Surabaya (Antaranews Jatim) - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) memeriksa dua orang pengusaha, yaitu Prawiro Tedjo dan Wenas Panwell, terkait kasus sengketa Gedung Gelora Pancasila di Surabaya, yang disinyalir merupakan aset Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.

"Keduanya diperiksa sebagai saksi. Kami belum menetapkan tersangka dalam perkara ini," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jatim Richard Marpaung saat dikonfirmasi di Surabaya, Selasa malam.

Kedua pengusaha ini menjalani pemeriksaan secara intensif mulai pagi sekitar pukul 09.00 WIB hingga pukul 16.30 WIB sore tadi.

Dia mengatakan, Kejati Jatim sebelumnya telah melakukan pencekalan terhadap Prawiro Tedjo dan Wenas Panwell, serta seorang pengusaha lainnya, yaitu Ridwan Soegijanto, agar tidak bepergian keluar negeri demi memudahkan proses penyidikan perkara ini.

Menurut Richard, ketiga pengusaha ini adalah jajaran direksi PT Setia Kawan Abadi, yang mengklaim sebagai pemilik Gedung Gelora Pancasila, yang kemudian digugat oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atas tuduhan menyalahgunakan aset Pemkot Surabaya.

Pemkot Surabaya merasa dirugikan dengan nilai dugaan korupsi senilai Rp183 miliar atas dugaan penyalahgunaan gedung tersebut.

Kuasa Hukum Direksi PT Setia Kawan Abadi Ronald Talaway kepada wartawan mengatakan tidak ada kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus Gedung Gelora Pancasila. Dia menyebut telah mengantongi sejumlah bukti bahwa Gedung Gelora Pancasila bukan milik Pemkot Surabaya, antara lain adalah surat dari Wali Kota Surabaya perihal tanah di lokasi Gelora Pancasila.

Menurut dia, dalam surat yang diterbitkan Wali Kota Surabaya di tahun 1994 itu, menyatakan Gedung Gelora Pancasila yang berlokasi di Jalan Indragiri Surabaya tersebut bukan aset Pemkot Surabaya.

"Kami juga memiliki surat dari Gubernur Jatim yang diterbitkan di tahun yang sama, yang menyatakan Gedung Gelora Pancasila bukan aset Pemprov Jatim," katanya.

PT Setia Kawan Abadi, lanjut dia, membeli gedung Gelora Pancasila dari Yayasan Gelora Pancasila. "Ini adalah yayasan swasta. Jual-belinya antarswasta. Pembangunannya juga dari dana masyarakat. Jadi di mana kerugian negaranya," ucap Ronald.

Dia menambahkan, Pemkot Surabaya telah memperkarakan kasus ini sejak 1995 dan selalu kalah. "Ketika kami ingin mengurus sertifikat, Pemkot Surabaya menggugat lagi. Sertifikat tanah sampai sekarang tidak pernah bisa diproses karena masih berstatus sengketa," ujarnya. (*)

Pewarta: Hanif Nashrullah

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2018