Suasana duka menyelimuti RSUD dr. Soewandhie, Kota Surabaya, Jawa Timur, Senin (27/4) malam, ketika salah seorang dokter rumah sakit ini meninggal dunia diduga akibat terpapar Virus Corona atau COVID-19.
Sejumlah dokter, perawat serta tenaga medis lainnya terlihat berkumpul di parkiran rumah sakit setempat. Mereka terlihat berbaris, berjajar memberikan penghormatan terakhir kepada almarhum dr. Berkatnu Indrawan Janguk sebelum jenazahnya dimakamkan di salah satu tempat pemakaman umum di Surabaya.
Isak tangis pihak keluarga pun mengiringi keberangkatan jenazah almarhum dokter Indra dari rumah sakit menuju peristirahatan terakhir. Begitu juga ketika sejumlah petugas berpakaian APD (alat pelindung diri) memasukkan jenazah ke liang lahat.
"Saya ikut berduka cita atas meninggalnya dokter Indra. Almarhum merupakan mahasiswa saya saat kuliah kedokteran di UWK (Universitas Wijaya Kusuma) Surabaya," kata dosen tetap di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dr. Sukma Sahadewa, M. Sos, M. Kes.
Menurut Sukma, dokter asal Muara Teweh, Kalimantan Tengah yang meninggal itu semasa hidupnya memiliki kepribadian yang baik dalam pergaulan dan tekun dalam menjalankan tugasnya sebagai dokter.
Selain itu, lanjut dia, almarhum juga terkenal dengan pribadi yang tulus serta tidak pernah marah dengan siapapun. Bahkan, almarhum hormat kepada para seniornya termasuk guru-gurunya di kampus tempatnya belajar kedokteran.
Sukma mengaku punya kedekatan dengan almarhum semasa hidupnya. Bahkan kalau tidak ada kesibukan di rumah sakit, almarhum beberapa kali sempat meluangkan waktu untuk bermain musik bersama.
"Dulu beliau sering main band bareng dengan saya. Makanya saya benar-benar kehilangan seorang teman seprofesi dan partner bermain musik," katanya.
Hal sama juga dikatakan dosen dan senior almarhum lainnya di Universitas Wijaya Kusuma (UWK), Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes. Ia turut berduka cita atas meninggalnya dokter Indra yang merupakan mahasiswanya di UWK angkatan 2010.
"Kasihan, anaknya masih muda. Semoga arwahnya diterima disisi-Nya," katanya.
Seperti diketahui almarhum merupakan putra dari pasangan suami istri dari Suriawan Prihadi yang merupakan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Barito Utara, Kalimanten Tengah dan Inriaty Karawaheni, Asisten III Setda Barito Utara.
Pasien tak jujur
Koordinator Protokol Kesehatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan, almarhum semasa hidupnya memang memiliki riwayat penyakit asma. Tiga pekan lalu, almarhum juga sempat melakukan tes swab di RSUD Soewandhie dan hasilnya dinyatakan positif COVID-19.
"Dia memang punya penyakit bawaan asma, kemudian kemarin itu awal swabnya positif COVID-19, terus dirawat sembuh sudah. Kemudian, swabnya negatif tiga kali," kata Febria Rachmanita.
Bahkan, kata Feni, beberapa hari terakhir saat dirawat di ICU RSUD dr. Soewandhie, kondisi almarhum membaik. Bahkan, Senin (27/4) pagi kondisinya juga membaik. Namun kemudian, terjadi pembengkakan pada jantungnya sehingga meninggal dunia sekitar pukul 17.46 WIB.
Febria mengatakan kebetulan waktu itu, almarhum adalah dokter yang menangani pasien COVID-19 asal Pemalang. Namun karena pasein tersebut tidak mengaku kalau positif COVID-19, akhirnya almarhum ikut terpapar.
Padahal pertama kali almarhum ambil swab itu tiga minggu yang lalu dan hasilnya positif. Selanjutnya melakukan dua kali tes swab dan dinyatakan negatif. Tapi, ternyata tubuhnya tidak bisa membentuk imun sehingga nyawanya tidak tertolong.
Menurutnya, karena almarhum memiliki riwayat asma sehingga dimungkinkan seringkali membuka masker pada saat merawat pasien. Hal inilah yang kemudian almarhum cepat tertular Virus Corona atau COVID-19.
Namun begitu, Febria berharap untuk ke depannya tidak ada lagi pejuang medis baik itu dokter maupun perawat yang terpapar hingga meninggal dunia saat menangani pasien COVID-19.
"Perawat sama dokter adalah garda terdepan. Walaupun mereka menggunakan APD (alat pelindung diri) lengkap, tapi saya harap tidak ada lagi pejuang medis yang terpapar hingga meninggal," katanya.
Tenaga medis di Surabaya yang sebelumnya meninggal dunia akibat COVID-19 adalah Hastuti Yulistiorini, perawat senior di RS Siloam Hospital Surabaya. Hastuti meninggal dunia pada 16 April 2020.
