Jember (Antaranews Jatim) - Migrant Care Jember menyatakan kasus yang dialami pekerja migran Indonesia asal Jember, yakni nenek Jumanti atau Qibtiyah yang putus kontak dengan keluarganya atau hilang selama 28 tahun di Arab Saudi, merupakan fenomena gunung es.
"Saya yakin masih banyak kasus serupa yang dialami oleh pekerja migran Indonesia lainnya yang tidak terdeteksi oleh pihak-pihak terkait," kata Project Officer Migrant Care Jember Bambang Teguh Karyanto di Kantor Migrant Care Jember, Jawa Timur, Senin.
Jumanti binti Bejo Bin Nur Hadi atau Qibtiyah Jumanah (74) telah putus kontak dengan keluarganya di Dusun Curahsawah, Desa Paleran, Kecamatan Umbulsari selama 28 tahun, kemudian ditemukan KBRI Arab Saudi dengan bantuan Gubernur Riyadh yang juga keponakan Raja Salman.
Penemuan Jumanti bermula dari kabar yang tersebar di media sosial pada 9 Maret 2018 mengenai hilangnya seorang TKI di Arab Saudi. TKI tersebut diberitakan hilang selama 40 tahun dan tidak melakukan komunikasi dengan keluarga di Indonesia, serta tidak memperpanjang paspor ke KBRI.
"Saat kami mengunjungi Kepala Desa Paleran Gunawan di rumahnya, ternyata masih ada dua warga Desa Paleran yang menjadi pekerja migran Indonesia yang juga kehilangan komunikasi dengan keluarganya yakni di Singapura dan Malaysia," tuturnya.
Namun untuk pekerja migran di Singapura sudah berhasil berkomunikasi kembali dengan keluarganya, sedangkan yang berada di Malaysia masih belum ditemukan dan sudah putus kontak selama lima tahun.
"Kami berharap kasus Jumanti tidak terulang kembali, sehingga pihak perangkat desa harus melakukan pendataan terhadap warganya yang bekerja ke luar negeri dan upaya preventif dengan memberikan informasi yang jelas kepada calon pekerja migran Indonesia di desa setempat dapat mengurani jumlah pekerja migran Indonesia yang bermasalah karena pihak desa tidak bisa melarang warganya untuk bekerja di luar negeri," katanya.
Bambang menjelaskan Migrant Care terus melakukan sosialisasi untuk mengajak para pihak terutama pihak desa menjadi garda terdepan dalam memberikan perlindungan kepada pekerja migran Indonesia, sehingga layanan informasi terkait dengan pekerja migran bisa disampaikan dengan jelas dan menekan jumlah pekerja migran yang ilegal.
"Kami berharap hak-hak nenek Qibtiyah selama bekerja 28 tahun di rumah majikannya diberikan secara penuh dan pemerintah harus mengawal itu, agar kasus serupa tidak kembali terulang kembali dan menyengsarakan para pekerja migran Indonesia," ujarnya.
Sebelumnya Duta Besar RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel kepada sejumlah media mengatakan pihaknya berupaya membereskan TKI hilang dan berencana mengantarkan sendiri Jumanti pulang ke Jember, Jawa Timur.
Jumanti masuk Arab Saudi pada 1990 sebagai asisten rumah tangga dan setelah tiga tahun bekerja sempat mengirimi uang keluarganya sebesar Rp1 juta, kemudian hilang kontak dan tidak ada kabar hingga hilangnya pekerja migran Indonesia itu diunggah di media sosial.
Jumanti menerima hak gaji yang tersisa sebesar Rp266 juta sudah diserahkan Ibrahim Muhammad yang merupakan kerabat dari bekas majikan Jumanti dan uang tersebut dititipkan ke KBRI Arab Saudi.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Saya yakin masih banyak kasus serupa yang dialami oleh pekerja migran Indonesia lainnya yang tidak terdeteksi oleh pihak-pihak terkait," kata Project Officer Migrant Care Jember Bambang Teguh Karyanto di Kantor Migrant Care Jember, Jawa Timur, Senin.
Jumanti binti Bejo Bin Nur Hadi atau Qibtiyah Jumanah (74) telah putus kontak dengan keluarganya di Dusun Curahsawah, Desa Paleran, Kecamatan Umbulsari selama 28 tahun, kemudian ditemukan KBRI Arab Saudi dengan bantuan Gubernur Riyadh yang juga keponakan Raja Salman.
Penemuan Jumanti bermula dari kabar yang tersebar di media sosial pada 9 Maret 2018 mengenai hilangnya seorang TKI di Arab Saudi. TKI tersebut diberitakan hilang selama 40 tahun dan tidak melakukan komunikasi dengan keluarga di Indonesia, serta tidak memperpanjang paspor ke KBRI.
"Saat kami mengunjungi Kepala Desa Paleran Gunawan di rumahnya, ternyata masih ada dua warga Desa Paleran yang menjadi pekerja migran Indonesia yang juga kehilangan komunikasi dengan keluarganya yakni di Singapura dan Malaysia," tuturnya.
Namun untuk pekerja migran di Singapura sudah berhasil berkomunikasi kembali dengan keluarganya, sedangkan yang berada di Malaysia masih belum ditemukan dan sudah putus kontak selama lima tahun.
"Kami berharap kasus Jumanti tidak terulang kembali, sehingga pihak perangkat desa harus melakukan pendataan terhadap warganya yang bekerja ke luar negeri dan upaya preventif dengan memberikan informasi yang jelas kepada calon pekerja migran Indonesia di desa setempat dapat mengurani jumlah pekerja migran Indonesia yang bermasalah karena pihak desa tidak bisa melarang warganya untuk bekerja di luar negeri," katanya.
Bambang menjelaskan Migrant Care terus melakukan sosialisasi untuk mengajak para pihak terutama pihak desa menjadi garda terdepan dalam memberikan perlindungan kepada pekerja migran Indonesia, sehingga layanan informasi terkait dengan pekerja migran bisa disampaikan dengan jelas dan menekan jumlah pekerja migran yang ilegal.
"Kami berharap hak-hak nenek Qibtiyah selama bekerja 28 tahun di rumah majikannya diberikan secara penuh dan pemerintah harus mengawal itu, agar kasus serupa tidak kembali terulang kembali dan menyengsarakan para pekerja migran Indonesia," ujarnya.
Sebelumnya Duta Besar RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel kepada sejumlah media mengatakan pihaknya berupaya membereskan TKI hilang dan berencana mengantarkan sendiri Jumanti pulang ke Jember, Jawa Timur.
Jumanti masuk Arab Saudi pada 1990 sebagai asisten rumah tangga dan setelah tiga tahun bekerja sempat mengirimi uang keluarganya sebesar Rp1 juta, kemudian hilang kontak dan tidak ada kabar hingga hilangnya pekerja migran Indonesia itu diunggah di media sosial.
Jumanti menerima hak gaji yang tersisa sebesar Rp266 juta sudah diserahkan Ibrahim Muhammad yang merupakan kerabat dari bekas majikan Jumanti dan uang tersebut dititipkan ke KBRI Arab Saudi.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018