Surabaya (Antaranews Jatim) - Direktur Utama Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan Kota Surabaya Teguh Prihandoko mengajukan surat pengunduran diri ke Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini terhitung mulai 31 Januari 2019, akibat konflik berkepanjangan di internal direksi.
"Iya benar, saya mengajukan surat pengunduran diri ke wali kota pada 17 Desember 2018. Dalam surat itu, saya sebut mulai 31 Januari 2018 saya tidak menjabat sebagai dirut di RPH," kata Teguh Prihandoko kepada Antara di Surrabaya, Kamis.
Menurut dia, alasan pengunduran diri yang utama karena selama ini belum ada kesamaan persepsi di internal direksi Rumah Potong Hewan (RPH) dalam menjalankan organisasi perusahan.
Konflik berkepanjangan di internal RPH tersebut memuncak pada saat pencabutan Nomor Kontrol Veteriner (NKV) atau sertifikasi dari rumah potong hewan untuk menghasilkan daging ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) oleh Dinas Peternakan (Disnak) Jawa Timur.
Disnak pada saat itu sudah melayangkan tiga kali peringatan selama setahun agar RPH segera memenuhi persyaratan untuk NKV. Mendapati hal itu, Teguh meminta Direktur Keuangan RPH Romi Wicaksono mengeluarkan anggaran untuk memenuhi persyaratan.
"Tapi Romi tidak mau keluar biaya. Padahal investasi, kebersihan, IPAL sebagai prasyarat NKV itu butuh biaya. Buat apa menyimpan uang, sementara pengelolaan RPH berdampak buruk," ujarnya.
Teguh menilai dengan kondisi konflik yang berkepanjangan ini, maka yang dirugikan adalah masyarakat, begitu juga dengan jaminan keamanan pangan akan terancam.
"Maka saya memilih sikap mengundurkan diri tanpa ada yang menekan. Sehingga Pemkot Surabaya ada ruang gerak untuk menata ulang RPH lagi demi masyarakat," ujarnya.
Hanya saja, lanjut dia, pihaknya menyayangkan surat pengunduran dirinya tersebar luas ke publik karena informasi yang disampaikan Direktur Keuangan RPH Romi Wicaksono menyampaikan ke media.
"Sebenarnya pengunduran ini tidak untuk publik sebelum ibu wali kota merespons. Karena pengunduran diri ini, saya menginginkan tidak terjadi kegaduhan. Ini bentuk pertanggungjawaban moral saya kepada masayarakat," katanya.
Saat ditanya jika Wali Kota Surabaya tidak merespons suratnya, Teguh mengatakan akan dirinya tetap akan mengundurkan diri. "Itu sudah sikap dan keputusan saya," ujarnya.
Soal alasannya mundur per 31 Januari 2019, Teguh menjelakan laproan keuangan RPH untuk 2018 selesai pada 5 Januari 2019, setelah itu dilaukan audit kurang lebih selama 20 hari.
"Setelah diaudit akan tahu ada dan tidaknya saya mencuri uang di RPH. Biar semua semua jelas. Ini demi membangun budaya perusahaaan yang sehat," katanya (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Iya benar, saya mengajukan surat pengunduran diri ke wali kota pada 17 Desember 2018. Dalam surat itu, saya sebut mulai 31 Januari 2018 saya tidak menjabat sebagai dirut di RPH," kata Teguh Prihandoko kepada Antara di Surrabaya, Kamis.
Menurut dia, alasan pengunduran diri yang utama karena selama ini belum ada kesamaan persepsi di internal direksi Rumah Potong Hewan (RPH) dalam menjalankan organisasi perusahan.
Konflik berkepanjangan di internal RPH tersebut memuncak pada saat pencabutan Nomor Kontrol Veteriner (NKV) atau sertifikasi dari rumah potong hewan untuk menghasilkan daging ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) oleh Dinas Peternakan (Disnak) Jawa Timur.
Disnak pada saat itu sudah melayangkan tiga kali peringatan selama setahun agar RPH segera memenuhi persyaratan untuk NKV. Mendapati hal itu, Teguh meminta Direktur Keuangan RPH Romi Wicaksono mengeluarkan anggaran untuk memenuhi persyaratan.
"Tapi Romi tidak mau keluar biaya. Padahal investasi, kebersihan, IPAL sebagai prasyarat NKV itu butuh biaya. Buat apa menyimpan uang, sementara pengelolaan RPH berdampak buruk," ujarnya.
Teguh menilai dengan kondisi konflik yang berkepanjangan ini, maka yang dirugikan adalah masyarakat, begitu juga dengan jaminan keamanan pangan akan terancam.
"Maka saya memilih sikap mengundurkan diri tanpa ada yang menekan. Sehingga Pemkot Surabaya ada ruang gerak untuk menata ulang RPH lagi demi masyarakat," ujarnya.
Hanya saja, lanjut dia, pihaknya menyayangkan surat pengunduran dirinya tersebar luas ke publik karena informasi yang disampaikan Direktur Keuangan RPH Romi Wicaksono menyampaikan ke media.
"Sebenarnya pengunduran ini tidak untuk publik sebelum ibu wali kota merespons. Karena pengunduran diri ini, saya menginginkan tidak terjadi kegaduhan. Ini bentuk pertanggungjawaban moral saya kepada masayarakat," katanya.
Saat ditanya jika Wali Kota Surabaya tidak merespons suratnya, Teguh mengatakan akan dirinya tetap akan mengundurkan diri. "Itu sudah sikap dan keputusan saya," ujarnya.
Soal alasannya mundur per 31 Januari 2019, Teguh menjelakan laproan keuangan RPH untuk 2018 selesai pada 5 Januari 2019, setelah itu dilaukan audit kurang lebih selama 20 hari.
"Setelah diaudit akan tahu ada dan tidaknya saya mencuri uang di RPH. Biar semua semua jelas. Ini demi membangun budaya perusahaaan yang sehat," katanya (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018