Banyuwangi (Antaranews Jatim) - Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Peneidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid menyatakan salut dengan semangat masyarakat Desa Alasmalang, Kabupaten Banyuwangi, yang hingga kini mempu melestarikan upacara tradisi "kebo-keboan".

"Nilai dari budaya ini mempunyai makna, festival 'kebo-keboan' ini dalam rangka menyambut kehidupan mengenal alam, dan menjadi tradisi yang memiliki nilai besar bagi masyarakat. Dan saya salut, warga berhasil meleatarikan, bahkan semua swadaya dan bergerak bersama. Satu kata untuk Alasmalang, hebat," katanya saat menghadiri adat "kebo-keboan" di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu.

Dalam keterangan tertulis Pemkab Banyuwangi disebutkan bahwa tradisi agraris itu digelar setiap bulan Suro dalam penanggalan Jawa. Kegiatan itu selalu dinanti masyarakat sebagai tontonan, bagaimana masyarakat Alasmalang mengucapkan syukur kepada Tuhan. Tradisi ini juga merupakan doa, agar proses tanam di tahun depan dapat menghasilkan panen yang melimpah. 

Ribuan masyarakat berdesakan di persimpangan jalan Desa Alasmalang, untuk melihat arak-arakan puluhan manusia kerbau, yang berkeliling di empat penjuru mata angin. Ada pula Dewi Sri, yang merupakan simbol kesuburan masyarakat agraris, yang ditandu mengikuti manusia kerbau diarak. 

Hilmar mengaku sangat tertarik dengan ajang budaya di kabupaten paling timur di Pulau Jawa itu. Hilmar menilai warga Alasmalang berhasil menjaga dan melestarikan tradisi turun temurun ini. 

Menurutnya, Banyuwangi telah berhasil membuat ajang sederhana menjadi seuatu yang sangat luar biasa. Ajang ini, kata dia, merupakan paket lengkap karena menggabungkan unsur pariwisata, sosial, pendidikan dan tentunya kebudayaan. 

"Pendapatan masyarakat juga tumbuh seiring semangat masyarakat yang terus tinggi demi menjaga kebudayaan di kampung-kampung Banyuwangi. Maka pantaslah saya menyebut ini ajang nasional karena tujuannya bukan hanya untuk Alasmalang dan Banyuwangi, tapi juga untuk Indonesia," kata Hilmar. 

Sementara Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, pihaknya terus berdampingan dengan masyarakat untuk mengemas kegiatan budaya menjadi tontonan yang apik. 

"Banyuwangi terus menjaga kegiatan seperti ini, bahkan ajang seperti ini sangat mengantre, namun kita melihat kesiapan masyarakat menjadi hal utama. Ini dalam rangka mendorong kebudayaan mendapat dampak dari kegiatan Banyuwangi Festival sehingga bisa membawa manfaat besar buat pariwisata di Indonesia, khususnya Banyuwangi," ujar Anas. 

Anas menyebutkan ada dua desa yang memiliki tradisi yang hampir sama, yakni Desa Aliyan dan Alasmalang. Namun di dua desa itu, Pemkab Banyuwangi hanya mengemas tanpa mengubah dan menganggu ritual adat aslinya. 

"Banyuwangi memiliki cara memberi penghargaan kepada masyarakat melalui tradisi budaya, dengan dihormati maka masyarakat akan berkembang dengan sendirinya," ujarnya. 

Sementara itu, Ketua Panitia Indra Gunawan menjelaskan tradisi ini merupakan selamatan desa sebagai ucapan syukur masyarakat tani atas hasil limpahan panen dan doa buat musim tanam di tahun depan.  

Dulu, kata Indra Gunawan, acara ini hanya sebatas kegiatan ritual biasa di desa di sekitar sawah dan perkampungan. "Namun dengan sentuhan pemkab, acara ini dikemas kolosal yang bisa meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar," kata Indra.(*)
 

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018