Jember (Antaranews Jatim) - Migrant Care mendorong partisipasi masyarakat sipil dalam implementasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) yang merupakan perubahan dari UU No 39 Tahun 2004.

"UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia merupakan regulasi pertama terkait migrasi yang memberikan ruang bagi masyarakat sipil untuk berpartisipasi, sehingga kami dorong masyarakat benar-benar memanfaatkan ruang tersebut," kata Koordinator Divisi Kebijakan Migrant Care Siti Badriah dalam Sosialisasi UU No.18 Tahun 2017 yang digelar Migrant Care di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis.

Menurutnya partisipasi masyarakat sipil yang dimaksud dalam UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia tersebut meliputi pengawasan dan masukan dalam pengambilan kebijakan migrasi, termasuk pemberhentian penempatan pekerja migran Indonesia.

"Masyarakat juga memiliki peran dalam pelindungan pekerja migran seperti mendorong perubahan kebijakan yang lebih baik seperti revisi UU PPTKLIN dan ratifikasi konvensi buruh migran," tuturnya.

Selain itu, lanjut dia, masyarakat juga bisa memberikan penanganan terhadap kasus yang dialami pekerja migran Indonesia, kemudian melakukan monitoring, penyediaan dan distribusi informasi tentang migrasi yang aman.

"Masyarakat juga bisa mendorong penegakan hukum terkait dengan kasus buruh migran dan melakukan pengorganisasian dengan membentuk komunitas-komunitas peduli pekerja migran Indonesia karena peran masyarakat sangat penting dalam implementasi UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia," katanya.

Siti menjelaskan UU No. 17 Tahun 2018 tersebut juga memberikan mandat keterlibatan masyarakat sipil bahwa penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia perlu dilakukan secara terpadu antara instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah dengan mengikutsertakan masyarakat.

"Pada pasal 32 ayat 2 menyebutkan dalam menghentikan dan/atau melarang penempatan pekerja migran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pemerintah pusat memperhatikan saran dan pertimbangan perwakilan RI, kementerian/lembaga, perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia, dan masyarakat," ucap aktivis yang juga mantan buruh migran tersebut.

Menurutnya mandat keterlibatan masyarakat sipil dalam UU tersebut juga menyebutkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat mengikutsertakan masyarakat (pasal 62 ayat 2).

"Untuk itu, peran yang bisa dilakukan masyarakat dalam mengimplementasikan UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia antara lain memberikan usulan baik lisan maupun tertulis untuk penyusunan aturan turunan, kemudian menggelar sosialisasi, pengawasan implementasi, dan partisipasi perlindungan," ujarnya.

Dalam kegiatan sosialisasi tersebut, Migrant Care juga menghadirkan sejumlah narasumber yakni Kasubdit Perlindungan TKI Kemenaker Yuli Adiratna, Koordinator Jaringan Buruh Migran Savitri Wisnuwardhani, Kepala Disnakertrans Jember Bambang Edy Santoso, akademisi Unej Hermanto Rochman, dan perwakilan BPJS Ketenagakerjaan Hadi Susanto.

Sementara Program Officer Migrant Care Jember Bambang Teguh Karyanto mengatakan sosialisasi tersebut dapat merumuskan kebijakan yang strategis dalam mengimplementasikan UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di tingkat Kabupaten Jember.

"Kami juga berharap inisiatif awal pemerintah daerah untuk melakukan revisi kebijakan daerah terkait dengan migrasi UU Nomor 18 tahun 2017, serta kesiapan kelembagaan di tingkat daerah," katanya.

Selain itu, lanjut dia, perlu peningkatan kesadaran dan pengetahuan para pemangki kepentingan seperti pemerintah daerah, pemerintah desa, masyarakat sipil, dan pekerja migran tentang substansi UU No.18 tahun 2017.

"Migrant Care juga ingin memastikan bahwa implementasi UU tersebut benar-benar bermanfaat bagi pekerja migran Indonesia," uajrnya.*

Pewarta: Zumrotun Solichah

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018