Oleh Dr. Machsus, ST., MT. *
Beberapa hari sebelum Hari Raya Idul Fitri, kiriman pesan ucapan lebaran digital mulai masuk ke ponsel kita. Intensitasnya kian bertambah banyak seiring dengan semakin dekatnya hari H Lebaran. Lalu, tepat di hari Lebaran masuknya pesan digital tersebut tentu semakin bertubi-tubi, terutama di grup-grup media sosial. Fenomena informasi overload ini yang terjadi pada momentum Lebaran ini tentu tak lepas dari semakin banyaknya pengguna smartphone yang memberikan kemudahan dalam menyampaikan informasi dan komunikasi visual di era digital ini.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di era digital membuat penyampaian ucapan permohonan maaf lahir bathin bisa dilakukan dengan sangat mudah. Singkatnya, hanya dengan sekali copas (copy-paste) atau forward, lalu pilih grup-grup media sosial yang dituju, maka ucapan Lebaran digital itu diterima dan dibaca oleh ratusan orang pada setiap grup-grup komunitas, seperti WAG (WhatsApp Group). Akibatnya, hampir semua pengguna smartphone mengalami kebanjiran informasi ucapan Lebaran digital.
Fenomena ucapan Lebaran digital ini menarik untuk dicermati mengingat saat ini kehadiran teknologi informasi dan media sosial sudah dianggap sebagai kebutuhan primer oleh masyarakat. Kini, tingkat ketergantungan masyarakat terhadap perangkat teknologi informasi semakin tinggi. Buktinya, semakin banyak orang yang tak bisa terpisah dari smartphone-nya, karena dalam aktivitas kesehariannya memang sudah terbiasa dimanjakan dengan berbagai fasilitas aplikasi yang tersedia dan tersimpan di dalam ponselnya. Kini tak jarang, ketergantungan seseorang sudah sampai pada level lebih baik ketinggalan tas atau dompet daripada harus ketinggalan ponsel dan powerbank-nya.
Trend perubahan kebiasaan dan perilaku sosial di era digital seperti ini tentu tak lagi dapat dibendung. Hal ini karena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memang banyak memberikan kemudahan dalam menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari, termasuk dalam penyampaian ucapan lebaran. Pilihan bentuk penyampaian ucapan lebaran digital juga semakin variatif. Kita dapat memilik formats teks, gambar, audio dan video yang sesuai selera masing-masing. Kemudahan ini menimbulkan berbagai ide dan karya kreatif sehingga kita dapat menikmati aneka ucapan lebaran digital dengan untaian kata-kata, tampilan meme, serta rekaman video yang bernuansa religi, lucu-lucu, unik dan menarik.
Model penyampaian ucapan lebaran seperti ini tentu sangat mudah, karena kita tak lagi perlu mengeluarkan energi dan biaya besar untuk berkunjung dan bertemu fisik, lalu bersalam-salaman sekaligus menyampaikan permohonan maaf lahir dan batin. Kini tradisi penyampaian ucapan Lebaran secara offline seperti ini mulai digantikan dengan penyampaian ucapan Lebaran digital secara daring, yakni cukup dengan kirim pesan melalui smartphone, maka kita pun seakan sampai di tempat tujuan. Kemudahan di era digital ini makin tampak jelas bila dibandingkan dengan era jaman old, yakni ketika kita mengirim dan atau menerima ucapan permintaan maaf pada Hari Raya Idul Fitri, dalam bentuk kartu ucapan Lebaran (Machsus, 2016).
Kartu Lebaran Tinggal Kenangan
Kini kartu ucapan Lebaran memang sudah tinggal kenangan. Namun demikian, menurut hemat penulis, kaum milenial juga perlu tahu keunggulan penyampaian ucapan Lebaran di era keemasan kartu lebaran. Kala itu, ketika sesorang menerima kartu ucapan Lebaran, rasa bahagianya seolah tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Mendapat kiriman kartu Lebaran dari orang yang dirindukan tentu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi mereka yang pernah merasakannya. Mengapa demikian? Setidaknya karena kala itu kartu Lebaran menjadi salah satu benda yang paling ditunggu-tunggu saat momentum idul fitri. Selain itu, kartu Lebaran menjadi salah satu bukti perhatian dari orang yang mengirimnya, bahkan lebih dari itu juga dapat dimaknai sebagai bentuk kerinduan, kasih dan sayangnya terhadap kita. Kebahagiaan tatkala mendapat kartu lebaran seperti inilah yang mungkin tak akan pernah dirasakan oleh generasi milineal di zaman now.
