Seorang ulama dunia yang juga mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir, Syekh Prof. Dr. Ibrahim Salah Elsayed Soliman Elhodhod, memberikan ceramah di hadapan ratusan ulama, tokoh dan guru agama di Pendopo Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa (2/7/) malam.
Dalam ceramahnya, Syekh Ibrahim Salah mendukung terus upaya kalangan ulama di Tanah Air dan Banyuwangi yang menjaga paham Islam moderat.
Islam moderat yang dimaksud oleh Syekh Ibrahim, tak lain adalah bentuk dari Islam Rahmatan lil Alamin.
"Islam itu rahmat bagi semesta alam. Alam ini mencakup semua hal. Tak hanya orang Islam, semua umat manusia binatang dan tumbuhan juga harus merasakan rahmat Islam," katanya.
Universitas Al Azhar sendiri, menurut Syekh Ibrahim, menjadi salah satu pusat peradaban keilmuan yang mengusung Islam moderat, meskipun secara umum merupakan kampus Islam, Al Azhar tak menutup diri terhadap ilmuwan non-muslim.
Ia mencontohkan, bagaimana dulu Al Azhar menerima Musa bin Maimun (1135-1204 M) yang tak lain adalah seorang Rabbi Yahudi. Namun, karena wawasan tentang ilmu kedokteran yang begitu mendalam, hingga akhir hayatnya, Musa diberikan keleluasaan mengajar di Al Azhar.
"Sampai saat ini, banyak para orientalis yang riset dan keluar masuk masjid di Al-Azhar. Karena keramahan di Al Azhar, tak sedikit dari mereka kemudian masuk Islam. Meski demikian, kita juga tidak mengusik mereka yang tak mau masuk Islam," paparnya.
Oleh karena itu, Syekh Ibrahim menyampaikan, janganlah beragama dengan fanatisme buta (ta'ashub).
"Pada dasarnya, Islam menolak ta'ashub. Apalagi hingga mengakibatkan perpecahan. Hakikatnya Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad adalah Islam yang damai," tutur Syekh Ibrahim.
Syekh Ibrahim berpesan, keragaman agama dan suku serta bahasa di Indonesia adalah sebuah anugerah yang harus dijaga. Jangan sampai hancur berantakan karena sikap ta'ashub umat Islam itu sendiri.
Kedamaian di Indonesia ini, mengingatkannya pada masa Nabi Muhammad tatkala hijrah ke Madinah. Semua umat hidup rukun di sana.
"Saat Nabi ke Madinah, beliau memberi kebebasan bagi masyarakat Madinah memeluk agama apapun. Bahkan yang paling banyak adalah orang-orang yang tak bertuhan. Nabi tak mengusiknya. Kecuali ketika mereka mengkhianati perjanjian yang telah disepakati bersama," katanya.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas berharap apa yang disampaikan oleh Syekh Ibrahim tersebut bisa menjadi motivasi baru untuk memperkuat persatuan umat di Banyuwangi. Pemahaman Islam yang moderat harus terus didakwakan di "Bumi Blambangan".
"Apa yang disampaikan oleh Syekh Ibrahim ini bisa disampaikan kepada yang lain. Sehingga faham beragama yang moderat ini bisa menjadi jangkar agar masyarakat Banyuwangi tetap damai dalam keragaman agama," ujar mantan Ketua Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) itu.
Selama ini, kata Anas, kerukunan beragama di Banyuwangi telah terjaga dengan sangat baik. Namun bukan berarti bebas dari upaya-upaya pihak yang tak bertanggungjawab untuk merusaknya.
"Mari terus kita jaga keharmonisan ini. Jangan sampai terkoyak oleh sesuatu yang kecil, seperti halnya perbedaan pandangan politik atau hal lainnya," tutur Anas.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Dalam ceramahnya, Syekh Ibrahim Salah mendukung terus upaya kalangan ulama di Tanah Air dan Banyuwangi yang menjaga paham Islam moderat.
Islam moderat yang dimaksud oleh Syekh Ibrahim, tak lain adalah bentuk dari Islam Rahmatan lil Alamin.
"Islam itu rahmat bagi semesta alam. Alam ini mencakup semua hal. Tak hanya orang Islam, semua umat manusia binatang dan tumbuhan juga harus merasakan rahmat Islam," katanya.
Universitas Al Azhar sendiri, menurut Syekh Ibrahim, menjadi salah satu pusat peradaban keilmuan yang mengusung Islam moderat, meskipun secara umum merupakan kampus Islam, Al Azhar tak menutup diri terhadap ilmuwan non-muslim.
Ia mencontohkan, bagaimana dulu Al Azhar menerima Musa bin Maimun (1135-1204 M) yang tak lain adalah seorang Rabbi Yahudi. Namun, karena wawasan tentang ilmu kedokteran yang begitu mendalam, hingga akhir hayatnya, Musa diberikan keleluasaan mengajar di Al Azhar.
"Sampai saat ini, banyak para orientalis yang riset dan keluar masuk masjid di Al-Azhar. Karena keramahan di Al Azhar, tak sedikit dari mereka kemudian masuk Islam. Meski demikian, kita juga tidak mengusik mereka yang tak mau masuk Islam," paparnya.
Oleh karena itu, Syekh Ibrahim menyampaikan, janganlah beragama dengan fanatisme buta (ta'ashub).
"Pada dasarnya, Islam menolak ta'ashub. Apalagi hingga mengakibatkan perpecahan. Hakikatnya Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad adalah Islam yang damai," tutur Syekh Ibrahim.
Syekh Ibrahim berpesan, keragaman agama dan suku serta bahasa di Indonesia adalah sebuah anugerah yang harus dijaga. Jangan sampai hancur berantakan karena sikap ta'ashub umat Islam itu sendiri.
Kedamaian di Indonesia ini, mengingatkannya pada masa Nabi Muhammad tatkala hijrah ke Madinah. Semua umat hidup rukun di sana.
"Saat Nabi ke Madinah, beliau memberi kebebasan bagi masyarakat Madinah memeluk agama apapun. Bahkan yang paling banyak adalah orang-orang yang tak bertuhan. Nabi tak mengusiknya. Kecuali ketika mereka mengkhianati perjanjian yang telah disepakati bersama," katanya.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas berharap apa yang disampaikan oleh Syekh Ibrahim tersebut bisa menjadi motivasi baru untuk memperkuat persatuan umat di Banyuwangi. Pemahaman Islam yang moderat harus terus didakwakan di "Bumi Blambangan".
"Apa yang disampaikan oleh Syekh Ibrahim ini bisa disampaikan kepada yang lain. Sehingga faham beragama yang moderat ini bisa menjadi jangkar agar masyarakat Banyuwangi tetap damai dalam keragaman agama," ujar mantan Ketua Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) itu.
Selama ini, kata Anas, kerukunan beragama di Banyuwangi telah terjaga dengan sangat baik. Namun bukan berarti bebas dari upaya-upaya pihak yang tak bertanggungjawab untuk merusaknya.
"Mari terus kita jaga keharmonisan ini. Jangan sampai terkoyak oleh sesuatu yang kecil, seperti halnya perbedaan pandangan politik atau hal lainnya," tutur Anas.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019