Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Prakoso dari Kejaksaan Negeri Surabaya menilai kesaksian dua ahli yang semestinya meringankan terdakwa Henry Jocosity Gunawan dan istrinya Iuneke Anggraini justru semakin menguatkan dakwaan.

Masing-masing adalah ahli hukum perkawinan Dr Arovah Windiani, SH, MH dan ahli hukum pidana Dr Choirul Huda,SH, MH. Keduanya didatangkan dari Universitas Muhammadiyah Jakarta oleh tim kuasa hukum terdakwa Henry dan Iuneke untuk bersaksi di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis.

Baca juga: Empat saksi kasus Henry Gunawan kuatkan dakwaan jaksa

Terdakwa Henry dan istrinya dalam perkara ini diadili dengan tuduhan memberikan keterangan palsu ke dalam dua akta otentik terkait perjanjian pengakuan utang dan "personal guarantee" dengan PT Graha Nandi Sampoerna sebagai pemberi utang senilai Rp17.325.000, yang disahkan di hadapan notaris Atika Ashibilie SH di Surabaya pada 6 Juli 2010.

Dalam dua akta tersebut, Henry menyatakan bahwa dirinya mendapat persetujuan dari istrinya Iuneke Anggraini, dengan masing-masing membubuhkan tanda tangan, untuk bersama-sama akan membayar utang tersebut.

Belakangan terungkap Henry dan Iuneke menikah pada tanggal 8 November 2011 di Vihara Buddhayana Surabaya sebagaimana tercatat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tertanggal 9 November 2011.

Baca juga: Dua pakar bersaksi terkait kasus pemalsuan akta otentik Henry Gunawan

Sementara terdakwa Henry dan Iuneke berdalih saat menandatangani dua akta otentik tersebut telah menikah secara adat Tionghoa.

"Kesaksian dua ahli yang dihadirkan tim kuasa hukum terdakwa Henry dan Iuneke justru menguatkan dakwaan kami," ujar JPU Ali, saat dikonfirmasi usai persidangan.

Baca juga: JPU Tuntut Henry Empat Tahun Penjara

Dia mencontohkan keterangan Dr Arovah yang dalam persidangan mengaku tidak mengetahui tata cara perkawinan adat Tionghoa.

"Bagaimana bisa saksi ahli menyatakan perkawinan terdakwa Henry dan Iuneke yang dilakukan secara adat Tionghoa dinyatakan sah kalau dia sendiri mengaku tidak tahu adat perkawinan Tionghoa seperti apa," katanya.

Begitu pula keterangan saksi ahli pidana Choirul Huda, menurut Ali, juga menguatkan dakwaan.

"Dalam persidangan tadi, Dr Choirul Huda sebagai ahli pidana menjelaskan keterangan pada akta otentik harus substansi dari isi perjanjian. Sedangkan pada Pasal 266 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang kami dakwakan pada terdakwa Henry dan Iuneke, sama sekali tidak disebutkan bahwa keterangan pada akta otentik harus substantif. Intinya tetap keterangan di akta otentik," ucapnya.

Pewarta: Hanif Nashrullah

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019