Mantan narapidana teroris Kurnia Widodo meminta pihak kampus perlu mewaspadai mahasiswa yang sikapnya berubah secara tiba-tiba seperti tidak mau beribadah dengan kawan lainnya, mengkafirkan orang yang tidak sepaham, tidak mengakui negara, dan membatasi pergaulan secara sepihak atau bahkan meninggalkan kuliah.
"Ada kemungkinan mahasiswa tersebut sudah terpapar radikalisme, sehingga perlu dilakukan pendekatan persuasif jika menemukan mahasiswa seperti itu," katanya saat menjadi pembicara kegiatan Dialog Pelibatan Civitas Akademika Dalam Pencegahan Terorisme Melalui FKPT Jawa Timur di Kampus Universitas Jember, Jawa Timur, Rabu.
Ia memaparkan pengalamannya saat masuk kelompok radikalisme karena beberapa di antara pelaku terorisme adalah lulusan kampus, termasuk dirinya yang awalnya mengikuti semacam pengajian atau dauroh dan mulai terpengaruh, sehingga kemudian masuk ke dalam kelompok teroris.
Dengan latar belakang pendidikan bidang teknik kimia, Kurnia Widodo bertugas sebagai perakit bom di kelompoknya.
Ia meminta pengelola kampus memperhatikan betul kondisi mahasiswanya agar terhindar dari pengaruh paham-paham radikal yang bisa mengarah kepada aksi terorisme.
"Kampus harus aktif memberikan pembinaan kepada mahasiswa dengan memberikan wawasan keagamaan dan sosial budaya yang benar dengan berbagai cara, mulai membina masjid hingga mengawasi kegiatan-kegiatan berkedok training, pengajian atau tabligh akbar," katanya.
Bagi mahasiswa, lanjut dia, jangan mudah percaya kepada informasi yang belum jelas atau kabar bohong, sehingga jangan mudah kagum pada orang yang dianggap ulama, padahal belum jelas latar belakangnya, sehingga diharapkan selalu melakukan saring sebelum sharing informasi dan aktif mencari informasi lain sebagai pembanding.
"Keberadaan media sosial juga mempercepat penyebaran paham radikalisme, sehingga perlu dilakukan pemetaan terhadap potensi-potensi radikalisme di kampus seperti Universitas Jember," ujarnya.
Kurnia juga menyebut pernah bertemu alumni Universitas Jember di Kabupaten Jember yang terpengaruh paham radikal dan hingga kini terus mendapat pengawasan dari pihak berwenang.
Sementara itu, Rektor Universitas Jember Moh Hasan mengaku kaget dengan pernyataan mantan napiter tersebut, namun tidak membantah ada dosen dan karyawan Unej yang jumlahnya lebih dari 10 orang terindikasi mengikuti paham radikal.
"Kami melakukan pendekatan persuasif untuk menyadarkan mereka kembali ke jalan benar dan meninggalkan radikalisme, sehingga pemantauan dan gerak-geriknya juga selalu dipantau," katanya.
Acara dialog tersebut adalah hasil kerja sama antara BNPT, Universitas Jember dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur dengan menghadirkan sejumlah pemateri yakni Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Hamli dan mantan napiter Kurnia Widodo.
Namun, peserta juga mendapatkan informasi hasil penelitian terkait paham radikal di kampus Yusli Efendi, Sekertaris Pusat Studi Pesantren dan Nurul Barizah, peneliti FKPT mengenai pemetaan potensi radikalisme dan terorisme di Jawa Timur.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Ada kemungkinan mahasiswa tersebut sudah terpapar radikalisme, sehingga perlu dilakukan pendekatan persuasif jika menemukan mahasiswa seperti itu," katanya saat menjadi pembicara kegiatan Dialog Pelibatan Civitas Akademika Dalam Pencegahan Terorisme Melalui FKPT Jawa Timur di Kampus Universitas Jember, Jawa Timur, Rabu.
Ia memaparkan pengalamannya saat masuk kelompok radikalisme karena beberapa di antara pelaku terorisme adalah lulusan kampus, termasuk dirinya yang awalnya mengikuti semacam pengajian atau dauroh dan mulai terpengaruh, sehingga kemudian masuk ke dalam kelompok teroris.
Dengan latar belakang pendidikan bidang teknik kimia, Kurnia Widodo bertugas sebagai perakit bom di kelompoknya.
Ia meminta pengelola kampus memperhatikan betul kondisi mahasiswanya agar terhindar dari pengaruh paham-paham radikal yang bisa mengarah kepada aksi terorisme.
"Kampus harus aktif memberikan pembinaan kepada mahasiswa dengan memberikan wawasan keagamaan dan sosial budaya yang benar dengan berbagai cara, mulai membina masjid hingga mengawasi kegiatan-kegiatan berkedok training, pengajian atau tabligh akbar," katanya.
Bagi mahasiswa, lanjut dia, jangan mudah percaya kepada informasi yang belum jelas atau kabar bohong, sehingga jangan mudah kagum pada orang yang dianggap ulama, padahal belum jelas latar belakangnya, sehingga diharapkan selalu melakukan saring sebelum sharing informasi dan aktif mencari informasi lain sebagai pembanding.
"Keberadaan media sosial juga mempercepat penyebaran paham radikalisme, sehingga perlu dilakukan pemetaan terhadap potensi-potensi radikalisme di kampus seperti Universitas Jember," ujarnya.
Kurnia juga menyebut pernah bertemu alumni Universitas Jember di Kabupaten Jember yang terpengaruh paham radikal dan hingga kini terus mendapat pengawasan dari pihak berwenang.
Sementara itu, Rektor Universitas Jember Moh Hasan mengaku kaget dengan pernyataan mantan napiter tersebut, namun tidak membantah ada dosen dan karyawan Unej yang jumlahnya lebih dari 10 orang terindikasi mengikuti paham radikal.
"Kami melakukan pendekatan persuasif untuk menyadarkan mereka kembali ke jalan benar dan meninggalkan radikalisme, sehingga pemantauan dan gerak-geriknya juga selalu dipantau," katanya.
Acara dialog tersebut adalah hasil kerja sama antara BNPT, Universitas Jember dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur dengan menghadirkan sejumlah pemateri yakni Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Hamli dan mantan napiter Kurnia Widodo.
Namun, peserta juga mendapatkan informasi hasil penelitian terkait paham radikal di kampus Yusli Efendi, Sekertaris Pusat Studi Pesantren dan Nurul Barizah, peneliti FKPT mengenai pemetaan potensi radikalisme dan terorisme di Jawa Timur.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019