut dia, kental manis merusak pertumbuhan atau gizi bayi dan anak-anak jika dikonsumsi sehingga harus ditinjau ulang dan dalam waktu dekat pihaknya berkomunikasi dengan BPOM.
Baca juga: YAICI, Aisyiyah dan Muslimat lanjutkan penelitian persepesi kental manis
Baca juga: YAICI masih dapati anak-anak konsumsi kental manis
Dia menuturkan bahwa hal serupa pernah dilakukan BPKN pada tahun 2017, saat meminta agar kata susu dalam kata-kata Susu Kental Manis (SKM) dicabut.
Menurut Rizal, alasannya saat itu adalah karena ada fakta dari ahli gizi dan dokter anak yang menyampaikan bahwa kandungan yang ada di dalam SKM itu lebih didominasi gula dan bukan susu.
"Kami waktu itu menyatakan cukup keras agar kata susu itu tidak digunakan lagi pada label SKM dan akhirnya disepakati kata susunya dicopot," katanya.
Karena itu, ia meminta agar pelaku usaha atau produsen kental manis ikut mensosialisasikan dan mengedukasi masyarakat bahwa produk tidak boleh digunakan untuk anak-anak.
"Pelaku usaha harus punya tanggung jawab untuk menyampaikan bahwa kental manis itu bukan susu, tapi bahan tambahan atau untuk 'topping' makanan. Dijual tidak apa-apa, tapi 'positioning' produknya harus tahu bahwa kental manis itu bukan susu, seperti susu-susu lain yang dipakai untuk asupan gizi," tutur dia.
Hal senada disampaikan Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia Dr dr. H.M. Nasser, Sp.KK , D.Law, yang menyatakan Perka BPOM meminta produsen kental manis mencantumkan di label kata-kata tidak boleh digunakan untuk bayi berusia 0-12 bulan.
"Jadi harus segera diubah itu Perka BPOM. Perka harus segera direvisi dan dicabut. Tidak boleh itu. Karena kalau dibiarkan, itu sama dengan kita membiarkan adanya upaya-upaya konkret, sistematis, dan untuk terencana membuat pemburukan gizi masyarakat," ujarnya.
Baca juga: Spesialis anak ingatkan balita tak konsumsi kental manis
Baca juga: Bahaya SKM dikonsumsi anak, Puskesmas diminta terus sosialisasi
Sementara itu, Dokter Spesialis Gizi RS Pelni, dr. Jovita Amelia, MSc, Sp.GK menegaskan kandungan SKM yang sebagian besar gula dan proteinnya hanya sekitar 1 gram per saji itu memang tidak bisa menggantikan susu untuk anak maupun dewasa.
"Kandungannya sebagian besar gula saja. Kalau itu diberikan ke anak yang makanan utamanya susu, tentu akan membuat anak kurang gizi," tukas dia. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020