Surabaya (Antaranews Jatim) - Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya memediasi permasalahan warga terkait kompensasi pembangunan apartemen Darmo Hill di Jalan Dukuh Pakis dengan PT. Lamicitra Nusantara selaku pengembang.
     
"Pembangunan apartemen ini terkesan gegabah, karena mendahului izin sebagaimana mestinya dan belum mengindahkan dampaknya kepada warga sekitar," kata Ketua Komisi C DPRD Surabaya Syaifudin Zuhri saat rapat dengar pendapat di ruang komisi C DPRD Surabaya, Senin.
     
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya meminta kepada PT. Lamicitra Nusantara yang ditunjuk sebagai pelaksana rencana pembangunan tujuh tower Apartemen Darmo Hill di jalan Dukuh Pakis Surabaya, Jawa Timur untuk memperhatikan tuntutan warga sekitar yang meminta adanya kompensasi.
     
Ia berharap mengenai kompensasi warga agar bisa diselesaikan antara pengembang dengan warga. Persoalan nilai kompensasi bisa dinegosasikan bagaimana enaknya.
     
Untuk bisa menilai berapa kompensasi yang diberikan kepada warga, lanjut dia, maka perlu tim independen. "Terserah warga, mau tim independen yang mana," katanya.
     
Hanya saja, lanjut dia, warga tetap menolak  adanya tim independen. Untuk itu, komisi C akan menggelar rapat  kembali dengan mengundang berbagai pihak yang berkompeten.
     
"Kami juga meminta agar kegiatan dihentikan untuk sementara agar semua perizinan dipenuhi dan sosialisasi dengan warga juga segera diselesaikan. Dengan demikian tidak akan muncul persoalan ke depannya," ujarnya.
     
Perwakilan warga Dukuh Pakis Suparno mengatakan akibat pembangunan apartemen, warga terkena debu proyek, mengalami kebisingan dan  tembok retak. Ironisnya, masih lanjut Suparno, proyek tersebut belum mengantongi izin dari instansi terkait.
     
"Proyek itu baru dihentikan oleh Pemkot Surabaya pada 9 Juli.  Padahal proyek itu sudah berjalan 10 bulan," kata Suparno.
     
Untuk itu warga menuntut kompensasi senilai Rp6,2 miliar. Alasannya warga terdampak mencapai 1.020 KK dan juga apartemen yang dibangun itu sebanyak tujuh tower sehingga menghimpit perkampungan.
     
Direktur PT. Lamicitra Nusantara Priyo Setiabudi mengatakan pihaknya tidak pernah merasa melakukan kegiatan tanpa didahului perizinan. Bahkan setiap tahapan kegiatan di lapangan selalu mendapatkan pendampingan dari pihak terkait yakni petugas dari Dinas Cipta Karya Surabaya.
     
"Saat ini kami belum melaksanakan pembangunan apa-apa, tapi hanya melakukan uji tes daya dukung tanah untuk rekomendasi jenis pondasi yang akan digunakan mengingat untuk gedung tinggi," katanya.
     
Demikian juga dengan pembangunan saluran (drainage), lanjut Priyo, sebelumnya pihaknya sudah mengajukan perizinannya kepada dinas terkait di Pemkot Surabaya.
     
Terkait tuntutan kompensasi atau tali asih warga yang nilainya cukup fantastis, yakni sekitar Rp6,2 miliar untuk rencana pembangunan tujuh tower, Priyo mengatakan bahwa hal tersebut terlalu terburu-buru karena pihaknya belum melakukan kegiatan pembangunan apapun.
     
"Sebenarnya inti persoalannya bukan itu, tetapi ada beda pemahaman soal besaran tali asih yang diminta warga. Padahal kami sudah menyadari bahkan menyiapkan program itu, tapi pelaksanaanya bertahap yakni di setiap penyelesaian pembangunan tower, meskipun rencananya memang tujuh tower, dan itu akan kami penuhi semua," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018