Surabaya (Antaranews Jatim) - Sekitar 25 ketua rukun tetangga, empat ketua rukun warga dan ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat di Kelurahan Panjang Jiwo, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Kota Surabaya, Jawa Timur, mengancam mundur dari jabatannya terkait relokasi pedagang unggas Pasar Keputran ke Pasar Panjang Jiwo.
     
"Saat ini sudah tahap pengembalian setempel ke kantor kecamatan. Mereka mengancam akan mengajukan pengunduran diri," kata Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya Adi Sutarwijono usai rapat dengar pendapat dengan pengurus RT/RW dan LKMK Panjang Jiwo di ruang Komisi A DPRD Surabaya, Jumat.  
     
Menurut dia, ancaman para ketua Rukun Tetangga (RT), ketua Rukun Warga (RW) dan Ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat Kelurahan (LKMK) Panjang Jiwo berawal dari pemasangan spanduk penolakan relokasi pedagang unggas Pasar Keputran ke Pasar Pasang Jiwo yang diambil sepihak oleh Satpol PP.
     
Adi mempertanyakan ide memindahkan Pasar Unggas itu. Pada saat rapat dengar pendapat, ide tersebut ternyata awalnya dari Perusahaan Daerah (PD) Pasar Surya dengan pertimbangan Pasar Panjang Jiwo dianggap memiliki luas memadai atau sekitar 800 meter persegi.
     
"Sementar aspek lain tidak diperhitungkan. Kalau dipindah karena bau, berarti sama saja memindah polusi ke tempat lain. Padahal, Pasar Panjang Jiwo berhimpitan dengan permukiman penduduk," katanya.
     
Namun, lanjut dia, ada perbedaan pendapat yang disampaikan Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, yaitu karena ada rencana pelebaran jalan bukan karena bau.
     
Adi mengatakan, adanya rencana relokasi pedagang unggas kemungkinan ada kaitannya dengan sidak Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ke Pasar Keputran beberapa waktu lalu. 
     
"Menurut pedagang Keputran pembongkaran stan unggas hanya 1,5 meter, namun faktanya sampai 8-9 meter sehingga menggerus banyak stan," katanya.
     
Untuk itu, Komisi A mengeluarkan rekomendasi yang intinya mendesak Pemkot Surabaya membatalkan pemindahaan pasar unggas. "Soal solusi akan ada rapat lanjutan," katanya.
     
Hanya saja, lanjut dia, yang menjadi persoalan kenapa Pasar Keputran dipindah, apakah karena persoalan bau atau pelebaran jalan. Kalau soal bau, menurut Badan Lingkungan Hidup (BLH) mestinya bisa diatasi dengan membangun Instalasi Pengolaan Air Limbah (IPAL).
     
"Kalau PD Pasar tidak punya uang, pemkot bisa membangun IPAL melalui penyertaan modal kepada PD Pasar sehingga persoalan bau bisa diatasi," katanya.
     
Namun, kata dia, kalau soal pelebaran jalan akan dilihat dulu proyeksi pelebaran jalan memaksa pedagang untuk digusur atau tidak. "Kalau perlu berarti ada persoalan lain yang kita tidak tahu, tapi kalau tidak, berarti para pedagang pasar unggas tidak perlu digusur," katanya.
     
Politisi PDI Perjuangan ini mengatakan, jika memang mendesak memindahkan pedagang unggas, maka Komisi A meminta kepada pemkot dan PD Pasar untuk membangun pasar khusus potong unggas yang representatif dilengkapi IPAL.
     
"Aset pemkot juga banyak yang bisa dipakai. Bisa juga menggunakan tempat pemotongan hewan milik rumah potong hewan di Kedurus, yang informasinya tidak dipakai lagi," katanya.
     
Pelaksana Tugas (Plt) Dirut PD Pasar Surya Zandy Ferryansah pada saat rapat dengar pendapat sebelumnya dengan Komisi B mengatakan, selain alasan pelebaran jalan, relokasi para pedagang unggas lantaran di pasar tersebut belum memiliki fasilitas IPAL.
     
Ia mengatakan, instansinya mendapat keluhan warga terhadap bau yang ditimbulkan dari pemotongan ayam tersebut. Hal ini juga menimbulkan pencemaran lingkungan, seperti timbulnya bau kurang sedap dan pencemaran terhadap sungai yang berada di sebelah pasar.
     
"Limbah pemotongan oleh para pedagang di buang ke sungai, ini yang perlu kita tertibkan," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018