Legislator menyarankan agar ibu pemantau jentik atau bumantik yang jumlahnya ribuan orang di Kota Surabaya, Jawa Timur, tidak hanya bertugas mengawasi jentik nyamuk di rumah-rumah warga, melainkan juga memberikan penyuluhan dan edukasi pencegahan demam berdarah dengue.
"Jumlah warga yang terkena DBD (demam berdarah dengue) di Surabaya meningkat. Tentunya dinas kesehatan melalui gerakan bumantik (ibu pemantau jentik) harus bekerja optimal," kata Wakil Ketua Komisi D DPRD Surabaya Junaedi kepada Antara di Surabaya, Selasa.
Menurut dia, selama ini, gerakan bumantik hanya sebatas memeriksa keberadaan jentik nyamuk di penampungan air atau bak mandi rumah warga. Namun, lanjut dia, bumantik kurang bisa memberikan penjelasan terkait bahaya DBD dan pencegahan DBD.
Tentunya, lanjut dia, pihak Dinkes Surabaya harus membekali bumantik pengetahuan seputar DBD agar pada saat di lapangan bisa memberikan penjelasan jika ada warga yang tanya.
"Saya melihat bumantik belum optimal. Ini saya dapatkan ketika bertemu dengan warga," ujar Ketua Fraksi Partai Demokrat ini.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya meminta kepada semua pihak khususnya bumantik untuk selalu gencar turun memantau jentik di rumah-rumah warga. Selain bumantik, Risma juga menekankan kepada Guru Pemantau Jentik (Rumantik), Siswa Pemantau Jentik (Wamantik), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK), dan pihak kecamatan.
Risma menjelaskan ada dua kecamatan di Surabaya yang angka penderita demam berdarahnya tertinggi, yaitu Kecamatan Tandes dan Kecamatan Wonokromo. "Ayo terus bergerak. Buktikan kalau kita bisa memberantas demam berdarah. Ayo kita beri rambu-rambu ke nyamuk-nyamuk itu, dilarang masuk Surabaya," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita mengatakan hingga saat ini ada 23 ribu kader Bumantik di seluruh daerah di Kota Surabaya. Mereka setiap minggu sekali dan ada yang seminggu dua kali turun ke rumah-rumah warga untuk memantau jentik.
"Mereka ini sukarelawan yang dengan ikhlas memantau jentik demi memberantas DBD ini," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019
"Jumlah warga yang terkena DBD (demam berdarah dengue) di Surabaya meningkat. Tentunya dinas kesehatan melalui gerakan bumantik (ibu pemantau jentik) harus bekerja optimal," kata Wakil Ketua Komisi D DPRD Surabaya Junaedi kepada Antara di Surabaya, Selasa.
Menurut dia, selama ini, gerakan bumantik hanya sebatas memeriksa keberadaan jentik nyamuk di penampungan air atau bak mandi rumah warga. Namun, lanjut dia, bumantik kurang bisa memberikan penjelasan terkait bahaya DBD dan pencegahan DBD.
Tentunya, lanjut dia, pihak Dinkes Surabaya harus membekali bumantik pengetahuan seputar DBD agar pada saat di lapangan bisa memberikan penjelasan jika ada warga yang tanya.
"Saya melihat bumantik belum optimal. Ini saya dapatkan ketika bertemu dengan warga," ujar Ketua Fraksi Partai Demokrat ini.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya meminta kepada semua pihak khususnya bumantik untuk selalu gencar turun memantau jentik di rumah-rumah warga. Selain bumantik, Risma juga menekankan kepada Guru Pemantau Jentik (Rumantik), Siswa Pemantau Jentik (Wamantik), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK), dan pihak kecamatan.
Risma menjelaskan ada dua kecamatan di Surabaya yang angka penderita demam berdarahnya tertinggi, yaitu Kecamatan Tandes dan Kecamatan Wonokromo. "Ayo terus bergerak. Buktikan kalau kita bisa memberantas demam berdarah. Ayo kita beri rambu-rambu ke nyamuk-nyamuk itu, dilarang masuk Surabaya," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita mengatakan hingga saat ini ada 23 ribu kader Bumantik di seluruh daerah di Kota Surabaya. Mereka setiap minggu sekali dan ada yang seminggu dua kali turun ke rumah-rumah warga untuk memantau jentik.
"Mereka ini sukarelawan yang dengan ikhlas memantau jentik demi memberantas DBD ini," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2019