Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi mengungkapkan saat ini ada sebanyak 301.696 ton garam rakyat hasil produksi 2019 di Pulau Madura, Jawa Timur, belum terserap akibat harga garam anjlok.

"Data ini berdasarkan hasil kunjungan ke kantor pusat PT Garam di Kalianget, Sumenep dan gudang penyimpanan garam di Pamekasan tadi," kata Baidowi kepada ANTARA di Pamekasan, Kamis.

Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) asal Daerah Pemilihan Madura ini membeberkan data temuan saat melakukan kunjungan ke dua kabupaten itu.

Ia menyebutkan bahwa produksi garam PT Garam tahun 2019 cukup melimpah yakni mencapai 454.500 ton, sedangkan kapasitas gudang penyimpanan hanya 445.650 ton.

Sementara penyerapan garam rakyat menggunakan skema PMN (penyertaan modal negara) hingga akhir 2019 mencapai 152.804 ton.

Akibatnya garam tersebut harus disimpan di gudang olo (terbuka) yang hanya memiliki masa waktu satu tahun, dan itu terjadi, karena penjualan garam terkendala harga yang sangat murah, yakni hanya dalam kisaran Rp200 per kilogram atau Rp200 ribu per ton.

Dia menjelaskan, anjloknya harga garam ini salah satunya akibat masih dibukanya kran impor yang bisa dilakukan oleh perusahaan manapun yang memenuhi persyaratan.

"Akibatnya harga tak terkendali," ujar Awiek sapaan karib Achmad Baidowi.
Pekerja memanen garam di Desa Bunder, Pamekasan, Jawa Timur, Senin (4/11/2019). Menjelang berakhirnya musim olah garam tahun ini, harga komoditas tersebut untuk kualitas satu (K1) semakin anjlok dari Rp300 ribu menjadi Rp250 ribu per ton dan K2 menjadi Rp200 ribu dari Rp250 ribu per ton. ANTARA FOTO/Saiful Bahri/pras.


Selain itu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Pemberdayaan Nelayan Budidaya Ikan dan Petambak Garam, tambahnya, memang masih membuka ruang kebebasan bagi siapapun untuk melakukan impor garam.

Oleh karenanya, perlu adanya revisi untuk mengendalikan impor garam, agar berpihak pada kepentingan petani garam. Terutama dengan memasukkan poin di Pasal 38 dengan menambahkan beberapa poin.

Pertama, perlu ditambahkan tentang harga garam standar nasional sebagai bahan kebutuhan pokok.

"Kedua, yang berhak mengimpor adalah BUMN. Tujuannya agar dapat mengendalikan jumlah stok impor tidak disalahgunakan dan agar menjadi buffer stok garam industri nasional," katanya.

Berikutnya, hal yang juga perlu dimasukkan nanti bahwa BUMN yang dimaksud sebagaimana pada ayat (2) undang-undang itu, berfungsi sebagai buffer stok dan buffer harga untuk menjamin stabilisasi stok garam dan harga garam nasional.

Keempat, menurut mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Yogyakarta ini, bahwa BUMN yang dimaksud pada ayat 2 ketentuan itu hendaknya direkomendasikan oleh Menteri Perdagangan sebagaimana memenuhi persyaratan.

"Sebab, jika tidak ada pengendalian atau pembatasanimpor garam, maka harga garam masih akan terus anjlok," katanya.

Sementara kadar NaCL garam produksi dalam negeri menurut dia, sebenarnya cukup tinggi, tinggal dilakukan peningkatan kualitas melalui pemanfaatan teknologi.

Pewarta: Abd Aziz

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2020