Surabaya (Antara Jatim) - Senyum Kutiah, warga Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur akan kembali merekah, tatkala temuan garam bercampur kaca yang sempat membuat ramai desanya tidak akan ditemukan kembali di wilayah itu dan lainnya.
Meski temuan itu sudah diperiksa Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) setempat dan hasilnya tidak ada campuran kaca, hanya campuran garam lama yang mengeras, namun kabar itu sempat membuat panik dan khawatir semua pihak.
Bahkan, sebagian orang yang mendapatkan kabar itu menggumam, mahalnya harga garam membuat penjual tega mencampurkannya dengan kaca, dan menjualnya ke masyarakat.
Kepala Disperindag Lamongan, Muhammad Zamroni mengakui temuan garam bercampur kaca itu memang dia terima, namun setelah diperiksa dengan memasukkan garam itu ke dalam gelas untuk diaduk, hasilnya semua unsur larut dan disimpulkan tidak ada unsur kaca pada garam tersebut.
Meski tidak ada unsur kaca, Mantan Camat Glagah ini mengakui garam tersebut awalnya sulit larut, karena merupakan garam produk lama yang dijual kembali ke masyarakat.
Memang diakui, mahalnya harga garam dalam beberapa bulan terakhir berimplikasi rasa kekhawatiran semua pihak, tidak hanya membuat ramai warga Lamongan dengan temuan itu, namun juga seluruh pelosok Tanah Air.
Di Kabupaten Jember misalnya, mahalnya harga garam memicu kenaikan harga penjual ikan asin hingga mencapai 50 persen, dari Rp30 ribu menjadi Rp45 ribu.
Salah seorang produsen ikan asin di Jember, Juma'ah mengaku harga ikan asin di tingkat pengecer bisa mencapai Rp50.000 per kilogram, hal ini karena harga garam krosok/curah yang awalnya kisaran Rp3000 per kg menjadi Rp5000 per kg.
Namun demikian, rasa kekhawatiran mahalnya garam tidak akan lama lagi akan hilang, dan perlahan namun pasti harapan harga garam di pasaran kembali murah ada di depan mata, karena kini garam impor asal Australia telah masuk ke Indonrsia dan menyasar ke berbagai Industri Kecil Menengah (IKM) di berbagai wilayah Tanah Air.
Diawali kedatangan Kapal MV Eco Destiny pada Kamis (10/8) dini hari pukul 03.00 WIB di Pelabuhan Ciwandan Banten, garam impor dari Australia masuk dengan membawa muatan 25.000ton.
Disusul Sabtu (12/8) pagi, Kapal MV Golden Kiku pukul 06.00 WIB tiba di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan membawa garam yang sama sebesar 27.500 Ton.
Kemudian, akan tiba lagi kapal ketiga MV Uni Challenge yang dijadwalkan tanggal 21 Agustus 2017 di Pelabuhan Belawan, Medan dengan membawa garam 22.500 ton.
Direktur Utama PT GARAM (Persero) Dolly Parlagutan mengatakan kedatangan garam impor secara bertahap itu merupakan komitmen perusahaan dalam menjalankan penugasan dari pemerintah.
Ia mengatakan, PT Garam mendapatkan penugasan impor garam sebagai bahan baku untuk konsumsi sebesar 75.000 ton dengan kadar NaCl 97 persen.
Masuknya garam impor, kata dia difokuskan di tiga pelabuhan yaitu Pelabuhan Ciwandan Banten, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan Pelabuhan Belawan Medan, tujuannya untuk di disebar ke sejumlah IKM khususnya di wilayah Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
Dolly berharap kedatangan kapal-kapal tersebut akan mendistorsi atau menekan harga garam di tingkat konsumen menjadi sekitar menjadi Rp4.000/kg.
Selain itu, diharapkan juga akan memaksimalkan produksi garam bahan baku sebesar 300.000 ton pada periode bulan September hingga bulan Nopember 2017.
Ditambah produksi garam rakyat Nasional yang tahun 2017 diprediksi menghasilkan garam bahan baku sebesar 1.000.000 ton, sehingga total garam nasional akan mencapai sebesar 1.375.000 ton.
"Kami berharap dapat mencukupi kebutuhan garam konsumsi secara nasional di luar kebutuhan industri aneka pangan, yang diprediksi berkisar sekitar 450.000 ton, dan dapat menstabilkan harga garam di tingkat konsumen," katanya.
Harapan inilah yang juga akan membuat senyum warga Lamongan merekah, sebab tidak akan ada lagi temuan garam "aneh" di wilayah itu dan beberapa wilayah lainnya, karena harga garam kembali stabil.
