Tahun 2018 berakhir, dan kini telah datang tahun baru 2019. Berbagai cara orang mengekspresikan dalam menyambut pergantian tahun atau datangnya tahun baru. Ada yang merayakannya dengan kemeriahan kembang api dan tiup terompet. Ada yang menutup tahun dengan makan bersama sanak-keluarga. Ada yang mengakhiri tahun dengan berwisata dan ada pula yang melakukan kegiatan-kegiatan introspektif.   

Hidup hakekatnya adalah perjalanan. Sedangkan perjalanan sendiri adalah waktu. Oleh karena itu, memaknai pergantian tahun berarti pula memaknai perjalanan dan waktu. Pertanyaannya sekarang adalah, sampai dimanakah perjalanan kita saat ini? dan seberapa banyak waktu yang telah digunakan untuk memberi makna dalam hidup kita?

Masih hangat di ingatan kita kejadian demi kejadian yang menimpa beberapa daerah di Tanah Air. Gempa bumi di Pulau Lombok, disusul kemudian kejadian serupa di Palu dan Donggala. Belum juga reda pemberitaan bencana itu, pesawat terbang jatuh di perairan dekat Karawang, Jawa Barat, dan berikutnya gelombang pasang di wilayah Banten serta Lampung. Korban jiwa sangat banyak, korban material pun tentu tidak sedikit. 

Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari musibah tersebut. Kita tidak akan pernah tahu sampai kapan perjalanan kita berakhir, dan seberapa banyak kita telah memberi nilai pada waktu kita. 

Lembaran tahun 2019 baru saja dibuka, dan tahun 2018 telah berakhir. Kendati begitu, bencana yang mewarnai tahun 2018  tampaknya tidak berarti juga akan berhenti. Bahkan, jajaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tetap mengajak segenap lapisan masyarakat untuk waspada, karena peluang atau potensi bencana pada 2019 tetap ada. 

Kepala BNPB Willem Rampangilei dalam suatu kesempatan mengatakan, kejadian bencana masih akan mewarnai tahun 2019 di Tanah Air. Bencana hidrometereologi, yaitu bencana yang dipengaruhi oleh faktor cuaca seperti banjir, longsor, kekeringan, kebakaran dan puting beliung, masih akan berpeluang terjadi. 

Kejadian-kejadian itu di antaranya dipicu oleh rusaknya daerah aliran sungai (DAS), lahan kritis, laju kerusakan hutan,  kerusakan lingkungan, dan perubahan penggunaan lahan di lingkungan dan masyarakat. Banjir dan tanah longsor berpeluang terjadi sejak awal tahun hingga April 2019, dan di pengujung tahun saat memasuki musim hujan. Sementara, kebakaran hutan dan lahan diperkirakan masih berpeluang terjadi pada sekitar bulan Juni hingga Oktober 2019 saat musim kemarau tiba.

Peringatan jajaran BNPB tersebut hendaknya bisa direspons dengan baik oleh pemerintah dan masyarakat. Dengan harapan,  potensi bencana tersebut tidak akan menimbulkan risiko besar. Dengan demikian, mitigasi bencana menjadi hal yang sangat penting bagi Indonesia yang tidak hanya berada di daerah "ring of fire", tapi juga sering terdampak cuaca.

Mitigasi bencana, seperti tertuang dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Dalam konteks ini, bencana yang dimaksud adalah bencana alam yang merupakan suatu serangkaian peristiwa bencana yang disebabkan oleh faktor alam, yaitu berupa gempa, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, tanah longsor, dan lain-lain.

Dalam mitigasi bencana, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan yakni tersedianya informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana, sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana. Selain itu, mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari,  mengetahui cara penyelamatan diri jika bencana timbul, serta pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman bencana.

Selamat tahun baru 2019. Semoga kita selalu waspada dan terhindar dari bencana. (*)
 

Pewarta: Slamet Hadi Purnomo

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018