Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Probolinggo Nanang Trijoko Suhartono membantah terjadinya kelangkaan pupuk bersubsidi di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
"Sebenarnya untuk pupuk bersubsidi itu bukan terjadi kelangkaan, tetapi memang ada pengurangan sebesar 50 persen dan pengurangan alokasi pupuk bersubsidi tersebut berlaku secara nasional," katanya di Kabupaten Probolinggo, Rabu.
Menurut dia, pupuk bersubsidi hanya diperuntukkan bagi petani yang memiliki luasan lahan pertanian maksimal 2 hektare setiap musim tanam dan petani harus bergabung dengan kelompok tani, serta sudah masuk dalam rencana definitif kebutuhan kelompok elektronik.
"Kebijakan tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) RI Nomor 01 Tahun 2020 Tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun 2020," tuturnya.
Apabila lahan pertaniannya lebih dari 2 hektare, maka sisanya harus menggunakan pupuk non subsidi, sehingga hal itu yang kemudian memunculkan kesan terjadi kelangkaan pupuk di kalangan petani, padahal sebenarnya yang kekurangan pupuk itu adalah lahan petani yang lebih dari 2 hektare.
'Pengurangan alokasi pupuk bersubsidi itu tidak hanya terjadi di Kabupaten Probolinggo, namun berlaku secara nasional. Menteri Pertanian menyampaikan nantinya masih dimungkinkan ada penambahan kuota bagi setiap daerah," katanya.
Ia menjelaskan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah membuat kebijakan seperti itu, agar ketergantungan petani terhadap pupuk kimia yang melebihi dosis atau anjuran akan dikembalikan lagi pada efisiensi pemakaian pupuk nonkimia atau organik untuk memperbaiki struktur tanah.
"Kalau tanahnya gembur, maka tanamannya akan tumbuh dengan subur. Untuk menjaga kesuburan tanah melalui pemakaian pupuk organik, sehingga salah satu kebijakan dari pemerintah pusat adalah dengan menggalakkan Unit Pelayanan Pupuk Organik (UPPO), jadi kelompok tani diberikan sapi dan kandang, selanjutnya kotoran ternaknya dibuat bahan baku pupuk organik dan dikembalikan ke tanah," ujarnya.
Selama ini, lanjut dia, respon masyarakat terhadap pemakaian pupuk organik yang dikembangkan oleh pemerintah masih sangat rendah dan apabila dibuat paket, maka tidak akan ditebus. Walaupun ditebus terkadang tidak dipakai, padahal pupuk organik itu sangat bagus untuk mengembalikan kesuburan tanah.
"Tahun 2020, Kabupaten Probolinggo mendapatkan alokasi pupuk bersubsidi urea 22.400 ton, ZA sebanyak 7.351 ton, SP-36 sebanyak 1.763 ton, NPK sebanyak 8.524 ton dan pupuk organik sebanyak 839 ton. Alokasi itu jauh lebih sedikit dibandingkan usulan yang disampaikan melalui RDKK," katanya.
Ia memprediksi petani yang tidak dapat membeli pupuk bersubsidi karena masih belum masuk ke sistem RDKK elektronik karena saat ini penebusan pupuk bersubsidi syaratnya petani masuk ke RDKK elektronik dan masing-masing produsen pupuk sudah memegang salinan RDKK tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020
"Sebenarnya untuk pupuk bersubsidi itu bukan terjadi kelangkaan, tetapi memang ada pengurangan sebesar 50 persen dan pengurangan alokasi pupuk bersubsidi tersebut berlaku secara nasional," katanya di Kabupaten Probolinggo, Rabu.
Menurut dia, pupuk bersubsidi hanya diperuntukkan bagi petani yang memiliki luasan lahan pertanian maksimal 2 hektare setiap musim tanam dan petani harus bergabung dengan kelompok tani, serta sudah masuk dalam rencana definitif kebutuhan kelompok elektronik.
"Kebijakan tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) RI Nomor 01 Tahun 2020 Tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun 2020," tuturnya.
Apabila lahan pertaniannya lebih dari 2 hektare, maka sisanya harus menggunakan pupuk non subsidi, sehingga hal itu yang kemudian memunculkan kesan terjadi kelangkaan pupuk di kalangan petani, padahal sebenarnya yang kekurangan pupuk itu adalah lahan petani yang lebih dari 2 hektare.
'Pengurangan alokasi pupuk bersubsidi itu tidak hanya terjadi di Kabupaten Probolinggo, namun berlaku secara nasional. Menteri Pertanian menyampaikan nantinya masih dimungkinkan ada penambahan kuota bagi setiap daerah," katanya.
Ia menjelaskan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah membuat kebijakan seperti itu, agar ketergantungan petani terhadap pupuk kimia yang melebihi dosis atau anjuran akan dikembalikan lagi pada efisiensi pemakaian pupuk nonkimia atau organik untuk memperbaiki struktur tanah.
"Kalau tanahnya gembur, maka tanamannya akan tumbuh dengan subur. Untuk menjaga kesuburan tanah melalui pemakaian pupuk organik, sehingga salah satu kebijakan dari pemerintah pusat adalah dengan menggalakkan Unit Pelayanan Pupuk Organik (UPPO), jadi kelompok tani diberikan sapi dan kandang, selanjutnya kotoran ternaknya dibuat bahan baku pupuk organik dan dikembalikan ke tanah," ujarnya.
Selama ini, lanjut dia, respon masyarakat terhadap pemakaian pupuk organik yang dikembangkan oleh pemerintah masih sangat rendah dan apabila dibuat paket, maka tidak akan ditebus. Walaupun ditebus terkadang tidak dipakai, padahal pupuk organik itu sangat bagus untuk mengembalikan kesuburan tanah.
"Tahun 2020, Kabupaten Probolinggo mendapatkan alokasi pupuk bersubsidi urea 22.400 ton, ZA sebanyak 7.351 ton, SP-36 sebanyak 1.763 ton, NPK sebanyak 8.524 ton dan pupuk organik sebanyak 839 ton. Alokasi itu jauh lebih sedikit dibandingkan usulan yang disampaikan melalui RDKK," katanya.
Ia memprediksi petani yang tidak dapat membeli pupuk bersubsidi karena masih belum masuk ke sistem RDKK elektronik karena saat ini penebusan pupuk bersubsidi syaratnya petani masuk ke RDKK elektronik dan masing-masing produsen pupuk sudah memegang salinan RDKK tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020