Tidak Selamanya Impor
Tidak semua pihak merasa senang mendapatkan kabar kedatangan garam impor dari Australia, alasannya bisa berdampak terhadap harga garam lokal produksi petani dan kesejahteraannya.
Seperti yang diakui Syafiudin, petani garam tambak di Cemandi Sedati, Kabupaten Sidoarjo. Menurutnya, kenaikan harga garam dalam beberapa pekan terakhir secara tidak langsung menaikkan kesejahteraan petani.
Kenaikan itu, kata dia, adalah kali pertama terjadi dalam kuruan 20 tahun terakhir dan harganya cukup tinggi sehingga mengangkat kesejahteraan sejumlah petani.
Ia mengatakan, ketika harganya lagi naik, garam produksi petani tambak di Sidoarjo bisa mencapai Rp175.000 per karung untuk ukuran 50 kilogram, namun setelah adanya kabar garam impor masuk, langsung turun menjadi Rp140.000.
Syaifudin mengakui, produksi garam lokal kini sudah membaik, terlebih didukung dengan cuaca yang selalu panas, dengan panen garam 70 karung garam enam hari sekali.
Apa yang diungkapan Syaifudin, berbanding lurus dengan ungkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Susi, saat menghadiri peringatan Dies Natalis Ke-56 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga di Surabaya mengatakan, kebijakan impor garam konsumsi sangat merugikan petani lokal karena harganya terlampau murah.
"Akan tetapi, mau gimana lagi sebelum saya jadi menteri kebijakan impor garam sudah ada," katanya.
Berbeda dengan Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang mengapresiasi langkah pemerintah melakukan impor garam, karena sudah sangat dibutuhkan akibat kekurangan produksi, termasuk di wilayahnya.
"Indonesia harus membiasakan jika kekurangan maka diperlukan impor, kemudian kalau kelebihan maka ekspor," ujarnya kepada wartawan di Surabaya.
Menurutnya, khusus garam di Indonesia saat ini memang sedang kekurangan karena dari segi teknis produksi yang mengandalkan cuaca tidak sesuai dengan harapan.
Pakde Karwo, sapaan akrabnya, juga meminta semua pihak tidak antiimpor, terlebih terjangkit sindrom kekhawatiran terhadap impor produk yang di Indonesia sudah sangat kekurangan.
Bahkan, orang nomor satu di Pemprov Jatim itu beberapa waktu lalu mengirim surat ke Kementerian Perdagangan RI meminta agar mempertimbangkan pembukaan kran impor garam guna mengatasi kelangkaan komoditas itu saat ini.
Direktur Keuangan PT Garam, Anang Abdul Qoyyum menegaskan pemerintah tidak selamanya akan melakukan impor, sebab dibukanya kran impor kali ini karena kebutuhannya yang sudah sangat mendesak.
Ia mengatakan, selain datangnya impor garam, PT Garam pada tahun ini juga masih mengandalkan hasil panen raya pada Agustus 2017.
"Kondisi garam di PT Garam per 30 Juni 2017 produksinya mencapai 3.900 ton, dan akan ditambah 75 ribu ton impor dari Australia," katanya.
Selain itu proyeksi panen raya dari PT Garam Agustus 2017, kata Anang, diharapkan mencapai 350 ribu ton, serta panen dari petani sebesar 1 juta ton, sehingga total 1,3 juta ton.
Total hasil garam tersebut, kata Anang sebenarnya masih kurang dibandingkan dengan keseluruhan kebutuhan garam nasional yang mencapai sekitar 2,8- 3juta ton, sehingga dibutuhkan beberapa langkah lagi untuk mengatasi kekurangan garam di tahun-tahun berikutnya.
Anang mengaku, langkah PT Garam dalam waktu dekat adalah melaksanaan program revitalisasi garam dan pembangunan pabrik baru di Sampang, Jawa Timur yang akan dilakukan pada 2018, untuk menunjang produksi garam nasional.
Selain itu, PT Garam juga telah menerima tawaran kerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Serpong untuk melaksanakan program pengembangan produksi garam dengan membangun pabrik baru serta revitalisasi.
Kedua program itu, kata dia, akan dipusatkan di Sampang, Madura, Jawa Timur yang merupakan pusat produksi garam dan kantor PT Garam.
Pengembangan lainnya, kata dia, adalah mengelola lahan garam seluas 4000 hektar di Kupang, NTT yang idak terpakai maksimal selama 27 tahun, padahal NTT merupakan salah satu penghasil garam terbesar di Indonesia.
Ia berharap, dengan beberapa langkah yang akan dilakukan untuk menggali potensi garam nasional, akan menngembalikan kejayaan bangsa Indonesia di bidang pangan, khususnya garam... SEMOGA.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017