Surabaya (Antaranews Jatim) - Pemerintah Kota Surabaya menyatakan Perda Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Larangan Peredaran Minuman Berlakohol diundangkan menunggu keputusan DPRD berdasarkan rekomendasi kajian dari Gubernur Jatim.
"Berdasarkan kajian itu, bahasanya adalah pembatasan dan bukan pelarangan total," kata Kabag Hukum Pemkot Surabaya Ira Tursilowati seusai melakukan rapat dengar pendapat di ruang Komisi B DPRD Surabaya, Selasa.
Untuk itu, lanjut dia, hasil kajian Gubernur Jatim tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan mengirim kembali ke DPRD Surabaya pada 19 Agustus 2016 untuk meminta tanggapan karena statusnya itu adalah perda inisiatif DPRD Surabaya.
"Jadi, sebelum mengundangkan itu, kami menunggu tanggapan DPRD Kota Surabaya terlebih dahulu," katanya.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya selama ini memberlakukan Perda 1 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Usaha Bidang Perdagangan dan Perindustrian untuk menekan peredaran minuman keras di Kota Surabaya.
Hanya saja, lanjut dia, perda itu tidak menjangkau minuman keras oplosan karena itu dikonsumsi pribadi. Ira mengaku tidak tahu soal minuman keras jenis oplosan atau cukrik.
"Kecuali miras yang memiliki kadar alkohol, kami tahu," kata Ira.
Perda 1/2010 itu juga tidak mengakomodasi langkah pencegahan untuk peredaran minuman keras oplosan di kalangan pribadi konsumen karena diracik tanpa melalui lembaga resmi atau badan usaha resmi sehingga sulit terdeteksi.
Meski demikian, lanjut dia, sesungguhnya perda tersebut sudah cukup meregulasi tentang minuman beralkohol. "Tinggal sekarang menunggu penegakannya dari Satpol PP. Kalau mau ditarik ke pihak kepolisian pun juga sebenarnya bisa melalui KUHAP. Kan unsur pidananya juga sudah ada," katanya.
Komisi B DPRD Kota Surabaya tetap mendesak agar pemkot segera mengundangkan Perda Nomor 6 Tahun 2016 tentang larangan peredaran minuman berlakohol secara total.
Ketua Komisi B DPRD Surabaya Mazlan Mansyur mengatakan dengan mengacu pada proses yang telah dilalui, seharusnya tidak ada alasan lagi bagi Pemkot Surabaya untuk segera mengundangkan Perda itu dan membentuk Perwali terkait tata cara penerapannya.
"Karena sudah diparipurnakan. Sudah disepakati bersama antara DPRD dan Pemkot Surabaya. Tidak ada alasan lagi untuk tidak segera mengundangkan," katanya.
Terkait dengan surat dari Gubernur Jatim tentang revisi bagi perda itu, politisi PKB ini mengatakan bahwa seharusnya hal itu bukanlah sebuah persoalan. "Karena suratnya tiba setelah perda disahkan melalui rapat paripurna," katanya.
"Dengan begitu, maka kalau ada pihak yang tidak setuju sebaiknya menempuh jalur yang sesuai," kata Mazlan.
Ia juga berpendapat bahwa dengan pelarangan total perederan minuman beralkohol di Kota Pahlawan tidak akan memiliki dampak terhadap tingkat kunjungan turis mancanegara.
"Karena mereka ini justru akan menghormati peraturan dari negara yang dikunjungi. Disuruh berpakaian sopan pun mereka mau. Jadi tidak akan ada pengaruhnya," kata Mazlan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018
"Berdasarkan kajian itu, bahasanya adalah pembatasan dan bukan pelarangan total," kata Kabag Hukum Pemkot Surabaya Ira Tursilowati seusai melakukan rapat dengar pendapat di ruang Komisi B DPRD Surabaya, Selasa.
Untuk itu, lanjut dia, hasil kajian Gubernur Jatim tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan mengirim kembali ke DPRD Surabaya pada 19 Agustus 2016 untuk meminta tanggapan karena statusnya itu adalah perda inisiatif DPRD Surabaya.
"Jadi, sebelum mengundangkan itu, kami menunggu tanggapan DPRD Kota Surabaya terlebih dahulu," katanya.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya selama ini memberlakukan Perda 1 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Usaha Bidang Perdagangan dan Perindustrian untuk menekan peredaran minuman keras di Kota Surabaya.
Hanya saja, lanjut dia, perda itu tidak menjangkau minuman keras oplosan karena itu dikonsumsi pribadi. Ira mengaku tidak tahu soal minuman keras jenis oplosan atau cukrik.
"Kecuali miras yang memiliki kadar alkohol, kami tahu," kata Ira.
Perda 1/2010 itu juga tidak mengakomodasi langkah pencegahan untuk peredaran minuman keras oplosan di kalangan pribadi konsumen karena diracik tanpa melalui lembaga resmi atau badan usaha resmi sehingga sulit terdeteksi.
Meski demikian, lanjut dia, sesungguhnya perda tersebut sudah cukup meregulasi tentang minuman beralkohol. "Tinggal sekarang menunggu penegakannya dari Satpol PP. Kalau mau ditarik ke pihak kepolisian pun juga sebenarnya bisa melalui KUHAP. Kan unsur pidananya juga sudah ada," katanya.
Komisi B DPRD Kota Surabaya tetap mendesak agar pemkot segera mengundangkan Perda Nomor 6 Tahun 2016 tentang larangan peredaran minuman berlakohol secara total.
Ketua Komisi B DPRD Surabaya Mazlan Mansyur mengatakan dengan mengacu pada proses yang telah dilalui, seharusnya tidak ada alasan lagi bagi Pemkot Surabaya untuk segera mengundangkan Perda itu dan membentuk Perwali terkait tata cara penerapannya.
"Karena sudah diparipurnakan. Sudah disepakati bersama antara DPRD dan Pemkot Surabaya. Tidak ada alasan lagi untuk tidak segera mengundangkan," katanya.
Terkait dengan surat dari Gubernur Jatim tentang revisi bagi perda itu, politisi PKB ini mengatakan bahwa seharusnya hal itu bukanlah sebuah persoalan. "Karena suratnya tiba setelah perda disahkan melalui rapat paripurna," katanya.
"Dengan begitu, maka kalau ada pihak yang tidak setuju sebaiknya menempuh jalur yang sesuai," kata Mazlan.
Ia juga berpendapat bahwa dengan pelarangan total perederan minuman beralkohol di Kota Pahlawan tidak akan memiliki dampak terhadap tingkat kunjungan turis mancanegara.
"Karena mereka ini justru akan menghormati peraturan dari negara yang dikunjungi. Disuruh berpakaian sopan pun mereka mau. Jadi tidak akan ada pengaruhnya," kata Mazlan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018