Surabaya (Antara Jatim) - Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Kota Surabaya meminta Dinas Perdagangan setempat memberikan sanksi tegas kepada tiga pasar yang dianggap menyalahi aturan karena menjual grosir. 
     
Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya Edi Rachmat, di Surabaya, Rabu, mengatakan Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya harus selalu ditegakkan bagi masyarakat yang melanggarnya.

"Siapapun yang melanggar harus segera ditindak. Jadi, kami meminta kepada Dinas Perdagangan untuk selalu adil menindak pasar yang melanggar aturan itu," katanya.

Menurut dia, penindakan Pasar Tanjungsari yang berujung pada pembekuan Izin Usaha Pengelolaan Pasar Rakyat (IUP2R) itu berawal dari protes paguyuban pedagang Pasar Induk Osowilangun Surabaya (PIOS) yang mengadukan kepada Komisi B DPRD Kota Surabaya. 

"Mereka mengadukan sepinya PIOS beberapa tahun terakhir ini," ujarnya.

Berasal dari pengaduan itu, lanjut dia, maka Komisi B memanggil paguyuban pedagang PIOS, Dinas Perdagangan, Satpol PP dan Bagian Hukum Pemkot Surabaya.  

Pada saat rapat dengar pendapat itu, ternyata Kasi Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perdagangan (Disperdag) Kota Surabaya Muhammad Sultoni menjelaskan bahwa Pasar Tanjungsari 74, Pasar Tanjungsari 36, dan Pasar Dupak Rukun 103 melakukan pelanggaran.

"Kami pun menanyakan apa tindakan Dinas Perdagangan terhadap pelanggaran itu, sehingga Sultoni yang ikut rapat dengar pendapat waktu itu akan segera mengeluarkan surat peringatan," ujarnya.

Pada saat rapat dengar pendapat itu, lanjut dia, para pedagang PIOS juga membawa video bukti-bukti pelanggaran pedagang Pasar Tanjungsari yang menjual grosir. Padahal, dalam surat izinnya tidak boleh menjual grosir, sehingga sangat jelas pelanggarannya. 

"Maka wajib Dinas Perdagangan mengeluarkan surat peringatan," katanya.

Selain itu, pedagang PIOS juga menjelaskan asal muasalnya hingga akhirnya membuka stan di PIOS. Pada saat itu, Pemkot Surabaya menertibkan semua pasar grosir yang ada di dalam kota dan tidak sesuai dengan peruntukannya. Solusinya, Pemkot mengarahkan untuk pindah ke Jemundo atau PIOS yang peruntukannya untuk pasar grosir.

Namun, setelah tenang berdagang di Jemundo dan PIOS, lalu bermunculan pasar grosir di dalam kota yang tak berizin maupun perizinannya tidak sesuai. Hal inilah yang membuat pedagang PIOS kecewa dan meminta kepada Dinas Perdagangan untuk adil menindak pasar grosir yang ilegal itu.

"Harusnya kan tidak seperti itu, makanya saya kira pedagang PIOS sudah benar mengadukan itu kepada dewan, karena inilah yang menimbulkan kecemburuan di antara pedagang," katanya.

Menurut Edi, setelah rapat dengar pendapat itu, kemudian Dinas Perdagangan mengeluarkan Surat Peringatan (SP) 1 dan ternyata tidak dihiraukan. Selanjutnya dikeluarkan SP-2 dan ternyata juga tidak dihiraukan hingga akhirnya dikeluarkan SP-3 yang juga tidak dihiraukan. Setelah surat tertulis itu tidak dihiraukan, maka Dinas Perdagangan mengeluarkan surat pembekuan IUP2R.

"SP-1 sampai SP-3 itu kami tanyakan sesuai SOP Dinas Perdagangan, padahal itu tidak diatur dalam perda dan perwali. Pembekuan pun kami juga sudah tanyakan yang waktunya 30 hari," kata dia.

Oleh karena itu, Edi memastikan bahwa Komisi B hanya menjunjung tinggi peraturan daerah dan tidak ada alasan lain. Makanya, dia meminta kepada Dinas Perdagangan untuk selalu adil dan tegas menindak pasar-pasar yang tidak mengantongi izin atau tidak sesuai dengan peruntukannya.

Koordinator pedagang Pasar Tanjungsari Kusnan sebelumnya mengatakan menolak penutupan Pasar Tanjungsari 74, Pasar Buah Tanjungsari 47 dan Pasar Dupak 103 karena resmi sudah mengantongi IUPR dari Pemkot Surabaya. 

"Jika pasar itu ditutup, terus pedagang jualan apa," kata Kusnan.

Menurut dia, seharusnya kalangan Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Surabaya memperjelas di aturan mengenai ukuran mana yang dianggap sebagai pasar grosir dan pasar eceran. Bukannya, lanjut dia, DPRD merekomendasi para pedagang buah Tanjungsari dipindah ke pasar buah milik pengusaha.

Kusnan mengatakan para pedagang buah melawan kebijakan Dinas Pedagangan yang menutup tiga pasar tradisional yang mereka tempati selama ini. Menurutnya, pedagang sudah membawa persoalan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Ia mengatakan surat peringatan satu, dua, tiga hingga pembekuan yang dilayangkan Dinas Perdagangan tidak berdasar. Kusnan mengaku kecewa dengan tindakan pemerintah kota yang membekukan tiga pasar buah tradisional karena dari sekitar 160 pasar tradisional yang ada di Kota Surabaya, hanya 6 pasar yang mengantongi perizinan. Empat di antara enam pasar tersebut yang justru ditutup.

"Kenapa seratus lebih pasar tradisional yang tak berizin gak diributkan" katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2017