Sindikat kriminal asal China meraup untung dari larangan impor sampah plastik, demikian laporan Interpol, Jumat.

Pelaku menyelundupkan sampah plastik dari negara-negara barat ke tempat pengolahan sampah ilegal di Asia, memanfaatkan larangan impor sampah plastik yang berlaku pada 2018.

Jalur ekspor sampah yang legal kian berkurang sehingga membuka peluang usaha ilegal, kata Interpol dalam laporannya. Akibatnya, aksi pidana terkait perdagangan dan pengolahan sampah ilegal ikut meningkat.

China mulai mengimpor sampah sejak 1980-an saat kapal-kapal pengirim barang ke Eropa atau Amerika Serikat mulai kembali dengan mengangkut bahan-bahan yang dapat didaur ulang.

Namun, Pemerintah China menghentikan usaha tersebut pada 2018 untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya, serta memaksa para pengusaha mendaur ulang limbah rumah tangga yang tak terurus di tempat pembuangan akhir di kota-kota besar.

Satuan penindakan hukum pencemaran dunia Interpol mengatakan sindikat kriminal kini memanfaatkan peluang dari larangan impor yang mengganggu rantai pasok sampah dunia. Sebelum larangan berlaku, lebih dari tujuh juta ton sampah plastik tiba di pelabuhan-pelabuhan China tiap tahun.

Interpol menyebut ada peningkatan distribusi sampah ilegal dalam dua tahun terakhir, umumnya (kapal, red) melewati wilayah Asia Tenggara dan transit di beberapa negara untuk menutupi negara asal sampah, terang Interpol.

Jaringan kepolisian lintas negara itu juga melaporkan peningkatan jumlah lokasi pembakaran sampah dan tempat pembuangan akhir ilegal di Eropa dan Asia. Banyak pelaku menggunakan foto/laporan palsu untuk menghindari aturan.

Kelompok pegiat lingkungan World Wide Fund for Nature (WWF) mengatakan penghapusan China dari daftar masalah sampah plastik global merupakan solusi yang terlampau mudah. Namun akibatnya, sindikat kriminal justru membentuk jaringan usaha ilegal yang luas.

WWF juga meminta negara-negara untuk membentuk kerja sama global demi mengatasi masalah tersebut.

Kejahatan terkait sampah merupakan ancaman yang berakar pada persoalan lebih mendasar, yaitu ketidakmampuan mengelola konsumsi dan produksi sampah plastik kita, kata Manajer Kebijakan Sampah Plastik Dunia WWF, Eirik Lindebjerg.

Sumber: Reuters (*)

Pewarta: Tenri Mawangi

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020