Sementara disisi lain, ketika kita mendapat kiriman ucapan Lebaran digital melalui pesan di grup-grup media sosial seakan biasa aja, bahkan cenderung terasa hambar. Sangat boleh jadi, kita agak malas merespon atau membalas ucapan lebaran tersebut, karena kita banjir kiriman ucapan Lebaran tersebut di berbagai grup-grup media sosial. Mungkin kita baru membalasnya, ketika kita menerima kiriman ucapan lebaran itu melalui chat japri (jalur pribadi). Lantas, apa yang membuat penyampaian ucapan dalam bentuk kartu lebaran itu sangat berkesan, bahkan jadi kenangan?
Pertama, niat dan usaha yang kuat. Seseorang tak akan mengirim kartu lebaran jika tidak benar-benar memiliki niat dan usaha yang kuat. Bayangkan saja, untuk dapat mengirim kartu Lebaran itu, kita harus membuat atau membeli kartu lebaran. Lalu, memilih kartu Lebaran yang paling cocok untuk diberikan ke seseorang yang mungkin sangat dirindukan. Setelah mendapatkan kartu Lebaran yang desainnya bagus dan redaksional pas di hati, maka kita menuliskan tambahan kata-kata, nama dan tanda tangan kita sebagai pengirim, serta menempelkan prangko untuk dikirim lewat pos ke alamat tujuan. Kita perlu mengalokasikan waktu khusus dan mengeluarkan biaya agar kartu Lebaran tersebut sampai ke tujuan dan dibaca oleh seseorang yang dirindukan. Hal ini tentu berbeda dengan penyampaian ucapan lebaran lewat chat dengan smartphone, yang tentu tanpa biaya, bahkan seakan tanpa niat dan usaha karena kita juga bisa copy paste dan sedikit modifikasi dari kirim ucapan Lebaran orang lain yang masuk ke ponsel kita.
Kedua, selektif memilih tujuan. Lantaran kartu lebaran berbiaya, maka tentu tidak semua orang atau kolega yang dikirimi. Tujuan yang dikirimi tentu terbatas dan selektif. Sangat boleh jadi, hanya orang-orang spesial yang kita kirimi kartu lebaran. Banyaknya tujuan pengiriman kartu Lebaran, selain diperngaruhi oleh kedekatan relasi sosial, juga dibatasi oleh kemampuan anggaran pribadi yang kita alokasikan. Begitu pula, seseorang juga tidak banyak menerima kartu Lebaran dalam setiap momentum idul fitri, kecuali para pejabat, pengusaha, tokoh penting, dan atau kalangan artis ternama.
Ketiga, pesannya dibaca dengan perasaan. Semakin sedikit jumlah kartu Lebaran yang diterima oleh seseorang, maka penerima akan membaca dengan penuh perasaan. Apalagi kartu Lebaran tersebut dikirimi oleh seseorang yang sangat spesial atau dinantikan. Misalnya, kiriman kartu Lebaran yang diterima berasal dari kekasihnya, suami atau istrinya, anak atau orang tuanya, dan orang-orang yang sangat dirindukan lainnya karena setahun tak pernah berjumpa. Disamping itu, untaian kata-kata yang tertulis dalam kartu lebaran biasanya berisi pantun, puisi, dan kata-kata mutiara lainnya, sehingga sangat menyentuh perasaan pembacanya dan membekas di hatinya. Karena itu, tak jarang kartu Lebaran disimpan buat kenang-kenangan dan koleksi. Ini tentu berbeda dengan teks ucapan lebaran yang diposting lewat smartphone yang mudah dihapus, apalagi memori ponsel bisa cepat penuh akibat informasi yang overload.
Kemudahan teknologi informasi dan komunikasi sebagai media penyampaian ucapan Lebaran memang terkesan selalu menguntungkan, namun sejatinya juga berpotensi merugikan karena makna ucapan lebaran kini cenderung kian terasa hambar. Apapun alasannya permohonan maaf lahir bathin yang disampaikan secara langsung dengan bertemu dan bersalaman tentu akan lebih berasa dan terkenang dibanding hanya disampaikan chating japri dengan ponsel. Meskipun redaksi ucapan Lebarannya sama, tentu makna yang dirasakan tentu tidak akan sama. Kita pun juga akan merasa hambar jika menerima ucapan lebaran dengan cara posting di grup-grup media sosial dan juga kurang berselera untuk membalasnya.
Realitas ini menunjukkan bahwa kemudahan teknologi informasi dan komunikasi dapat mempengaruhi perilaku sosial, yang pada gilirannya berdampak pada kian terkikisnya jiwa sosial pada generasi milienial. Beberapa penelitian dan pemberitaan menunjukkan justru generasi digital seperti inilah yang rentan terkena dampak negatif perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih. Oleh karena itu, di era digital dengan informasi overload ini kiranya perlu kita pikirkan model penyampaian ucapan Lebaran yang lebih bermakna, lebih humanis, dan tak terasa hambar.
