Jember (Antaranews Jatim) - Sebanyak 30 persen bayi berusia di bawah lima tahun (balita) di Kabupaten Jember, Jawa Timur, mengalami "stunting" atau kekerdilan berdasarkan hasil survei yang dilakukan Dinas Kesehatan setempat selama beberapa tahun terakhir.
"Beberapa tahun terakhir ini kasus stunting di Jember cukup tinggi yakni sekitar 30 persen dari total sebanyak 180.000 balita di Jember," kata perwakilan Dinas Kesehatan Jember Reni dalam diskusi media program Anak Sehat yang digelar LSM Prakarsa Jatim bersama Yappika ActionAid di Kabupaten Jember, Kamis.
Dinkes Jember pernah mempublikasikan prevalensi stunting di Jember sebanyak 17,73 persen atau sebanyak 29.020 balita yang tersebar hampir merata di 31 kecamatan di Kabupaten Jember dengan jumlah persentase tertinggi mencapai 39 persen berada di wilayah Puskemas Jelbuk.
"Data tersebut benar karena berdasarkan riil di lapangan, namun biasanya Dinkes Jember menggunakan data survei sebagai prevalensi stunting yang dilaporkan ke Jatim dan pusat," tuturnya.
Menurutnya ada dua indikator untuk mengukur apakah balita tersebut stunting yakni tinggi badan dan kecerdasan otak anak, sehingga dua hal tersebut menjadi poin utama untuk mengurangi angka stunting di Jember.
"Stunting bukan hanya persoalan fisik berupa tubuh pendek, namun kecerdasan yang melambat dibandingkan balita normal pada umumnya juga masuk kategori balita stunting. Balita stunting yang berusia 2 tahun masih bisa diperbaiki fisiknya, agar lebih tinggi, namun untuk kecerdasan otak balita stunting berusia 2 tahun sudah tidak bisa," katanya.
Ia juga menyampaikan bahwa daya ungkit Dinas Kesehatan Jember untuk mengatasi persoalan stunting hanya 30 persen saja, sedangkan 70 persen berada di lintas sektor karena kasus stunting tidak hanya masalah gizi saja, sehingga perlu keterlibatan semua pihak dan lintas sektor untuk mengatasi stunting.
"Persoalan sanitasi air bersih juga berpengaruh pada masalah balita stunting yang merupakan kerja Dinas PU, sedangkan masalah kecukupan pangan juga berada di Dinas Pertanian, serta dinas lain karena persoalan stunting cukup kompleks," ujarnya.
Reni mengatakan perilaku masyarakat menjadi pokok utama dalam mencegah dan mengendalikan kasus stunting, bahkan Dinas Kesehatan Jember sudah mengalakkan program pencegahan stunting sejak usia remaja dengan memberikan tablet tambah darah kepada remaja putri yang dilaksanakan tahun 2018.
"Sebelum pemerintah pusat mengkampanyekan penanganan stunting, kami di Dinas Kesehatan Jember sudah melakukan hal itu sejak lama dengan berbagai langkah dan metode memperbaiki gizi ibu hamil dan balita," katanya, menambahkan.
Sementara Direktur LSM Prakarsa Jatim mengatakan salah satu provinsi dengan angka stunting cukup tinggi adalah Jawa Timur (35,8), terpaut tipis dari angka stunting nasional (37,2) dan Kabupaten Jember dengan angka balita stunting sejumlah 80.359 jiwa menjadi salah satu kontributor utama.
"Prakarsa-YAPPIKA ActionAid sedang melaksanakan program #AnakSehat di Kabupaten Jember, terkait pencegahan stunting berbasis masyarakat yang dilakukan di empat kecamatan yakni Kecamatan Sumbersari, Sumberbaru, Silo, dan Puger," tuturnya.
Ia menjelaskan kegiatan diskusi media yang digelar secara berkelanjutan dengan melibatkan sejumlah pihak diharapkan adanya pemahaman dan komitmen media terhadap kasus stunting di Kabupaten Jember.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Beberapa tahun terakhir ini kasus stunting di Jember cukup tinggi yakni sekitar 30 persen dari total sebanyak 180.000 balita di Jember," kata perwakilan Dinas Kesehatan Jember Reni dalam diskusi media program Anak Sehat yang digelar LSM Prakarsa Jatim bersama Yappika ActionAid di Kabupaten Jember, Kamis.
Dinkes Jember pernah mempublikasikan prevalensi stunting di Jember sebanyak 17,73 persen atau sebanyak 29.020 balita yang tersebar hampir merata di 31 kecamatan di Kabupaten Jember dengan jumlah persentase tertinggi mencapai 39 persen berada di wilayah Puskemas Jelbuk.
"Data tersebut benar karena berdasarkan riil di lapangan, namun biasanya Dinkes Jember menggunakan data survei sebagai prevalensi stunting yang dilaporkan ke Jatim dan pusat," tuturnya.
Menurutnya ada dua indikator untuk mengukur apakah balita tersebut stunting yakni tinggi badan dan kecerdasan otak anak, sehingga dua hal tersebut menjadi poin utama untuk mengurangi angka stunting di Jember.
"Stunting bukan hanya persoalan fisik berupa tubuh pendek, namun kecerdasan yang melambat dibandingkan balita normal pada umumnya juga masuk kategori balita stunting. Balita stunting yang berusia 2 tahun masih bisa diperbaiki fisiknya, agar lebih tinggi, namun untuk kecerdasan otak balita stunting berusia 2 tahun sudah tidak bisa," katanya.
Ia juga menyampaikan bahwa daya ungkit Dinas Kesehatan Jember untuk mengatasi persoalan stunting hanya 30 persen saja, sedangkan 70 persen berada di lintas sektor karena kasus stunting tidak hanya masalah gizi saja, sehingga perlu keterlibatan semua pihak dan lintas sektor untuk mengatasi stunting.
"Persoalan sanitasi air bersih juga berpengaruh pada masalah balita stunting yang merupakan kerja Dinas PU, sedangkan masalah kecukupan pangan juga berada di Dinas Pertanian, serta dinas lain karena persoalan stunting cukup kompleks," ujarnya.
Reni mengatakan perilaku masyarakat menjadi pokok utama dalam mencegah dan mengendalikan kasus stunting, bahkan Dinas Kesehatan Jember sudah mengalakkan program pencegahan stunting sejak usia remaja dengan memberikan tablet tambah darah kepada remaja putri yang dilaksanakan tahun 2018.
"Sebelum pemerintah pusat mengkampanyekan penanganan stunting, kami di Dinas Kesehatan Jember sudah melakukan hal itu sejak lama dengan berbagai langkah dan metode memperbaiki gizi ibu hamil dan balita," katanya, menambahkan.
Sementara Direktur LSM Prakarsa Jatim mengatakan salah satu provinsi dengan angka stunting cukup tinggi adalah Jawa Timur (35,8), terpaut tipis dari angka stunting nasional (37,2) dan Kabupaten Jember dengan angka balita stunting sejumlah 80.359 jiwa menjadi salah satu kontributor utama.
"Prakarsa-YAPPIKA ActionAid sedang melaksanakan program #AnakSehat di Kabupaten Jember, terkait pencegahan stunting berbasis masyarakat yang dilakukan di empat kecamatan yakni Kecamatan Sumbersari, Sumberbaru, Silo, dan Puger," tuturnya.
Ia menjelaskan kegiatan diskusi media yang digelar secara berkelanjutan dengan melibatkan sejumlah pihak diharapkan adanya pemahaman dan komitmen media terhadap kasus stunting di Kabupaten Jember.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018