Bupati Tulungagung nonaktif Syahri Mulyo tetap menerima gaji pokok sebagai kepala daerah, meski sejak dilantik dan dinonaktifkan oleh Menteri Dalam Negeri, dia mendekam di penjara KPK hingga jatuh vonis 10 tahun dari Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (14/2/2019).
"Karena statusnya masih bupati, meskipun nonaktif, beliau masih menerima gaji pokok," kata Kabag Humas Pemkab Tulungagung Sudarmaji di Tulungagung, Selasa.
Besaran gaji yang diterima Syahri tidak besar. Sesuai besaran gaji pokok pejabat setingkat eselon II, Syahri menerima bayaran sebesar Rp2,1 juta.
Terpidana kasus korupsi yang telah divonis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya dengan hukuman selama 10 tahun itu tidak mendapat fasilitas tunjangan maupun honor lain yang biasanya diterima seorang kepala daerah.
Menurut Sudarmaji, gaji dan tunjangan keluarga tidak akan diberikan kepada Syahri Mulyo, apabila kasus hukumnya telah inkracht (berkekuatan hukum tetap) dan mendapat pemberhentian tetap.
"Dalam posisi nonaktif tersebut, Pak Syahri tidak memiliki kewenangan dalam menjalankan tugas sebagai kepala daerah. Seluruh tugasnya saat ini dijalankan oleh Plt Bupati Pak Maryoto Birowo," katanya.
Baca juga: Kasus Bupati Tulungagung inkracht, DPRD usulkan pemberhentian
Sebelumnya, dari hasil sidang di Pengadilan Tipikor, Syahri Mulyo beserta dengan rekannya terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Hal itu sebagaimana yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999, juncto pasal 55 ayat (1) ke 1, juncto pasal 65 ayat (1) KUHP, Majelis hakim telah memutuskan terhadap terdakwa I, yakni Syahri Mulyo dengan pidana penjara selama 10 tahun, denda Rp700 juta.
Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Selain itu, majelis hakim menjatuhkan hukuman tambahan terhadap terdakwa Syahri Mulyo untuk mengembalikan atau membayarkan uang pengganti kepada negara sebesar Rp28,8 miliar dan dipotong uang yang dikembalikan sebesar Rp1,5 miliar.
Dalam putusannya, majelis hakim Pengadilan Tipikor juga mencabut hak politiknya selama lima tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Karena statusnya masih bupati, meskipun nonaktif, beliau masih menerima gaji pokok," kata Kabag Humas Pemkab Tulungagung Sudarmaji di Tulungagung, Selasa.
Besaran gaji yang diterima Syahri tidak besar. Sesuai besaran gaji pokok pejabat setingkat eselon II, Syahri menerima bayaran sebesar Rp2,1 juta.
Terpidana kasus korupsi yang telah divonis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya dengan hukuman selama 10 tahun itu tidak mendapat fasilitas tunjangan maupun honor lain yang biasanya diterima seorang kepala daerah.
Menurut Sudarmaji, gaji dan tunjangan keluarga tidak akan diberikan kepada Syahri Mulyo, apabila kasus hukumnya telah inkracht (berkekuatan hukum tetap) dan mendapat pemberhentian tetap.
"Dalam posisi nonaktif tersebut, Pak Syahri tidak memiliki kewenangan dalam menjalankan tugas sebagai kepala daerah. Seluruh tugasnya saat ini dijalankan oleh Plt Bupati Pak Maryoto Birowo," katanya.
Baca juga: Kasus Bupati Tulungagung inkracht, DPRD usulkan pemberhentian
Sebelumnya, dari hasil sidang di Pengadilan Tipikor, Syahri Mulyo beserta dengan rekannya terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Hal itu sebagaimana yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999, juncto pasal 55 ayat (1) ke 1, juncto pasal 65 ayat (1) KUHP, Majelis hakim telah memutuskan terhadap terdakwa I, yakni Syahri Mulyo dengan pidana penjara selama 10 tahun, denda Rp700 juta.
Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Selain itu, majelis hakim menjatuhkan hukuman tambahan terhadap terdakwa Syahri Mulyo untuk mengembalikan atau membayarkan uang pengganti kepada negara sebesar Rp28,8 miliar dan dipotong uang yang dikembalikan sebesar Rp1,5 miliar.
Dalam putusannya, majelis hakim Pengadilan Tipikor juga mencabut hak politiknya selama lima tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019