Operasi tangkap tangan atau OTT terhadap dua oknum kepala sekolah dasar oleh Unit Tindak Pidana Korupsi (pidkor) Satreskrim Polres Situbondo, Jawa Timur, beberapa waktu lalu menjadi pertanyaan publik karena hingga saat ini belum jelas kelanjutan kasusnya.

Polisi melakukan operasi tangkap tangan dua orang oknum kepala sekolah dasar yang diduga melakukan pungutan liar terhadap guru penerima sertifikasi pada 4 Desember 2019.

"Istilah tertangkap tangan yang kerap kali disebut sebagai OTT, banyak menuai asumsi negatif di kalangan masyarakat. Sebab OTT yang dilakukan Polres Situbondo terhadap dua oknum kasek sampai hari ini masih menimbulkan banyak tanya. Apakah status keduanya itu benar-benar bersalah atau tidak bersalah (salah tangkap)," ujar praktisi hukum Situbondo Hendriyansyah di Situbondo, Selasa.

Ia mengemukakan hal itu berkaitan dengan OTT oknum kepala sekolah dasar di Kecamatan Asembagus yang dilakukan oleh Polres Situbondo sampai hari ini belum ada kejelasan status hukumnya. Karena, dalam melakukan penangkapan sudah jelas dasar bukti permulaan.

"Selaku praktisi hukum, pesan saya agar para penegak hukum di Situbondo harus dapat memberi pemahaman yang sesuai prosedur hukum, agar tidak ada lagi asumsi negatif atas OTT ini," ucapnya.

Ia menjelaskan bahwa dalam Pasal 17 KUHAP, perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Selanjutnya, Pasal 18 ayat 2 dalam hal tertangkap tangan, penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.

"Sedangkan Pasal 19 menjelaskan tentang batas waktu penangkapan. Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dapat dilakukan untuk paling lama satu hari," katanya.

Berkaitan dengan penjelasan Pasal 17 tentang Frasa Bukti Permulaan yang cukup, lanjutnya, dalam KUHAP dengan tegas menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan Pasal 1 butir 14 KUHAP.

"Pasal ini menentukan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana," kata Hendri.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Situbondo AKP Masykur saat dihubungi mengenai perkembangan kasus OTT kepala sekolah itu menyampaikan bahwa penyidik masih akan melakukan gelar perkara.

"Masih akan dilakukan gelar perkara, sebelumnya sudah gelar perkara. Kami juga sudah memintai keterangan guru-guru," katanya singkat.

Sebelumnya, pada 4 Desember 2019 petugas Unit Tindak Pidana Korupsi Satreskrim Polres Situbondo melakukan operasi tangkap tangan terhadap dua orang oknum kepala sekolah dasar yang diduga melakukan pungutan liar terhadap guru penerima sertifikasi.

Dua kepala sekolah yang tertangkap tangan menerima uang dari guru yang memperoleh sertifikasi itu, yakni DR (56) kepala sekolah di Mojosari  dan AR (50) kepala  sekolah  di Trigonco.

Dari operasi tangkap tangan dua kepala sekolah dasar itu, selain mengamankan dua kasek, juga mengamankan barang bukti uang yang diduga hasil pungutan liar sekitar Rp21 juta.

Pewarta: Novi Husdinariyanto

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019