*Penulis adalah Kepala Departemen Teknik Infrastruktur Sipil, Fakultas Vokasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
Beberapa hari sebelum Hari Raya Idul Fitri, kiriman pesan ucapan lebaran digital mulai masuk ke ponsel kita. Intensitasnya kian bertambah banyak seiring dengan semakin dekatnya hari H Lebaran. Lalu, tepat di hari Lebaran masuknya pesan digital tersebut tentu semakin bertubi-tubi, terutama di grup-grup media sosial. Fenomena informasi overload ini yang terjadi pada momentum Lebaran ini tentu tak lepas dari semakin banyaknya pengguna smartphone yang memberikan kemudahan dalam menyampaikan informasi dan komunikasi visual di era digital ini.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di era digital membuat penyampaian ucapan permohonan maaf lahir bathin bisa dilakukan dengan sangat mudah. Singkatnya, hanya dengan sekali copas (copy-paste) atau forward, lalu pilih grup-grup media sosial yang dituju, maka ucapan Lebaran digital itu diterima dan dibaca oleh ratusan orang pada setiap grup-grup komunitas, seperti WAG (WhatsApp Group). Akibatnya, hampir semua pengguna smartphone mengalami kebanjiran informasi ucapan Lebaran digital.
Fenomena ucapan Lebaran digital ini menarik untuk dicermati mengingat saat ini kehadiran teknologi informasi dan media sosial sudah dianggap sebagai kebutuhan primer oleh masyarakat. Kini, tingkat ketergantungan masyarakat terhadap perangkat teknologi informasi semakin tinggi. Buktinya, semakin banyak orang yang tak bisa terpisah dari smartphone-nya, karena dalam aktivitas kesehariannya memang sudah terbiasa dimanjakan dengan berbagai fasilitas aplikasi yang tersedia dan tersimpan di dalam ponselnya. Kini tak jarang, ketergantungan seseorang sudah sampai pada level lebih baik ketinggalan tas atau dompet daripada harus ketinggalan ponsel dan powerbank-nya.
Trend perubahan kebiasaan dan perilaku sosial di era digital seperti ini tentu tak lagi dapat dibendung. Hal ini karena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memang banyak memberikan kemudahan dalam menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari, termasuk dalam penyampaian ucapan lebaran. Pilihan bentuk penyampaian ucapan lebaran digital juga semakin variatif. Kita dapat memilik formats teks, gambar, audio dan video yang sesuai selera masing-masing. Kemudahan ini menimbulkan berbagai ide dan karya kreatif sehingga kita dapat menikmati aneka ucapan lebaran digital dengan untaian kata-kata, tampilan meme, serta rekaman video yang bernuansa religi, lucu-lucu, unik dan menarik.
Model penyampaian ucapan lebaran seperti ini tentu sangat mudah, karena kita tak lagi perlu mengeluarkan energi dan biaya besar untuk berkunjung dan bertemu fisik, lalu bersalam-salaman sekaligus menyampaikan permohonan maaf lahir dan batin. Kini tradisi penyampaian ucapan Lebaran secara offline seperti ini mulai digantikan dengan penyampaian ucapan Lebaran digital secara daring, yakni cukup dengan kirim pesan melalui smartphone, maka kita pun seakan sampai di tempat tujuan. Kemudahan di era digital ini makin tampak jelas bila dibandingkan dengan era jaman old, yakni ketika kita mengirim dan atau menerima ucapan permintaan maaf pada Hari Raya Idul Fitri, dalam bentuk kartu ucapan Lebaran (Machsus, 2016).
Kartu Lebaran Tinggal Kenangan
Kini kartu ucapan Lebaran memang sudah tinggal kenangan. Namun demikian, menurut hemat penulis, kaum milenial juga perlu tahu keunggulan penyampaian ucapan Lebaran di era keemasan kartu lebaran. Kala itu, ketika sesorang menerima kartu ucapan Lebaran, rasa bahagianya seolah tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Mendapat kiriman kartu Lebaran dari orang yang dirindukan tentu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi mereka yang pernah merasakannya. Mengapa demikian? Setidaknya karena kala itu kartu Lebaran menjadi salah satu benda yang paling ditunggu-tunggu saat momentum idul fitri. Selain itu, kartu Lebaran menjadi salah satu bukti perhatian dari orang yang mengirimnya, bahkan lebih dari itu juga dapat dimaknai sebagai bentuk kerinduan, kasih dan sayangnya terhadap kita. Kebahagiaan tatkala mendapat kartu lebaran seperti inilah yang mungkin tak akan pernah dirasakan oleh generasi milineal di zaman now.