Kasus adanya pasien tidak jujur sebelumnya juga telah terjadi di RSUP dr. Kariadi Semarang pada 17 April 2020. Saat itu ada sekitar 46 tenaga medis terdiri dari dokter spesialis, perawat, tenaga penunjang medis hingga non-medis di rumah sakit setempat terpapar COVID-19.
Kepada petugas, pasien yang datang berobat tersebut tidak mengatakan bahwa dirinya baru saja berpergian dari zona merah COVID-19. Akibatnya puluhan tenaga medis tersebut tertular sehingga harus menjalani isolasi mandiri di Hotel Kesambi Hijau, Semarang selama 14 hari.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyesalkan adanya pasien yang berbohong saat berobat karena ketidakjujurannya itu mengakibatkan puluhan tenaga medis RSUP dr Kariadi Semarang terinfeksi COVID-19.
Untuk itu, Ganjar meminta seluruh warga Jateng bersikap jujur agar tidak menambah jumlah orang yang positif terinfeksi virus corona jenis baru itu.
Sebelumnya juga ada pemberitaan terkait dengan ketidakjujuran pasien di RSUD Purwodadi, hingga menyebabkan 76 pegawai RSUD dinyatakan positif COVID-19 pada 10 April 2020.
Sementara itu, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengonfirmasi bahwa tidak kurang dari 24 dokter meninggal akibat virus corona. Sedangkan Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadillah mengonfirmasi sekurang-kurangnya 16 perawat meninggal dunia terkait virus itu. Dari data itu, tidak kurang dari 40 tenaga kesehatan telah gugur dalam tugas berat menangani COVID-19.
Kepala Negara juga menginginkan seluruh tenaga kesehatan mendapat APD terbaik dan sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo saat menyampaikan arahan dari Presiden usai rapat terbatas itu meminta jajarannya menerapkan upaya agar tidak ada lagi tenaga medis yang wafat karena menangani pasien terinfeksi virus corona.
Penekanan dari Presiden untuk memberikan perlindungan optimal kepada para dokter dan tenaga medis lain sebagai garda terdepan dengan memastikan ketersediaan alat pelindung diri (APD) bagi para tenaga medis yang bertugas menangani pasien terkait COVID-19 karena tidak ingin ada lagi dokter yang wafat karena perlindungan belum maksimal.
Ketua Umum PB IDI, Daeng Mohammad Faqih meminta penunjukan rumah sakit khusus dan pendistribusian alat pelindung diri (APD) untuk para tenaga medis lebih banyak lagi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
Sejumlah dokter, perawat serta tenaga medis lainnya terlihat berkumpul di parkiran rumah sakit setempat. Mereka terlihat berbaris, berjajar memberikan penghormatan terakhir kepada almarhum dr. Berkatnu Indrawan Janguk sebelum jenazahnya dimakamkan di salah satu tempat pemakaman umum di Surabaya.
Isak tangis pihak keluarga pun mengiringi keberangkatan jenazah almarhum dokter Indra dari rumah sakit menuju peristirahatan terakhir. Begitu juga ketika sejumlah petugas berpakaian APD (alat pelindung diri) memasukkan jenazah ke liang lahat.
"Saya ikut berduka cita atas meninggalnya dokter Indra. Almarhum merupakan mahasiswa saya saat kuliah kedokteran di UWK (Universitas Wijaya Kusuma) Surabaya," kata dosen tetap di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dr. Sukma Sahadewa, M. Sos, M. Kes.
Menurut Sukma, dokter asal Muara Teweh, Kalimantan Tengah yang meninggal itu semasa hidupnya memiliki kepribadian yang baik dalam pergaulan dan tekun dalam menjalankan tugasnya sebagai dokter.
Selain itu, lanjut dia, almarhum juga terkenal dengan pribadi yang tulus serta tidak pernah marah dengan siapapun. Bahkan, almarhum hormat kepada para seniornya termasuk guru-gurunya di kampus tempatnya belajar kedokteran.
Sukma mengaku punya kedekatan dengan almarhum semasa hidupnya. Bahkan kalau tidak ada kesibukan di rumah sakit, almarhum beberapa kali sempat meluangkan waktu untuk bermain musik bersama.
"Dulu beliau sering main band bareng dengan saya. Makanya saya benar-benar kehilangan seorang teman seprofesi dan partner bermain musik," katanya.
Hal sama juga dikatakan dosen dan senior almarhum lainnya di Universitas Wijaya Kusuma (UWK), Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes. Ia turut berduka cita atas meninggalnya dokter Indra yang merupakan mahasiswanya di UWK angkatan 2010.
"Kasihan, anaknya masih muda. Semoga arwahnya diterima disisi-Nya," katanya.
Seperti diketahui almarhum merupakan putra dari pasangan suami istri dari Suriawan Prihadi yang merupakan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Barito Utara, Kalimanten Tengah dan Inriaty Karawaheni, Asisten III Setda Barito Utara.
