Surabaya (Antara Jatim) - Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya menyatakan tidak sepakat adanya usulan Hotel Amaris di Jl. Taman Apsari yang saat ini dalam proses pembangunan dibongkar karena lokasinya berdekatan dengan Gedung Negara Grahadi.
Anggota Komisi C DPRD Surabaya Vinsensius Awey, di Surabaya, Kamis, mengaku sempat melakukan inspeksi ke lokasi pembangunan Hotel Amaris beberapa hari lalu.
"Pada saat melakukan inspeksi, sempat dilarang petugas keamanan proyek. Saya ingin melihat rekomendasi yang diberikan komisi C saat rapat dengar pendapat waktu itu sudah dilaksanakan apa belum," katanya.
Menurut dia, dengan alasan gedung telah terbangun dan persyaratan perizinan telah dilengkapi, maka ia tidak sepakat jika dilakukan pembongkaran karena dinilai sebagai sikap dan tindakan yang tidak berdasar.
"Saya memang tidak sepakat jika dilakukan pembongkaran, itu tidak beralasan, karena secara aturan perizinan tidak ada yang dilanggar," katanya.
Sebaliknya, Awey justru sepakat jika keberadaan Hotel Amaris yang belakangan dipersoalkan karena berdekatan dengan Gedung Negara Grahadi dan dikhawatirkan membahayakan keamanan para tamu negara, justru dijadikan sebagai bahan kajian dan acuan untuk menambah klausal di aturan Perda Kota Surabaya yang dinilainya masih perlu dilengkapi.
"Sebaiknya justru dijadikan acuan untuk melengkapi aturan Perdanya, bagaimana soal kawasannya (zona), kemudian soal ketinggian sebuah bangunan yang berdekatan dengan obyek vital milik pemerintah, ini perlu, jangan setelah terbangun baru diributkan," ujarnya.
Namun politisi asal partai Nasdem ini juga tetap berharap agar pemilik gedung bersikap bijaksana dan memiliki etikat baik dalam merespons kekhawatiran sejumlah pihak terkait keamanan Gedung Negara Grahadi.
"Bisa dipasang pelindung atau melakukan desain ulang jendelanya, agar bisa meminimalisir kemungkinan yang dikahwatirkan, yang tentu dengan tidak merusak estetika gedung," ujarnya.
Tidak hanya itu, Awey juga meminta kepada Pemerintah Provinsi Jatim dan pusat untuk segera membuatkan aturan soal pendirian gedung yang berdekatan dengan gedung-gedung vital milik pemerintah, terutama yang berpotensi menerima tamu-tamu kenegaraan.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya Eri Cahyadi sebelumnya mengatakan proses pengeluaran izin untuk hotel tersebut sempat memakan waktu lama. Bahkan memakan waktu sekitar dua tahun.
"Izin amdal keluar tahun 2014, rekomendasi lalu lintas keluar tahun 2015 sedangkan untuk IMB baru keluar pada 15 April 2016. Kami sempat lama hingga memutuskan untuk mengeluarkan izin," kata Eri.
Proses pengeluaran izin yang lama tersebut disebabkan karena Pemkot sempat khawatir lantaran bangunan tersebut ada di sekitar gedung negara Grahadi. Oleh sebab itu, Pemkot sempat menggelar rapat dan konsultasi ke sejumlah pihak untuk mendiskusikan terkait pengajuan izin hotel tersebut.
Pemkot mengundang kejaksaan, pengacara negara, dinas lingkungan hidup provinsi, dan juga dari jajaran samping. Diskusi tersebut khususnya untuk mencari aturan, apakah ada aturan baik di daerah, di provinsi, maupun di pusat yang menyatakan larangan ataupun batas minimum gedung tinggi di kawasan gedung negara.
"Ternyata dari hasil konsultasi dan lima kali rapat yang kami gelar, tidak ada aturan yang mengatur tentang batas minimum ketinggian gedung di sekitar gedung negara," kata Eri.
Bahkan, lanjut dia, pihak dari Pemprov Jatim juga sudah diundang dalam forum tersebut. Sehingga seharusnya, menurut Eri sudah tidak ada lagi yang harus dipermasalahkan. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017