Sejumlah mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menilai desakan Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya Mahfudz agar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Eri Cahyadi harus mundur dari jabatannya jika berniat maju di Pilkada Surabaya 2020 adalah bentuk kepanikan, ketakutan dan ambisius.
"Ucapan Mahfudz tidak pantas dilakukan sebagai anggota DPRD, pernyataan anggota DPRD mestinya harus terukur, bukan asal ngomong, ini kan menunjukkan rendahnya kualitas seorang anggota dewan," kata mantan pendiri komisariat PMII Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya, Nasir di Surabaya, Rabu.
Diketahui Wakil Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Surabaya Mahfudz sebelumnya memberikan reaksi keras atas beredarnya flyer atau selebaran berfoto berisikan profil dan kampanye Kepala Bappeko Surabaya Eri Cahyadi. Beredarnya flyer dinilai Mahfudz ini sebagai tindakan tidak etis dari Eri Cahyadi yang masih menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemkot Surabaya.
Namun apa yang disangkakan oleh Machfudz dibantah oleh Nasir. "Kalau baliho dan poster itu saya yang memasang, Mahfudz mau apa?" kata Nasir yang juga kepala rumah Keluarga Besar Rakyat Surabaya (KBRS).
Nasir berharap Mahfudz tidak perlu panik, santai dalam menanggapi maraknya baliho dan poster para bakal calon wali kota Surabaya di sejumlah kawasan di Kota Surabaya. Apalagi, lanjut dia, Eri Cahyadi juga belum terbukti mendaftar di partai politik manapun.
Hal sama juga dikatakan mantan pengurus PMII Surabaya periode 2010-2011, Arif. Ia berpendapat bahwa kontestasi pilkada adalah hal biasa, tidak perlu ada yang panik dan ketakutan, apalagi menyerang.
"Tidak elok dan kelihatan sangat ambisius, sehingga akan menjadikan antipati masyarakat," ujar Arif.
Untuk itu, Arif mengajak kepada siapapun untuk bersikap bijak dan dewasa dalam menyikapi kontestasi Pilkada Surabaya. "Bersikaplah yang sejuk, jangan mencela yang lain. Jangan seperti preman yang berbaju politik," kata Arif.
Sikap Mahfudz tersebut juga mendapat tanggapan dari Bendahara Umum Ikatan Alumni PMII Jatim Firman Syah Ali yang akrab disapa Cak Firman. Menurut Cak Firman Eri Cahyadi tidak melanggar kode etik ASN.
"Mau ada sejuta baliho sekalipun sepanjang bukan Eri Cahyadi yang masang ya tidak masalah. Itu namanya dukungan masyarakat luas terhadap figur Eri Cahyadi," katanya.
Menurut dia, Eri Cahyadi tidak pernah deklarasi, tidak pernah terbukti pasang spanduk dan baliho terkait Pilkada Surabaya.
"Ayolah hak-hak politik ASN jangan terlalu ditindas, itu undang-undangnya kurang benar, seluruh ASN yang ikut kontestasi Pilkada diwajibkan mundur, itu zalim namanya, perlu direview," kata Firman yang juga bakal cawali Surabaya dari ASN di Pemprov Jatim ini.
Untuk itu, Firman berpesan kepada Mahfudz sebagai anggota legislatif agar berbicara dan bersikap dengan santun.
"Masak seorang pejabat publik sampai keluar kalimat seperti itu. Semoga saja tidak masuk pasal ujaran kebencian, ayolah sama-sama kendalikan emosi, ini era UU ITE," kata keponakan Menkopolhukam Mahfud MD ini. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Ucapan Mahfudz tidak pantas dilakukan sebagai anggota DPRD, pernyataan anggota DPRD mestinya harus terukur, bukan asal ngomong, ini kan menunjukkan rendahnya kualitas seorang anggota dewan," kata mantan pendiri komisariat PMII Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya, Nasir di Surabaya, Rabu.
Diketahui Wakil Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Surabaya Mahfudz sebelumnya memberikan reaksi keras atas beredarnya flyer atau selebaran berfoto berisikan profil dan kampanye Kepala Bappeko Surabaya Eri Cahyadi. Beredarnya flyer dinilai Mahfudz ini sebagai tindakan tidak etis dari Eri Cahyadi yang masih menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemkot Surabaya.
Namun apa yang disangkakan oleh Machfudz dibantah oleh Nasir. "Kalau baliho dan poster itu saya yang memasang, Mahfudz mau apa?" kata Nasir yang juga kepala rumah Keluarga Besar Rakyat Surabaya (KBRS).
Nasir berharap Mahfudz tidak perlu panik, santai dalam menanggapi maraknya baliho dan poster para bakal calon wali kota Surabaya di sejumlah kawasan di Kota Surabaya. Apalagi, lanjut dia, Eri Cahyadi juga belum terbukti mendaftar di partai politik manapun.
Hal sama juga dikatakan mantan pengurus PMII Surabaya periode 2010-2011, Arif. Ia berpendapat bahwa kontestasi pilkada adalah hal biasa, tidak perlu ada yang panik dan ketakutan, apalagi menyerang.
"Tidak elok dan kelihatan sangat ambisius, sehingga akan menjadikan antipati masyarakat," ujar Arif.
Untuk itu, Arif mengajak kepada siapapun untuk bersikap bijak dan dewasa dalam menyikapi kontestasi Pilkada Surabaya. "Bersikaplah yang sejuk, jangan mencela yang lain. Jangan seperti preman yang berbaju politik," kata Arif.
Sikap Mahfudz tersebut juga mendapat tanggapan dari Bendahara Umum Ikatan Alumni PMII Jatim Firman Syah Ali yang akrab disapa Cak Firman. Menurut Cak Firman Eri Cahyadi tidak melanggar kode etik ASN.
"Mau ada sejuta baliho sekalipun sepanjang bukan Eri Cahyadi yang masang ya tidak masalah. Itu namanya dukungan masyarakat luas terhadap figur Eri Cahyadi," katanya.
Menurut dia, Eri Cahyadi tidak pernah deklarasi, tidak pernah terbukti pasang spanduk dan baliho terkait Pilkada Surabaya.
"Ayolah hak-hak politik ASN jangan terlalu ditindas, itu undang-undangnya kurang benar, seluruh ASN yang ikut kontestasi Pilkada diwajibkan mundur, itu zalim namanya, perlu direview," kata Firman yang juga bakal cawali Surabaya dari ASN di Pemprov Jatim ini.
Untuk itu, Firman berpesan kepada Mahfudz sebagai anggota legislatif agar berbicara dan bersikap dengan santun.
"Masak seorang pejabat publik sampai keluar kalimat seperti itu. Semoga saja tidak masuk pasal ujaran kebencian, ayolah sama-sama kendalikan emosi, ini era UU ITE," kata keponakan Menkopolhukam Mahfud MD ini. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020