Yogyakarta (Antara) - Menyambut datangnya bulan Suro, ada ritual yang diselenggarakan Keraton Kasultanan Yogyakarta dan Keraton Kasunan Solo.
Ribuan warga Yogyakarta mengikuti ritual Lampah Budaya Tapa Bisu Mubeng Beteng atau diam membisu berjalan mengelilingi benteng Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat memperingati tahun baru Jawa 1 Sura, Jumat dini hari.
Warga bersama para abdi dalem keraton berkumpul di sekitar Bangsal Ponconiti Keben Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sejak Kamis (21/9) pukul 20.00 WIB.
Acara Ritual tahunan itu diawali dengan pembacaan tembang macapat dan doa yang dipimpin oleh abdi dalem keraton, KRT Projo Suwasono.
Selanjutnya, tepat pukul 00.00 WIB ribuan warga, baik penduduk asli Yogyakarta maupun pendatang, beserta abdi dalem mulai menjalankan ritual budaya itu setelah dilepas oleh Putri pertama Sultan H.B. X, Gusti Kanjeng Ratu (G.K.R.) Mangkubumi.
Mereka menyusuri jalan tanpa berbicara mengelilingi seluruh benteng keraton yang berjarak 5 kilometer.
Ritual itu dimulai dari Keben Keraton menuju Jalan Retowijayan, Jalan Kauman, Jalan Agus Salim, Jalan Wahid Hasyim, hingga Pojok Beteng Kulon, Jalan Mayjen M.T. Haryono samapai Pojok Benteng Wetan, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Ibu Ruswo, Alun-Alun Utara, dan berakhir di Keben Keraton.
Ketua Panitia Acara Lampah Budaya Mubeng Beteng Keraton Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Gondohadiningrat mengatakan bahwa ritual tahunan ini sebagai bentuk introspeksi diri terhadap apa yang dilakukan pada tahun lalu, dan memperbaiki diri memasuki tahun baru.
"Memiliki pesan mengingatkan masyarakat agar senantiasa mawas diri dalam menjalankan kewajiban, sekecil apa pun, sekaligus sebagai sarana meminta doa agar pada tahun-tahun ke depan selalu mendapatkan keselamatan," katanya.
Tugiyem (65), warga Ngampilan, Yogyakarta, yang baru pertama kali mengikuti ritual itu berharap mendapatkan ketenteraman.
Ia menganggap ritual yang sudah dimulai sejak Hamengku Buwono (H.B.) II ini sebagai sarana untuk membersihkan diri.
"Mudah-mudahan bisa mendapatkan ketenteraman dan diberikan keselamatan," katanya yang datang bersama anaknya.
Wakil Kepala Dinas Kebudayaan DIY Singgih Raharjo mengatakan bahwa ritual Lampah Budaya Tapa Bisu Mubeng Beteng telah ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya nasional asli Yogyakarta.
"Ritual budaya ini pantas untuk terus dilestarikan," katanya.
Keraton Solo
Sementara itu, suasana sakral 1 Sura (Muharam) menyelimuti Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat pada pelaksanaan kirab pusaka yang setiap tahun digelar.
Pantauan di lapangan, rangkaian kirab diawali dengan keluarnya 7 ekor kebo bule atau biasa disebut kebo Kiai Slamet dari gerbang timur Kori Kamandungan.
Selanjutnya, lima orang yang disebut Semut Ireng (hitam) menyebar ketela untuk dimakan oleh para kerbau.
Sekitar setengah jam kemudian, para abdi dalem yang terdiri atas beberapa wanita keluar dari pintu utama Kori Kamandungan dengan membawa sesaji untuk diberikan kepada ketujuh kerbau tersebut.
Setelah itu, tepatnya pada hari Kamis (21/9) pukul 23.00 WIB, puluhan abdi dalem, kerabat keraton, dan keluarga keraton keluar dari pintu utama dengan membawa 17 pusaka keraton.
Pada kirab tersebut ketujuh kerbau menempati urutan pertama sekaligus sebagai pembuka jalan bagi arak-arakan pusaka keraton.
Bersamaan dengan mulai jalannya ketujuh kerbau tersebut, masyarakat yang sebelumnya sudah memadati kawasan keraton saling berebut sisa makanan dan minuman kerbau.
Rianingsih, warga setempat, mengaku baru kali ini melihat langsung kirab pusaka 1 Sura tersebut.
Ia ingin melihat langsung karena selama ini selalu tertarik dengan budaya Jawa, salah satunya mengenai Keraton Surakarta.
"Saya juga penasaran apa betul orang-orang berebut kotoran kerbau dan sisa makanan kerbau, ternyata memang betul. 'Kan ini juga salah satu yang membuat unik tradisi ini," katanya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Surakarta Sri Baskoro mengatakan bahwa rute kirab mulai dari Kori Kamandungan, Alun-Alun Utara, Simpang Empat Jenderal Sudirman, belok kanan ke Jalan Mayor Kusmanto, menuju Jalan Mulyadi, ke arah selatan sampai ke Baturono, selanjutnya ke kanan menuju Jalan Veteran, kemudian ke Jalan Yos Sudarso, terus hingga Jalan Slamet Riyadi dan kembali ke keraton.
Perwakilan dari pihak keraton K.G.P.H. Benowo pada jumpa pers Senin (18/9) mengatakan bahwa pihak keraton belum ingin menyampaikan berapa jumlah pusaka yang dikirabkan pada tanggal 1 Sura tersebut. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017