Anggota Komisi V DPR RI 5 Rifqinizamy Karsayuda mendesak pemerintah segara menerbitkan Peraturan Pemerintah turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019, khususnya yang mengatur Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air (BJPSDA).
Dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Surabaya, Senin, dorongan agar mengeluarkan PP ini juga disuarakan oleh pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talatov.
Ia mengimbau para pemanfaat sumber daya air (SDA) agar tetap membayar BJPSDA, kendati belum terdapat regulasi teknis atas Undang-Undang Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
Menurutnya, BJPSDA dibebankan hanya kepada pemanfaat SDA untuk kebutuhan industri, seperti energi, air minum, pertanian, dan industri, atau tidak untuk kebutuhan pokok dan sosial seperti pertanian rakyat.
Selain BJPSDA, kalangan industri juga mengeluhkan hambatan dalam mengurus perizinan seperti terjadi di Riau dan kalimantan dengan alasan belum ada petunjuk teknis.
Sementara itu, Dirjen Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR Jarot Widyoko mengatakan RPP Perizinan akan dibuat tersendiri sebagai turunan dari UU Nomor 17 tentang Sumber Daya Air (SDA) Tahun 2019.
Hal itu disebabkan di UU SDA yang sekarang juga mengurusi tentang cadangan air tanah.
Baca juga: Tiga bendungan di Jawa Timur siap diresmikan
Baca juga: Balai Besar Bayar Tanah Warga Akhir Nopember
Menurutnya, pembuatan PP Perizinan ini karena adanya masukan yang menyarankan untuk membuatnya.
"Kita sedang memproses itu. Target RPP sampai Desember ini di internal. Makanya kita sedang bekerja keras. RPP nanti akan menyerap dari bermacam-macam sumber," tuturnya.
Pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA) akan melewati tiga tahapan sebelum disahkan pada 16 Oktober 2021.
Ketiga tahapan itu meliputi tahap pertama di internal Ditjen SDA dan Ditjen Cipta Karya dengan melibatkan akademisi, kedua di internal Kementerian PUPR, dan ketiga tahap harmonisasi dengan melibatkan praktisi, akademisi, asosiasi, dan lain-lain.
“Menunggu pembuatan PP ini, untuk sementara perpanjangan ijin pengusahaan air minum itu menggunakan PP lama yaitu PP 122 tahun 2015. Tapi tetap dengan rujukan UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air,” kata Sekretaris Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Charisal Akdian Manu beberapa waktu lalu.
Baca juga: Irigasi Waduk Pacal Bojonegoro Bisa Berfungsi Normal
Baca juga: Dinas Pengairan Bojonegoro Tidak Penuhi Permintaan Petani
Mengenai urutannya, Roga, panggilan akrab Sesditjen SDA ini mengatakan bahwa untuk pengusaha swasta dan perorangan itu berada pada urutan paling terakhir dengan kajian yang ketat.
Saat itu Roga menyebutkan ada 4 RPP turunan UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang SDA yang akan dibuat, yaitu RPP Pengelolaan Sumber Daya Air ( PSDA), RPP Sumber Air (PP SA), RPP Irigasi yang akan dibahas di Ditjen SDA, serta RPP Sistem Penyediaan Air Minun (SPAM) yang dibahas di Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020