Sementara disisi lain, ketika kita mendapat kiriman ucapan Lebaran digital melalui pesan di grup-grup media sosial seakan biasa aja, bahkan cenderung terasa hambar. Sangat boleh jadi, kita agak malas merespon atau membalas ucapan lebaran tersebut, karena kita banjir kiriman ucapan Lebaran tersebut di berbagai grup-grup media sosial. Mungkin kita baru membalasnya, ketika kita menerima kiriman ucapan lebaran itu melalui chat japri (jalur pribadi). Lantas, apa yang membuat penyampaian ucapan dalam bentuk kartu lebaran itu sangat berkesan, bahkan jadi kenangan?
Pertama, niat dan usaha yang kuat. Seseorang tak akan mengirim kartu lebaran jika tidak benar-benar memiliki niat dan usaha yang kuat. Bayangkan saja, untuk dapat mengirim kartu Lebaran itu, kita harus membuat atau membeli kartu lebaran. Lalu, memilih kartu Lebaran yang paling cocok untuk diberikan ke seseorang yang mungkin sangat dirindukan. Setelah mendapatkan kartu Lebaran yang desainnya bagus dan redaksional pas di hati, maka kita menuliskan tambahan kata-kata, nama dan tanda tangan kita sebagai pengirim, serta menempelkan prangko untuk dikirim lewat pos ke alamat tujuan. Kita perlu mengalokasikan waktu khusus dan mengeluarkan biaya agar kartu Lebaran tersebut sampai ke tujuan dan dibaca oleh seseorang yang dirindukan. Hal ini tentu berbeda dengan penyampaian ucapan lebaran lewat chat dengan smartphone, yang tentu tanpa biaya, bahkan seakan tanpa niat dan usaha karena kita juga bisa copy paste dan sedikit modifikasi dari kirim ucapan Lebaran orang lain yang masuk ke ponsel kita.
Kedua, selektif memilih tujuan. Lantaran kartu lebaran berbiaya, maka tentu tidak semua orang atau kolega yang dikirimi. Tujuan yang dikirimi tentu terbatas dan selektif. Sangat boleh jadi, hanya orang-orang spesial yang kita kirimi kartu lebaran. Banyaknya tujuan pengiriman kartu Lebaran, selain diperngaruhi oleh kedekatan relasi sosial, juga dibatasi oleh kemampuan anggaran pribadi yang kita alokasikan. Begitu pula, seseorang juga tidak banyak menerima kartu Lebaran dalam setiap momentum idul fitri, kecuali para pejabat, pengusaha, tokoh penting, dan atau kalangan artis ternama.
Ketiga, pesannya dibaca dengan perasaan. Semakin sedikit jumlah kartu Lebaran yang diterima oleh seseorang, maka penerima akan membaca dengan penuh perasaan. Apalagi kartu Lebaran tersebut dikirimi oleh seseorang yang sangat spesial atau dinantikan. Misalnya, kiriman kartu Lebaran yang diterima berasal dari kekasihnya, suami atau istrinya, anak atau orang tuanya, dan orang-orang yang sangat dirindukan lainnya karena setahun tak pernah berjumpa. Disamping itu, untaian kata-kata yang tertulis dalam kartu lebaran biasanya berisi pantun, puisi, dan kata-kata mutiara lainnya, sehingga sangat menyentuh perasaan pembacanya dan membekas di hatinya. Karena itu, tak jarang kartu Lebaran disimpan buat kenang-kenangan dan koleksi. Ini tentu berbeda dengan teks ucapan lebaran yang diposting lewat smartphone yang mudah dihapus, apalagi memori ponsel bisa cepat penuh akibat informasi yang overload.
Kemudahan teknologi informasi dan komunikasi sebagai media penyampaian ucapan Lebaran memang terkesan selalu menguntungkan, namun sejatinya juga berpotensi merugikan karena makna ucapan lebaran kini cenderung kian terasa hambar. Apapun alasannya permohonan maaf lahir bathin yang disampaikan secara langsung dengan bertemu dan bersalaman tentu akan lebih berasa dan terkenang dibanding hanya disampaikan chating japri dengan ponsel. Meskipun redaksi ucapan Lebarannya sama, tentu makna yang dirasakan tentu tidak akan sama. Kita pun juga akan merasa hambar jika menerima ucapan lebaran dengan cara posting di grup-grup media sosial dan juga kurang berselera untuk membalasnya.
Realitas ini menunjukkan bahwa kemudahan teknologi informasi dan komunikasi dapat mempengaruhi perilaku sosial, yang pada gilirannya berdampak pada kian terkikisnya jiwa sosial pada generasi milienial. Beberapa penelitian dan pemberitaan menunjukkan justru generasi digital seperti inilah yang rentan terkena dampak negatif perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih. Oleh karena itu, di era digital dengan informasi overload ini kiranya perlu kita pikirkan model penyampaian ucapan Lebaran yang lebih bermakna, lebih humanis, dan tak terasa hambar.
*Penulis adalah Kepala Departemen Teknik Infrastruktur Sipil, Fakultas Vokasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019