Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kepala Desa Alastengah, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, dilaporkan ke kejaksaan negeri setempat karena membuat dan menerbitkan sertifikat tanah hak milik di kawasan hutan lindung dan hutan produksi.

"Kami melaporkan hal ini ke aparat penegak hukum (APH) Situbondo, sudah yang kesekian kalinya, namun tidak ada tindakan apapun. Kemarin kami kembali melaporkan dan membawa bukti sejumlah sertifikat yang dikeluarkan BPN Situbondo," kata pendamping Program Rehabilitasi Hutan Lindung Kabupaten Situbondo, Edy Susanto di Situbondo, Selasa.

Ia menyebutkan, ada sekitar 300 sertifikat hak milik atas nama perseorangan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi Desa Alastengah, Kecamatan Sumbermalang, yang telah diterbitkan oleh BPN.

Sertifikat hak milik di kawasan hutan lindung dan hutan produksi itu diterbitkan pada tahun 2015 hingga 2017 oleh BPN. Luasan lahan milik negara yang terbit sertifikat hak miliknya itu mencapai sekitar 650 hektare.

"Semula kami sebagai pendamping Program Rehabilitasi Hutan Lindung datang ke lokasi untuk program pendampingan warga, tetapi tiba-tiba sejumlah masyarakat datang dan menunjukkan sertifikat hak milik di tanah hutan milik negara itu. Makanya kami laporkan," kata Edy.

Pihaknya melaporkan BPN karena telah menerbitkan sertifikat tanah hak milik di kawasan hutan lindung dan hutan produksi, sedangkan kepala desa dilaporkan sebagai pemegang buku kerawangan desa.

Sementara itu, Sukri, Kepala Desa Alastengah, Kecamatan Sumbermalang, membantah jika lahan yang telah terbit sertifikat itu merupakan kawasan hutan lindung dan hutan produksi.

"Kalau memang lahan itu milik Perhutani (hutan lindung dan hutan produksi), kenapa keluar sertifikat? Maaf saya lagi rapat," katanya singkat saat dihubungi.

Sementara itu, Wakil Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bondowoso membawahi Situbondo, Muhammad Sabri Majid, mengaku belum mengetahui adanya sekitar 300 sertifikat hak milik di kawasan hutan lindung di Lereng Gunung Argopuro itu.

"Yang kami tahu ada delapan sertifikat dan data tersebut ada di Bagian Hukum KPH Bondowoso. Mengenai lahan yang 650 hektare dan 300 sertifikat kami belum tahu itu," kata Sabri saat dihubungi.

Ia menjelaskan, pihaknya tidak tahu secara pasti bagaimana tiba-tiba muncul sertifikat. Sabri juga tidak memahami betul apakah sertifikat yang dimaksud lokasinya di lahan milik Perhutani atau tidak.

"Harusnya BPN menunjukkan bahwa itu lokasi lahannya di mana (apakah di lahan milik Perhutani atau tidak), ini sampai sekarang belum jelas," ujarnya.

Sementara itu, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Situbondo terkesan menutup diri, karena saat dua kali didatangi ke kantornya, karyawan BPN menyampaikan Kepala BPN sedang rapat dan staf lain di BPN yang berkompeten juga sedang tidak ada di kantor.

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020