Masyarakat saat ini sedang menanti siapa pasangan bakal calon wali kota dan wakil wali kota yang akan maju bertarung pada Pilkada Surabaya, 9 Desember 2020.  

Hingga saat ini, baru ada satu nama yang dipastikan maju pada Pilkada Kota Surabaya, yakni Irjen Pol (Purn) Machfud Arifin. Mantan Kapolda Jatim ini telah mendapat dukungan delapan partai politik untuk maju sebagai bakal calon wali kota Surabaya. Parpol tersebut adalah PKB, Gerindra, Golkar, PKS, Demokrat, NasDem, PAN, dan PPP.

Namun, siapa bakal calon wakil wali kota yang akan digandeng MA, panggilan akrab Machfud Arifin? Semua parpol pendukung MA telah menyodorkan sejumlah nama, baik itu dari kalangan kader partai maupun profesional. Hanya saja semua keputusan diserahkan kepada MA. 

Sedangkan MA hingga kini belum menentukan siapa wakil yang akan diajak maju di pilkada. Kemungkinan MA dan partai koalisi masih menunggu munculnya penantang lainnya.

Di lain pihak, PDIP sebagai partai peraih suara terbanyak di Pemilu 2019 hingga saat ini belum mengeluarkan rekomendasi untuk pasangan bakal cawali dan cawawali Surabaya. Pengumuman pasangan bakal calon sempat mundur beberapa kali.

Diketahui ada tiga faksi di PDIP yang akan menentukan dinamika Pilkada Surabaya 2020, yakni faksi Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya sekaligus pengurus DPP PDIP), faksi Bambang Dwi Hartono (anggota DPR RI sekaligus mantan Wali Kota Surabaya), dan Whisnu Sakti Buana (Wakil Wali Kota Surabaya sekaligus mantan Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya).

Faksi Tri Rismaharini yang merupakan representasi kader birokrat telah memunculkan nama Eri Cahyadi yang saat ini masih berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN) dan menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya.

Eri Cahyadi bisa dikatakan sebagai anak emas Wali Kota Risma. Eri mengikuti jejak Risma yang sama-sama memulai karir politiknya sebagai Kepala Bappeko Surabaya.

Nama Eri Cahyadi mulai ramai dibicarakan menjelang pilkada seiring baliho dan spanduk bergambar foto dirinya dan Risma tersebar di banyak sudut Kota Surabaya ini. 

Meski demikian, Eri hingga saat ini masih tutup mulut untuk tidak berkomentar maju di pilkada. Sedangkan relawan Eri Cahyadi sudah lama bergerilya menyapa masyarakat. Enggannya Eri Cahyadi berbicara soal itu mungkin belum saatnya mengingat rekomendasi dari PDIP belum turun.

Sementara itu, faksi Whisnu Sakti Buana masih cukup kuat di akar rumput PDIP Surabaya. Selain menjabat sebagai wakil wali kota, Whisnu juga sudah dua periode menjadi Ketua DPC PDIP Surabaya sehingga masih mendapat pengaruh cukup kuat di kalangan kader PDIP. 

Akhir-akhir ini, Whisnu juga rajin turun ke tengah-tengah masyarakat dan bertemu langsung untuk mendengar keluhan mereka. 

Sedangkan Faksi Bambang Dwi Hartono sempat memunculkan nama Puti Guntur Soekarnoputri sebagai bakal cawali. Cucu Presiden RI yang kini menjadi anggota DPR RI ini dianggap representatif dan mewakili semua pihak. Hanya saja,Puti belum memberikan persetujuan terkait hal itu.

Ketua PDIP Surabaya Adi Sutarwijono tidak ambil pusing dengan pasangan bakal cawali dan cawawali yang akan direlom DPP PDIP. Awi, sapaan akrabnya, berkomitmen akan tetap all out memenangkan calon yang direkomendasikan partainya itu.

Jika menilik dinamika peta perpolitikan di Surabaya jelang pilkada, terlihat bahwa kubu Machfud Arifin hingga saat ini belum mengeluarkan nama bakal cawawali karena masih menunggu calon dari PDIP.

Kubu MA mungkin berhitung elektabilitas untuk menjadi pertimbangan jika seorang calon telah memiliki pasangan. Jika pasangan dari seorang calon kepala daerah bisa menaikkan atau menurunkan elektabilitas. 

Sedangkan PDIP menunggu strategi yang tepat untuk memunculkan nama pasangan bakal calon. Apalagi sudah menjadi kebiasaan PDIP menurunkan calon kepala daerah yang diusungnya pada detik-detik terakhir menjelang pendaftaran.

Langkah PDIP yang tak kunjung mengumumkan hasil rekomendasi jelas ada plus minusnya. Menurut peneliti Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdusalam, untuk plusnya, PDIP memang bisa menyembunyikan kekuatan kepada lawan sekaligus bisa merusak fokus konsentrasi lawan. Tetapi, minusnya persiapan pasangan calon akan relatif pendek. Sementara pilkada kali ini tidak biasa dan masuk kategori pilkada sulit yang butuh persiapan panjang dan ekstra keras.

Jadi, untuk siapa melawan siapa di Pilkada Surabaya kali ini, masyarakat Kota Pahlawan masih harus menunggu hingga akhir Agustus. Bahkan, mungkin bisa sampai awal September menjelang pendaftaran pasangan bakal calon di KPU Surabaya. 

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020