Jakarta (Antaranews Jatim) - Nurfaiyzah Binti Casma Ali, yang bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) di satu keluarga di Jeddah, Arab Saudi telah 18 tahun putus komunikasi dengan keluarganya di Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra, Indramayu, Jawa Barat.

KJRI Jeddah dalam keterangannya yang diterima Antara di Jakarta, Jumat menyebutkan, tidak semua pekerja migran Indonesia (PMI) yang hilang kontak itu karena ulah pengguna jasa, sebagian karena memang keinginannya sendiri seperti yang terjadi pada Nurfaiyzah.

Anak tertua dari dua bersaudara ini meninggalkan bangku SMP dan nekat berangkat ke Arab Saudi di usianya yang masih belia. Saat itu usianya 13 tahun, namun dibuat tua oleh perusahaan yang memberangkatkannya. Di paspornya tertera Nurfaiyzah kelahiran 25 Mei 1969. Ia dikirim ke Arab Saudi oleh  perusahaan pengerah jasa TKI atau Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) Agrosin Marumi.

Dia mengaku tergiur untuk mengadu nasib di negeri Dua Tanah Suci itu setelah melihat kehidupan tetangganya tampak lebih sejahtera setelah bekerja ke Arab Saudi.

"Saya lihat tetangga saya pada kerja ke Arab," ucapnya dalam aksen bahasa Arab yang kental.

Tidak tanpak sedikit pun di wajah perempuan 31 tahun  itu raut kesedihan dan rasa kangen  keluarga meski telah sekian lama berpisah. Karena begitu lamanya tidak berkirim kabar tentang keberadaannya, keluarga Nurfaiyzah di kampung halaman mengaku pasrah dan berkesimpulan putrinya itu telah tiada.

"Di kampung, keluarganya mengabarkan  dia sudah meninggal," ujar Uung Fathurrahman, staf bagian ketenagakerjaan yang berupaya melacak keberadaan keluarga Nurfaiyzah.

Saat ditanya mengapa dia tidak berusaha menghubungi keluarganya di kampung, Nurfaiyzah mengatakan ia kehilangan nomor telepon orang tuanya. Demikian pula orang tuanya mengaku kehilangan nomor kontak dia.

Sampai pada suatu hari datanglah dia ke Konsulat Jenderal RI (KJRI) Jeddah di antar majikannya. Sang majikan meminta bantuan mencarikan alamat keluarga Nurfaiyzah di Tanah Air agar pembantunya itu bisa dipulangkan. Justru yang mendorong dia pulang  adalah majikannya.
   
Kebutuhannya dipenuhi majikan
Kepada petugas, Nurfaiyzah mengaku dirinya tidak berpikir ingin pulang karena merasa betah tinggal bersama majikan. Majikannya memperlakukan dia seperti anaknya sendiri dan tidak terlalu dibebani banyak pekerjaan, kata perempuan itu. Segala kebutuhannya dipenuhi. Gaji pun lancar meskipun, kata dia, disimpankan majikan di bank.

"Saya hanya nyeterika baju. Habis itu saya makan, tidur. Yang masak madam (majikan perempuan)," tuturnya.

Entah karena kasihan atau alasan lain, majikan membujuknya agar pulang dan menengok orang tuanya di kampung halaman.

"Pulanglah, tengok keluargamu, saudaramu, teman-temanmu. Bikin pesta buat mereka, karena  kamu sudah lama tidak bertemu. Kalau kamu mau kembali, ke sini lagi gak apa-apa," tutur Nurfaiyzah menirukan ucapan majikannya.

Di hadapan petugas, sang majikan berjanji memenuhi hak-hak Nurfaiyzah selama ia bekerja dengannya, namun tidak mau membayar di KJRI Jeddah melainkan melalui rekening bank atas nama pribadi Nurfaiyzah. Sang majikan ingin memastikan bahwa uang hasil jerih payah ART-nya itu benar-benar diterima oleh Nurfaiyzah.

Dadi Muksin, bendahara Teknis Tenaga Kerja KJRI Jeddah, akhirnya meminta bantuan perwakilan BNI di Arab Saudi untuk membuatkan rekening atas nama Nurfaiyzah.

Namun, upaya mentransfer uangnya melalui salah satu bank terbesar di Arab Saudi tidak berjalan mulus. Pasalnya sang majikan pernah memiliki rekening di bank tersebut, namun tidak pernah digunakan sehingga namanya diblokir di sistem.

Bersama sang majikan petugas mencoba beberapa bank, hingga mendatangi bank sentral di Jeddah. Pengiriman berhasil setelah pihak KJRI Jeddah melakukan pendekatan kepada sebuah bank yang bersedia mentrasfer uang tersebut ke rekening pribadi atas nama Nurfaiyzah.    

Lupa Bahasa Indonesia
18  tahun lamanya bekerja dan tidak berkomunikasi dengan keluarga membuat Nurfaiyzah lupa Bahasa Indonesia, apalagi bahasa daerahnya. Dia mulai berkomunikasi dengan keluarganya setelah dirinya ditampung sementara di shelter KJRI. Beruntung sang ibu  bisa  berbahasa Arab karena juga pernah bekerja sebagai ART di Arab Saudi.

"Walaupun 18 tahun tidak bertemu  dengan keluarga dan dianggap yang bersangkutan sudah meninggal, Pemerintah di sini berusaha menemukan keluarganya sampai dia (Nurfaiyzah) bertemu kembali dengan keluarganya di Indonesia," ujar  Mochamad Yusuf, staf Teknis/Konsul Tenaga  Kerja saat mewawancari Nurfaiyzah di ruang kerjanya.

Atas alasan perlindungan dan guna memastikan agar PMI tidak putus komunikasi dengan keluarganya, Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah Mohamad Hery Saripudin mengingatkan di setiap kesempatan seperti pada saat pelayanan terpadu dan penyuluhan hukum agar setiap PMI memperbaharui kontrak kerja di KJRI bila masa berlakunya telah habis. Konjen juga mendorong PMI agar menyempatkan diri mengambil cuti pulang menengok keluarga di kampung halaman.

"Kadang niat mulia Pemerintah untuk memberikan perlindungan tidak sejalan dengan keinginan PMI. Seperti Nurfaiyzah ini, yang kayaknya tidak merasa kangen ketemu keluarga," ucap Konjen.

Nurfaiyzah akhirnya dipulangkan oleh KJRI Jeddah pada Kamis, 5 April 2018. (*)

Pewarta: Mohammad Anthoni

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018