Sebanyak 53 tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bermasalah dideportasi pemerintah Malaysia melalui Kota Dumai, Provinsi Riau, dimana salah seorang tenaga kerja adalah perempuan yang sedang hamil empat bulan.
"Yang dideportasi kebanyakan dari mereka pekerja yang bermasalah, atau dalam istilah pemerintah kita, pekerja migran Indonesia yang bermasalah. Mereka sudah jalani hukuman penjara, atau naik ke mahkamah istilah di Malaysia," kata Koordinator Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI) Dumai, Humisar Saktipan Viktor Siregar ketika dihubungi dari Pekanbaru, Rabu.
Humisar menjelaskan, TKI tersebut mayoritas berasal dari Provinsi Sumatera Utara. Malaysia mendeportasi mereka dengan kapal feri dari rumah detensi imigrasi Depot Lenggeng, Negeri Sembilan, Malaysia, dan tiba di Pelabuhan Dumai pada Selasa (3/12).
Begitu tiba di Tanah Air mereka langsung dikumpulkan di kantor P4TKI Dumai untuk jalani pemeriksaan. Ia mengatakan TKI tersebut menjalani deportasi swadaya atas kemauan dan biaya sendiri maupun dari pihak keluarga pekerja di Indonesia.
"Mereka sudah jalani hukuman penjara, dikembalikan ke Depot Imigrasi Lengging dan mereka yang miliki biaya baru bisa dipulangkan ke Indonesia. Sebenarnya ada dua jalur, yakni dengan feri debarkasi ke Pelabuhan Dumai, dan ada jalur udara ke Bandara Kualanamu, Sumatera Utara dan Bandara Juanda, Surabaya," katanya.
Ia mengatakan para TKI ketika dideportasi tidak membawa harta benda dan paspor. Mereka masuk ke Indonesia menggunakan dokumen SPLP (Surat Perjalanan Laksana Paspor).
"Informasi dari mereka (TKI), harta benda mereka sewaktu ditangkap rata-rata tidak dikembalikan, baik berupa barang maupun uang," kata Humisar.
Humisar juga menjelaskan 53 TKI tersebut terdiri dari 11 orang perempuan dan sisanya pria. Dua di antaranya adalah pasangan suami isteri bernama Budi dan Cung Bui Tin, asal Singkawang Provinsi Kalimantan Barat. Cung Bui Tin dalam kondisi berbadan dua saat dideportasi, karena sedang hamil empat bulan.
"Satu orang dalam posisi hamil empat bulan," kata Humisar.
P4TKI memfasilitasi wartawan Antara untuk berbicara dengan Cung Bui Tin via telepon. Perempuan berusia 30 tahun ini mengaku baru lima bulan bekerja di Malaysia, sebelum ditangkap petugas imigrasi karena tidak ada izin kerja.
Ia dan suaminya bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran di Bukit Jalil, daerah pinggiran Kota Kuala Lumpur, Malaysia.
"Baru lima bulan di Malaysia," ujarnya.
Ia mengatakan merasa kapok harus berurusan dengan imigrasi Malaysia karena harus satu bulan menjalani proses hukuman, termasuk dua minggu di penjara. Apalagi kondisinya sedang hamil saat dipenjara.
Ia mengaku tidak ingin balik lagi ke Malaysia.
"Gak (mah) lah. Urus anak saja," kata Cung Bui Tin ketika ditanya apa ingin balik ke Malaysia lagi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Yang dideportasi kebanyakan dari mereka pekerja yang bermasalah, atau dalam istilah pemerintah kita, pekerja migran Indonesia yang bermasalah. Mereka sudah jalani hukuman penjara, atau naik ke mahkamah istilah di Malaysia," kata Koordinator Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI) Dumai, Humisar Saktipan Viktor Siregar ketika dihubungi dari Pekanbaru, Rabu.
Humisar menjelaskan, TKI tersebut mayoritas berasal dari Provinsi Sumatera Utara. Malaysia mendeportasi mereka dengan kapal feri dari rumah detensi imigrasi Depot Lenggeng, Negeri Sembilan, Malaysia, dan tiba di Pelabuhan Dumai pada Selasa (3/12).
Begitu tiba di Tanah Air mereka langsung dikumpulkan di kantor P4TKI Dumai untuk jalani pemeriksaan. Ia mengatakan TKI tersebut menjalani deportasi swadaya atas kemauan dan biaya sendiri maupun dari pihak keluarga pekerja di Indonesia.
"Mereka sudah jalani hukuman penjara, dikembalikan ke Depot Imigrasi Lengging dan mereka yang miliki biaya baru bisa dipulangkan ke Indonesia. Sebenarnya ada dua jalur, yakni dengan feri debarkasi ke Pelabuhan Dumai, dan ada jalur udara ke Bandara Kualanamu, Sumatera Utara dan Bandara Juanda, Surabaya," katanya.
Ia mengatakan para TKI ketika dideportasi tidak membawa harta benda dan paspor. Mereka masuk ke Indonesia menggunakan dokumen SPLP (Surat Perjalanan Laksana Paspor).
"Informasi dari mereka (TKI), harta benda mereka sewaktu ditangkap rata-rata tidak dikembalikan, baik berupa barang maupun uang," kata Humisar.
Humisar juga menjelaskan 53 TKI tersebut terdiri dari 11 orang perempuan dan sisanya pria. Dua di antaranya adalah pasangan suami isteri bernama Budi dan Cung Bui Tin, asal Singkawang Provinsi Kalimantan Barat. Cung Bui Tin dalam kondisi berbadan dua saat dideportasi, karena sedang hamil empat bulan.
"Satu orang dalam posisi hamil empat bulan," kata Humisar.
P4TKI memfasilitasi wartawan Antara untuk berbicara dengan Cung Bui Tin via telepon. Perempuan berusia 30 tahun ini mengaku baru lima bulan bekerja di Malaysia, sebelum ditangkap petugas imigrasi karena tidak ada izin kerja.
Ia dan suaminya bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran di Bukit Jalil, daerah pinggiran Kota Kuala Lumpur, Malaysia.
"Baru lima bulan di Malaysia," ujarnya.
Ia mengatakan merasa kapok harus berurusan dengan imigrasi Malaysia karena harus satu bulan menjalani proses hukuman, termasuk dua minggu di penjara. Apalagi kondisinya sedang hamil saat dipenjara.
Ia mengaku tidak ingin balik lagi ke Malaysia.
"Gak (mah) lah. Urus anak saja," kata Cung Bui Tin ketika ditanya apa ingin balik ke Malaysia lagi. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019