Pasien tak jujur
Koordinator Protokol Kesehatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan, almarhum semasa hidupnya memang memiliki riwayat penyakit asma. Tiga pekan lalu, almarhum juga sempat melakukan tes swab di RSUD Soewandhie dan hasilnya dinyatakan positif COVID-19.
"Dia memang punya penyakit bawaan asma, kemudian kemarin itu awal swabnya positif COVID-19, terus dirawat sembuh sudah. Kemudian, swabnya negatif tiga kali," kata Febria Rachmanita.
Bahkan, kata Feni, beberapa hari terakhir saat dirawat di ICU RSUD dr. Soewandhie, kondisi almarhum membaik. Bahkan, Senin (27/4) pagi kondisinya juga membaik. Namun kemudian, terjadi pembengkakan pada jantungnya sehingga meninggal dunia sekitar pukul 17.46 WIB.
Febria mengatakan kebetulan waktu itu, almarhum adalah dokter yang menangani pasien COVID-19 asal Pemalang. Namun karena pasein tersebut tidak mengaku kalau positif COVID-19, akhirnya almarhum ikut terpapar.
Padahal pertama kali almarhum ambil swab itu tiga minggu yang lalu dan hasilnya positif. Selanjutnya melakukan dua kali tes swab dan dinyatakan negatif. Tapi, ternyata tubuhnya tidak bisa membentuk imun sehingga nyawanya tidak tertolong.
Menurutnya, karena almarhum memiliki riwayat asma sehingga dimungkinkan seringkali membuka masker pada saat merawat pasien. Hal inilah yang kemudian almarhum cepat tertular Virus Corona atau COVID-19.
Namun begitu, Febria berharap untuk ke depannya tidak ada lagi pejuang medis baik itu dokter maupun perawat yang terpapar hingga meninggal dunia saat menangani pasien COVID-19.
"Perawat sama dokter adalah garda terdepan. Walaupun mereka menggunakan APD (alat pelindung diri) lengkap, tapi saya harap tidak ada lagi pejuang medis yang terpapar hingga meninggal," katanya.
Tenaga medis di Surabaya yang sebelumnya meninggal dunia akibat COVID-19 adalah Hastuti Yulistiorini, perawat senior di RS Siloam Hospital Surabaya. Hastuti meninggal dunia pada 16 April 2020.
Kasus adanya pasien tidak jujur sebelumnya juga telah terjadi di RSUP dr. Kariadi Semarang pada 17 April 2020. Saat itu ada sekitar 46 tenaga medis terdiri dari dokter spesialis, perawat, tenaga penunjang medis hingga non-medis di rumah sakit setempat terpapar COVID-19.
Kepada petugas, pasien yang datang berobat tersebut tidak mengatakan bahwa dirinya baru saja berpergian dari zona merah COVID-19. Akibatnya puluhan tenaga medis tersebut tertular sehingga harus menjalani isolasi mandiri di Hotel Kesambi Hijau, Semarang selama 14 hari.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyesalkan adanya pasien yang berbohong saat berobat karena ketidakjujurannya itu mengakibatkan puluhan tenaga medis RSUP dr Kariadi Semarang terinfeksi COVID-19.
Untuk itu, Ganjar meminta seluruh warga Jateng bersikap jujur agar tidak menambah jumlah orang yang positif terinfeksi virus corona jenis baru itu.
Sebelumnya juga ada pemberitaan terkait dengan ketidakjujuran pasien di RSUD Purwodadi, hingga menyebabkan 76 pegawai RSUD dinyatakan positif COVID-19 pada 10 April 2020.
Sementara itu, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengonfirmasi bahwa tidak kurang dari 24 dokter meninggal akibat virus corona. Sedangkan Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadillah mengonfirmasi sekurang-kurangnya 16 perawat meninggal dunia terkait virus itu. Dari data itu, tidak kurang dari 40 tenaga kesehatan telah gugur dalam tugas berat menangani COVID-19.
Kepala Negara juga menginginkan seluruh tenaga kesehatan mendapat APD terbaik dan sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo saat menyampaikan arahan dari Presiden usai rapat terbatas itu meminta jajarannya menerapkan upaya agar tidak ada lagi tenaga medis yang wafat karena menangani pasien terinfeksi virus corona.
Penekanan dari Presiden untuk memberikan perlindungan optimal kepada para dokter dan tenaga medis lain sebagai garda terdepan dengan memastikan ketersediaan alat pelindung diri (APD) bagi para tenaga medis yang bertugas menangani pasien terkait COVID-19 karena tidak ingin ada lagi dokter yang wafat karena perlindungan belum maksimal.
Ketua Umum PB IDI, Daeng Mohammad Faqih meminta penunjukan rumah sakit khusus dan pendistribusian alat pelindung diri (APD) untuk para tenaga medis lebih banyak lagi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020